Hello semuanya.
Happy reading!
__________
8 tahun yang lalu.
"Now when I caught myself, I had to stop myself."
Axton membuka kedua matanya dengan terkejut saat sebuah lagu tiba-tiba terputar di dalam ruangan ini. Kakaknya yang hendak membuka lemari itu langsung berjalan menjauh untuk mengambil ponselnya yang berbunyi. Axton mengintip lagi dari balik celah lemari sambil bernapas lega. Dia harus berterima kasih pada orang yang menelpon kakaknya di waktu yang sangat tepat.
"I'm saying something that I should have never thought."
Kakaknya Axton langsung menyambar ponsel genggamnya dengan kesal lalu menekan layar ponselnya setelah melihat nama penelpon yang menelponnya. Axton semakin memundurkan tubuhnya ke belakang saat kakaknya menatap ke arah lemari dengan tatapan curiga namun sesaat kemudian pria itu langsung berjalan menuju balkon untuk berbicara dengan orang yang menelponnya.
"Halo."
"..."
"Apa mereka sudah sepakat dengan penawarannya?"
"..."
"Berapa tawaran harga yang mereka tawarkan?"
Axton diam-diam menyelinap keluar dari dalam lemari dengan gerakan yang sangat hati-hati agar dia tidak menimbulkan suara apapun. Dia menatap punggung kakaknya yang kini sedang berada di balkon dengan tatapan waspada. Inilah kesempatannya dan dia harus segera keluar dan melarikan diri sebelum kakaknya selesai berbicara di telepon. Axton mengendap-endap menuju pintu sambil melirik kakaknya yang masih sibuk mendengar lawannya berbicara.
"Terlalu murah."
"..."
"Apa?! Berani sekali mereka mengancam anggota keluarga Mckenzie! Apa mereka tidak tahu kalau aku bisa melakukan apa saja pada mereka?!"
"..."
"Aku tidak akan pernah memberikan chip ini pada mereka! Tidak akan pernah!"
Axton langsung membeku di tempatnya. Dia sangat terkejut dan tidak menyangka kalau kakaknya benar-benar mencuri chip itu darinya. Selama ini Axton selalu berharap kalau chip itu terjatuh di suatu tempat yang ada di rumah ini atau tidak sengaja terselip di celah sofa yang ada di dalam kamar kakaknya namun ternyata harapan-harapan sederhana yang dia harapkan tidak pernah sesuai dengan realita yang ada.
Klik
Pintu kamar itu tertutup dengan rapat dan pria itu langsung menolehkan kepalanya ke arah pintu dengan cepat. Dia mematikan sambungan telepon mereka lalu berlari menuju pintu dengan cemas namun sayangnya dewi keberuntungan sedang tidak berpihak padanya. Pria itu sudah terlambat satu langkah karena ternyata Axton sudah kembali ke kamarnya sekarang dengan selamat.
"Shit!" Maki pria itu sebelum kembali menutup pintu kamarnya.
Di waktu yang sama di tempat lain, Axton yang baru saja masuk ke dalam kamarnya hanya bisa terdiam sambil berdiri di depan pintu kamarnya sambil memikirkan apa yang dia dengar dari kakaknya barusan. Dia tidak menyangka kalau ambisi dari kakaknya untuk menguasai perusahaan sudah mencapai tahap yang sangat mengerikan. Axton tidak pernah berpikir kalau kakaknya akan mengambil langkah nekat dengan mencuri chip buatannya.
Axton berjalan menuju ruang kerjanya dengan cepat lalu menyalakan layar komputer besar miliknya yang tertempel di dinding. Komputer ini adalah hasil rakitannya dua tahun yang lalu. Dia mempelajari semua itu dengan cara otodidak berdasarkan buku-buku yang dia baca selama satu tahun. Ayahnya memang berkecimpung dalam dunia teknologi namun dia bukan orang yang menguasai ilmu teknologi secara profesional.
