Hello semuanya.
Happy reading!
________
8 tahun yang lalu.
Sarah menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri berkali-kali sambil memegang satu tas kecil yang berisi peralatan praktek milik Axton yang dia gunakan dua hari yang lalu. Sarah ingin terus membawa benda itu kemanapun dia pergi karena dari kemarin dia tidak bertemu dengan Axton. Dia tidak tahu laki-laki itu pergi kemana karena Aiden juga tidak masuk sekolah dari kemarin karena ada urusan keluarga yang mengharuskan dia pergi keluar negeri.
Dia mengetahui hal itu bukan karena Aiden yang memberitahu dirinya ataupun gurunya yang memberitahukan hal itu padanya. Dia tidak sengaja mendengar sekelompok gadis yang sedang menggosip di dekatnya. Berdasarkan kabar yang berkembang di antara mereka, katanya Aiden pergi keluar negeri untuk waktu yang belum bisa dipastikan sementara Axton benar-benar tidak ada gosip apapun.
Awalnya dia merasa senang karena dua orang aneh yang ada di sekolah ini menghilang tapi disisi lain dia mulai merasa kesepian. Dia tidak punya teman ataupun orang yang ingin berbicara padanya. Hanya Axton dan Aiden yang selalu ingin berbicara atau sekedar mendengarkan dia berbicara. Tidak ada mereka dua hari ini membuat Sarah merasa sepi dan sedih. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya dia merasa kehilangan.
Sarah meremas tali tas yang sedang digenggamnya dengan kuat. Kini dia mulai merasa menyesal karena dia tidak bisa membangun sebuah pertemanan dengan benar. Dia tidak tahu bagaimana cara memulai pertemanan dengan benar dengan seseorang karena selama ini dia tidak memiliki satu orang pun teman. Pertama karena dia tidak cocok dengan pertemanan antara anak perempuan dan yang kedua adalah sifatnya yang sama sekali tidak elegan dan feminim.
Sarah menghembuskan napasnya lalu melangkahkan kedua kakinya keluar gerbang. Hari ini Axton tidak masuk sekolah lagi tapi tidak apa-apa. Masih ada hari esok dan dia bisa bertemu dengan laki-laki dingin itu lagi besok. Sarah menghempaskan tubuhnya di atas jok mobil yang empuk dan lembut. Mobil mewah itu melaju dengan kecepatan sedang di atas jalanan kota New York yang padat. Sarah menatap bangunan-bangunan tinggi yang mereka lewati dengan tatapan kosong.
Dia tidak mengerti kenapa dia akan jadi seperti ini padahal apa yang dia inginkan selama ini telah terwujud. Tidak ada lagi manusia es dan manusia menyebalkan di sekolah. Tidak ada lagi keributan yang disebabkan oleh sekelompok gadis yang mengejar dua manusia aneh itu kemanapun mereka pergi. Tidak ada lagi perselisihan yang terjadi diantara mereka bertiga. Sekolah benar-benar menjadi tempat yang diinginkan.
Tapi kenapa dia sama sekali tidak merasa senang?
Sarah memejamkan kedua matanya dengan lelah. Dia akan mencari tahu besok karena hari ini dia ingin istirahat dengan tenang. Ujian yang akan tiba sebentar lagi benar-benar membuatnya stress berat. Tidak terasa dia akan segera melewati masa sekolah dan beralih ke masa perkuliahan yang tingkatannya akan lebih sulit dari sekolah. Dia masih ingat sekali saat pertama kali dia pindah ke kota ini dan menjalani hidup sendirian tanpa orang tuanya.
Rasanya seperti baru kemarin dia menginjakkan kakinya di kota ini dan kini dia harus kembali pindah untuk bisa kuliah di universitas impiannya. Walaupun sangat singkat sekali namun dia tidak akan melupakan semua kenangan yang dia miliki di kota ini. Baginya semua orang yang dia temui disini dan semua hal yang dia jalani disini adalah momen yang cukup berharga untuk dilupakan. Meski tidak terlalu berharga untuk disimpan untuk selamanya namun masih layak untuk dipertimbangkan.
