Chereads / DINDA / Chapter 27 - RESAH

Chapter 27 - RESAH

DINDA-S2

BAB 30. Resah

(Ada beberapa kata-kata kasar. Tolong bijak dalam membaca dan menyikapi❤️❤️❤️)

Syuting di stasiun TV selesai, anak-anak ABU mulai beristirahat dan membersihkan make up serta baju-baju yang mereka pinjam. Cicil membantu Erza membersihkan make upnya. Memijit lembut kulit wajah Erza dengan toner.

"Cepetan dikit napa, Cil?" Erza mulai gruntel.

"Kalau nggak bersih ntar jerawatan, Kak." jawab Cicil.

"Gue kudu pamit sama Dinda dulu sebelum berangkat ke Palembang." gerutu Erza.

"Sialan, mo pergi aja musti ketemu sama cewek itu. Emang apa hebatnya sih Dinda?!" pikir Cicil dalam hati.

"Oke gue cepetin, Kak." kata Cicil.

"Oke, Thx."

"Ntar loe sama anak-anak langsung ke bandara aja, ga usah nungguin gue. Gue langsung nyamperin ke sana aja habis dari rumah Dinda." Erza bangkit dan langsung mencari kunci mobilnya.

"Oke." Cicil mundur beberapa langkah.

"Bro gue cabut ya." Erza melambaikan tangan pada teman-temannya.

"Iye, jangan lama-lama. Ntar ketinggalan pesawat." ucap Uno.

"Hati-hati."

"Oke."

Erza langsung cabut menuju ke apartemennya. Dari tadi Erza gelisah, hatinya nggak mau tenang. Erza takut ada apa-apa dengan Dinda.

Teeet..

Suara bel membuyarkan Dinda dari tangisannya. Sudah lebih dari satu jam Dinda menangis dan melamuni kesalahannya di masa lalu. Pertemuannya dengan Satrio membuat Dinda semakin merasa hina dan kotor.

Dinda menganbil lagi beberapa lembar tisu dan menyeka mata serta hidungnya. Lalu dengan segera beranjak dari kasur untuk mengetahui siapa tamunya. Dinda tak memiliki kerabat, jadi hanya Erza, Venny, dan petugas kebersihan saja yang selalu bertamu. Entah kenapa hari ini Dinda sangat malu menemui Erza.

"Kok lama banget buka pintunya Beb?" Erza langsung masuk dan memeluk Dinda.

"Erza?! Katanya mau ke Palembang?" Dinda kaget dengan kedatangan Erza.

"Mampir dulu, kangen. Biar ngechas batre gue yang hampir habis." Erza mengangkat tubuhnya.

"Dinda?? Kok nangis? Hlo pipinya kenapa??" Erza kaget melihat wajah sembab Dinda dan pipinya yang bengkak dan merah.

Dinda tak bisa berkata-kata ataupun menjelaskan. Yang keluar hanya air mata. Dinda hanya bisa memeluk Erza dan menangis di dadanya.

"Maafin gue, Za. Malah nangis, padahal elo mau pergi." setelah puas menangis, Dinda menyeka air matanya dan menghentikan pelukannya.

Erza yang dari tadi hanya diam dan mengelus rambut Dindapun penasaran. Namun masih memberikan waktu pada Dinda untuk menyiapkan diri sebelum menceritakan masalahnya.

"Gue nggak keberatan elo nangis di dada gue, tapi elo kudu cerita alasannya. Kalau nggak gimana gue bisa bantuin elo, Din?" Erza mendekatkan wajahnya. Dahi mereka bertemu.

"Trus ini yang ngelakuin siap?" Erza mengelus pipi Dinda.

"Gue malu mau cerita, Za." Dinda menundukkan kepalanya.

"Nggak biasanya loe kaya gini, Din." Erza nggak menyerah akan keingin tahuannya.

"Gue akan balas dia berkali-kali lipat Dinda! Mau elo yang salahpun, gue akan tetap belain elo, Din. Jadi cerita ama gue!!" Erza mencengkaram pundak Dinda.

"Elo nggak akan marahkan, Za?" Dinda mengangkat wajahnya.

"Nggaklah.. kan udah gue bilang, elo salahpun gue belain." Erza mengelus punggung tangan Dinda.

"Gue tadi ketemu Om Satrio, nggak sengaja. Pas kerja. Trus gue kabur dan dia ngejar. Gue nggak sengaja nampar dia, Za. Dan dia nampar balik." Dinda tertunduk malu.

"Bajingan tua itu lagi!!" Erza menggeram marah.

"Bangsat!" Erza mengumpat marah, dan meninju tembok untuk menghilangkan amarahnya.

"Maafin gue, Za. Maafin masa lalu gue yang kelam." Dinda berjongkok dan kembali menangis.

"Bukan salah elo, Din." Erza membantu Dinda berdiri.

"Gue takut, Za. Gue takut semuanya kembali seperti dulu. Gue takut kehilangan elo gara-gara kebodohan yang pernah gue lakuin." Dinda melingkarkan tangannya di leher Erza.

"Gue nggak akan pernah ninggalin Elo, Din." Erza membalas pelukan Dinda.

"Berhentilah bekerja Dinda. Jangan kemana-mana selama gue pergi. Kunci pintu dan pergi kalau cuma butuh aja." Erza mengencangkan pelukannya.

"Iya, Za."

"Ajak Venny nginep sini Din." usul Erza.

"Venny hamil muda, Za, dia mual-mual tiap hari. Gue mana tega." Dinda bergeleng pelan.

"Ya udah, pokoknya elo mesti hati-hati. Jangan pergi bukain pintu orang sembarangan, ya!" Erza mengecup punggung tangan Dinda.

"Iya, Za."

"Tunggu gue pulang, gue bikin perhitungan sama tua bangka itu.." Erza masih emosi.

"Jangan, Za!! Loekan artis, bisa-bisa nama loe jelek." Cegah Dinda.

"Shit!!" umpat Erza lagi.

"Loe kudu kejar pesawatkan, Za?" Dinda mengingatkan Erza.

"Iya, gue pergi dulu, ya." pamit Erza.

Erza mencium lembut bibir Dinda dan melumatnya dengan sedikit cepat. Rasanya Erza ingin membawa saja Dinda ke Palembang bersamanya. Namun tiket pesawat tidak semudah itu di dapat, dan juga jadwalnya yang padat cuma akan membuat Dinda kesepian selama di sana.

"Gue bakalan kangen banget!!" Erza mendekap erat tubuh Dinda.

"Gue juga."

"Gue pergi dulu, ya, Din. Inget jangan bukain pintu buat orang yang nggak dikenal." kata-kata Erza di jawab dengan anggukan mantab dari Dinda.

"Iya siap pak..!"

"Trus ini jangan lupa di kasih salep." Erza mengelus pipi Dinda.

"Iya iya.. ayuk keburu telat, Za."

"Oke.. bye cantik. Tunggu gue pulang ya. Kita bikin cucu buat ortu!"

"Apaan sih?!" Wajah Dinda memerah.

"Hahaha.. bye." Erza mengecup lagi bibir Dinda sebelum pergi meninggalkan Dinda ke Palembang.

•••DINDA•••

Like

Comment

Fav

❤️❤️❤️

Love you gaes