Ayahnya itu hanyalah orang yang pandai dalam berbisnis dan merekrut orang-orang yang ahli dalam bidang teknologi oleh karena itu ayahnya selalu bersikeras agar Axton dapat meneruskan kepemimpinannya di perusahaan karena Axton memiliki beberapa kelebihan yang tidak dia miliki. Begitu juga dengan kakak pertamanya yang juga tidak terlalu berminat pada bidang teknologi namun memiliki ambisi yang sangat besar untuk menguasai bidang tersebut.
Axton sedang mengetik sesuatu menggunakan keyboard visual yang dia ciptakan satu tahun yang lalu. Keyboard itu tidak memiliki wujud fisik dan hanya mengandalkan sensor gerak pada jari berdasarkan bentuk visual yang terbentuk di atas benda keras seperti sebuah meja. Grafik, angka, berita dan masih banyak lagi tertera di dalam layar besar itu sehingga Axton tidak membutuhkan layar tambahan lagi di kamarnya.
"Lacak alamat telepon yang masuk ke nomor kakak pertama." Ucap Axton dengan serius.
"Perintah diterima. Memulai untuk melacak." Jawab sebuah suara yang datang dari dalam layar.
Axton menatap nomor-nomor yang mulai bermunculan di dalam layar komputernya dengan tatapan serius. Banyak sekali nomor asing yang bermunculan dan kebanyakan adalah nomor dari negara China. Pelacakan telah selesai dilakukan dan nomor terakhir yang masuk ke dalam ponsel kakaknya adalah nomor yang berasal dari negara Italia. Axton mengerutkan dahinya dengan bingung saat dia memeriksa lokasi dari nomor tersebut di map.
"Perbesar." Ucap Axton dengan tegas.
"Perintah diterima. Memulai untuk memperbesar lokasi."
Lokasi itu mulai diperbesar dan sebuah gedung besar bergaya klasik kuno terpampang di layar komputer Axton. Bangunan itu terlihat sangat asing untuknya karena dia tidak pernah ingat ayahnya pernah mengunjungi gedung itu sebelumnya. Axton menyimpan foto dari gedung itu ke dalam komputernya lalu kembali mencari identitas dari penelpon misterius itu.
"Cari identitas penelpon terakhir."
"Perintah diterima. Memulai untuk mencari."
Ribuan identitas orang-orang langsung bermunculan dengan cepat. Mulai dari nama, alamat, kebangsaan, tempat tanggal lahir sampai photo profil orang-orang asing yang tidak pernah Axton lihat sebelumnya bermunculan di layar komputernya. Tidak butuh waktu yang lama untuk menemukan identitas dari penelpon misterius itu karena satu identitas akhirnya muncul setelah menyingkirkan puluhan ribu identitas lainnya.
Axton membaca nama itu sambil mengerutkan dahinya. Dia kembali mencari apakah identitas itu asli atau palsu karena berdasarkan pengalamannya, di dalam dunia gelap yang sangat erat dengan hal-hal ilegal dan bahaya. Identitas palsu merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan oleh orang-orang yang berkecimpung dalam dunia itu. Mereka adalah orang-orang incaran polisi karena sebagian besar dari mereka adalah kriminal yang menjadi buronan selama bertahun-tahun bahkan puluhan tahun.
"Peringatan untuk pengaktifan keamanan."
Tiba-tiba layar komputernya berubah menjadi tampilan dari kamera CCTV. Disitu dia bisa melihat kakak pertamanya yangencoba untuk masuk kedalam kamarnya. Axton langsung berdiri lalu memberikan perintah pada program buatannya untuk mengganti mode dan dalam hitungan detik semua peralatan komputernya berputar dan masuk ke dalam ruangan yang berada dibalik tembok dan berganti menjadi sebuah rak buku besar beserta satu buah kursi baca yang terlihat sangat nyaman.