Waktu berjalan dengan cepat dan tidak terasa hari telah berganti lagi. Sarah kembali menunggu di dekat gerbang sambil melihat ke kanan dan ke kiri dengan gelisah. Namun seperti perkiraannya kemarin, hari ini laki-laki itu tidak masuk sekolah lagi. Sudah terhitung dua hari sejak laki-laki itu menghilang tanpa kabar dan Sarah semakin dihantui rasa penasaran dengan keberadaan laki-laki itu sekarang.
"Hei!" Teriak seorang wanita dari arah kanan Sarah.
Sarah menolehkan wajahnya lalu menatap sekelompok anak perempuan yang nampaknya satu sekolah dengan dirinya. Ada sekitar empat atau lima perempuan yang berada di dalam kelompok itu. Tunggu, satu, dua, tiga.. Ternyata ada enam orang. Sejak kapan bertambah satu? Ahh, entahlah. Sarah memalingkan kembali wajahnya ke arah depan dengan tidak peduli karena dia tidak suka terlibat dengan anak-anak bermasalah.
"Hey perempuan jalang!" Teriak perempuan itu lagi dengan nada kesal.
Sarah yang merasa terusik tapi tidak merasa marah dengan ucapan perempuan itu langsung menoleh kan wajahnya lalu menatap perempuan itu dengan tatapan tajam. Dia tidak marah ketika dipanggil jalang tapi dia lebih merasa marah karena para perempuan bodoh itu berani mengusik dirinya. Kenapa? Karena dia tidak seperti yang perempuan itu katakan jadi buat apa dia marah atau merasa tersinggung. Kecuali kalau dirinya memang jalang dan dikatakan jalang oleh orang lain. Biasanya orang-orang yang seperti itu akan merasa malu dan mencoba untuk membela diri.
"Apa kalian sedang ingin mencari masalah baru?" Tanya Sarah dengan sinis.
"Kau yang mencari masalah dengan kami!" Jawab perempuan lain yang berada di sebelah perempuan yang berteriak tadi.
Sarah mendengus sambil tersenyum miring. Dia sama sekali tidak menyangka kalau kejadian di sekolahnya yang lama akan terulang lagi di sekolah yang baru. Jauh-jauh dia pindah karena mau menghindari peristiwa buruk itu namun ternyata sejauh apapun dia lari dan menghindar, tampaknya hal-hal seperti ini akan selalu datang dimanapun dia berada. Tidak peduli dia bersikap baik ataupun buruk, peristiwa buruk seperti akan tetap selalu ada di hidupnya.
Sarah menghembuskan napasnya dengan lelah sambil melipat kedua tangannya di depan dadanya dengan santai.
"Cepat katakan apa masalahnya." Ucap Sarah.
"Hah! Sombong sekali jalang satu ini!" Ucap salah satu dari mereka sambil tertawa remeh.
Sarah menghembuskan napasnya dengan lelah sekali lagi sambil menatap jam tangan mahal yang melingkar di pergelangan tangannya. Dia khawatir bukan karena takut pada ancaman kecil yang para perempuan tidak jelas yang sedang berdiri di hadapannya tapi dia takut jika supirnya merasa khawatir karena dia belum juga tiba di mobil sekarang. Sarah kembali melipat kedua tangannya lalu menatap semua perempuan itu dengan tatapan tajam.
"Aku beri waktu lima menit untuk kalian bicara." Ucap Sarah dengan santai.
"Apa-apaan ini?" Ucap salah satu dari mereka sambil tertawa.
"Empat menit." Ucap Sarah yang terlihat sangat tidak peduli ataupun tertarik dengan mereka semua.
"Baiklah, kami akan mengatakan apa yang ingin kami katakan." Jawab perempuan yang berdiri di tengah.
"Silahkan." Ucap Sarah sambil mengangkat salah satu alisnya ke atas.
"Kami tidak suka kalau ka-." Ucap perempuan itu dengan tegas.
"Oh wait, Aku tidak suka jika terjadi kekerasan di dalam pembicaraan ini karena kekerasan hanya akan merugikan kita semua." Ucap Sarah dengan serius.
"Kalian semua tidak ingin kan kalau semua kelakuan buruk kalian di sekolah dilaporkan pada orang tua kalian dan semua fasilitas kalian dicabut?" Tanya Sarah sambil mengangkat kedua alisnya ke atas.
Semua perempuan yang ada di dalam kelompok itu kompak menganggukkan kepala mereka kecuali perempuan yang berdiri di tengah. Nampaknya perempuan itu adalah ketua dari kelompok tidak jelas itu. Dari penampilan mereka semua, Sarah dapat melihat kalau mereka berasal dari keluarga yang berada namun Sarah tidak tahu mereka itu berasal dari keluarga pengusaha atau politik.
Keluarga politik maksudnya seperti apa? Keluarga politik itu adalah keluarga yang anggotanya berkecimpung didunia politik. Pejabat pemerintah, hakim, jaksa, pengacara dan profesi lainnya yang berhubungan dengan politik. Sebenarnya berurusan dengan mereka tidak susah tapi tetap saja Sarah tidak ingin orang tuanya harus merasa repot karena mengurus hal yang tidak penting seperti perkelahiannya di sekolah.
"Ok, karena kita semua sudah setuju jadi kau sudah bisa melanjutkan apa yang ingin kau katakan tadi." Ucap Sarah dengan santai.
Perempuan itu mengeraskan rahangnya dengan kesal dan tampaknya sedang berusaha menekan amarahnya serendah mungkin. Sarah menarik salah satu sudut bibirnya ke atas sambil menatap perempuan itu dengan tatapan yang yang terlihat sangat mengerikan. Perempuan berambut blonde itu langsung membeku dan terlihat ketakutan saat dia bertukar tatapan dengan Sarah. Begitu juga dengan teman-temannya yang mulai melangkah mundur satu langkah.
Sarah tertawa penuh kemenangan di dalam hati. Hal-hal seperti ini selalu membuatnya merasa senang dan bersemangat. Kalau dulu dia suka memakai kekerasan untuk orang-orang yang mengganggunya namun kini dia lebih suka membuat orang-orang merasa takut padanya. Pertama karena orang tuanya pasti akan menariknya kembali ke California dan kedua karena sekarang dia tidak menyukai kekerasan.
"Kami tidak suka jika kau mendekati Axton dan Aiden!" Ucap perempuan itu dengan nada yang tinggi.
Sarah langsung tertawa terbahak-bahak sambil memegang perutnya yang terasa sakit. Apa katanya barusan? Mendekati dua makhluk aneh yang ada di sekolah ini? Apa mereka sudah gila? Sarah tertawa lagi dan lagi sampai semua perempuan yang ada di hadapannya merasa takut. Ini benar-benar lucu sekali. Bagaimana bisa mereka menilai kalau dia sengaja mendekati dua orang aneh itu?
Jelas sekali kalau mereka selalu bertengkar setiap kali mereka bertemu. Apa para perempuan ini buta? Atau otak mereka sudah kotor jadi tidak bisa berpikir dengan jernih lagi? Entahlah, apapun itu alasan yang mereka punya. Sarah tetap tidak peduli. Wah, ini benar-benar konyol sekali dan rasanya seperti dia ingin mengabadikan kekonyolan ini agar bisa disaksikan satu sekolah.
Tunggu, ide ini bagus juga.
"Katakan sekali lagi apa yang kau katakan tadi." Ucap Sarah sambil menekan kepala pena mahalnya yang dia simpan di saku celana.
"Kami tidak suka jika kau mendekati Axton dan Aiden!" Ucap perempuan itu dengan nada yang tinggi.
_______
To be continuous.