"Axton." Panggil kakaknya dengan suara yang terdengar lembut.
Axton langsung berjalan ke arah rak bukunya lalu mengambil sebuah buku yang sebenarnya sudah dibacanya beberapa bulan yang lalu dan disaat itu juga pintu kamar Axton terbuka lebar dan kakak pertamanya masuk ke dalam kamar Axton dengan wajah yang ramah dan bersahabat. Axton menyeruput kopi hitam pekat yang dia pesan sebelum dia kembali ke dalam kamarnya tadi. Thank God, kopi pesanannya dapat tiba lebih cepat darinya.
"Kau sedang melakukan apa?" Tanya kakak pertamanya sambil tersenyum.
Axton mengangkat cangkir kopinya dan bukunya yang berada di tangan satunya lagi sambil menatap kakaknya dengan tatapan santai. Kakak pertamanya mengerutkan dahinya dengan bingung saat dia bisa melihat lembar halaman yang sudah Axton baca dan kopinya yang sudah habis setengah cangkir. Kalau Axton adalah orang yang menyelinap ke kamarnya tadi, bukankah seharusnya dia baru membaca beberapa lembar saja?
"Ada apa?" Tanya Axton dengan wajah datarnya.
"Tidak ada hal yang penting. Aku hanya ingin mengecek keadaan mu saja." Jawab kakak pertamanya sambil tersenyum palsu.
Axton hanya mengangkat kedua alisnya tidak peduli lalu kembali membaca buku tebal yang memiliki tiga ratus lembar halaman itu dengan tenang seolah-olah kakak pertamanya tidak berada di kamarnya. Pria dewasa yang memiliki wajah yang sekilas mirip dengan Axton itu berjalan menuju rak buku milik adiknya itu dengan langkah kaki yang ringan dan perlahan. Jari telunjuk kanannya menyusuri pinggiran buku-buku yang berjejer rapi di rak buku berwarna coklat itu.
Axton tetap bersikap tenang dengan terus membaca buku yang sedang dia pegang. Dia bisa merasakan kalau kakaknya sedang melakukan sebuah penyelidikan terhadap dirinya namun sayangnya pria itu tidak akan pernah menemukan sesuatu yang aneh di dalam kamarnya karena Axton telah mengatur semua hal yang berkaitan dengan dirinya dengan sangat rapi. Dia adalah orang yang sangat teliti dan selalu berhati-hati pada sesuatu terutama pada kakak pertamanya.
"Apa kau sudah membaca semua buku yang ada disini?" Tanya kakaknya penasaran.
"Tidak semua. Ada beberapa buku yang belum sempat aku baca." Jawab Axton sambil menutup bukunya dengan santai.
"Aku sangat kagum padamu karena bisa memiliki waktu untuk membaca dan bersantai." Ucap kakaknya sambil menatap Axton.
"Aku tidak pernah bersantai. Aku selalu sibuk belajar dan bekerja." Ucap Axton dengan raut wajahnya yang serius.
"Ah, benar juga. Semua buku yang ada di rak ini adalah buku tentang pengetahuan ya." Ucap kakaknya sambil mengangkat salah satu alisnya ke atas.
"It's about technology and health. Any of them are about psychology and mental health issues. Two books about politics and five books about business. One book about the anatomy of the human body and one book about how to be a good person." Ucap Axton secara detail.
"Wow.. Luar biasa." Ucap kakaknya dengan reaksi yang palsu.
"Kalau tidak ada lagi yang ingin kau bicarakan, kau bisa pergi sekarang." Ucap Axton dengan tegas dan dingin.
"Aku memang ingin pergi." Jawab kakaknya dengan nada dingin.
Axton hanya tetap diam dan lebih memilih untuk menyeruput kopi hitam pekat kesukaannya dengan tenang dan elegan.
"Baiklah, sampai jumpa." Ucap kakaknya sambil menatap Axton dengan tatapan dingin.
___________
To be continuous.