Chereads / DINDA / Chapter 31 - KELAM

Chapter 31 - KELAM

DINDA - S2

BAB 34. Kelam.

(Ada beberapa kata-kata kasar dan adegan dewasa. Tolong bijak dalam membaca dan menyikapi❤️❤️❤️)

Hari ini Erza menikmati istirahat siangnya di rumah. Rumah yang biasanya sepi kini sedikit rame karena kehadiran Erza. Di tengah kesibukannya manggung dan latihan band, Erza memang sering ke luar kota dan meninggalkan rumah. Apalagi sekarang Erza diam-diam sering menginap di apartemen Dinda.

"Makan yang banyak, Nak. Ibu masak makanan kesukaan kamu semua." ucap Ibu Erza, wajahnya yang keibuan terlihat bahagia melihat anaknya makan dengan lahap.

"Siap, Bu. Masakan Ibu juara." Erza tersenyum dan memakan masakan ibunya dengan lahap.

"Bagaimana kabar Dinda?" pertanyaan Ibunya membuat Erza berhenti makan.

"Baik, Bu. Kapan-kapan Erza ajak kemari lagi."

"Sebenarnya latar belakangnya bagaimana sih, Za? Kok kayak nggak jelas gitu." lanjut Ibunya ingin tahu.

"Apanya yang nggak jelas, Bu?"

"Ya orang tuanya? Bagaimana mereka meninggal? Sekarang dia tinggal sama siapa? Dimana? Kerja apa? Banyak deh." Wajah wanita ini terlihat serius, alisnya bertaut ke tengah.

"Kan Dinda sudah pernah jawab, ortunya meninggal pas dia masih SMA. Sekarang tinggal di Jakarta Barat. Sendirian. Dinda sudah nggak punya sanak saudara, Bu. Dia anak tunggal kaya Erza." jawab Erza panjang lebar.

"Dia nggak kuliah? Dulu SMA di mana?"

"Satu SMA sama Baim. Nggak kuliah, Bu." Erza merahasiakan kalau Dinda nggak lulus SMA.

"Kenapa? Trus sekarang dia kerja apa?" Ibu Erza terus mengorek informasi tentang calon menantu pilihan anaknya ini.

"Kerja ngurusin Erza." Erza cengengesan.

"Kamu ini, ya!!" jewer ibunya pelan.

"Dinda anak yang baik kok, Bu. Dan yang paling penting, Erza cinta sama Dinda. Jadi Ibu harus ngerestuin kami, ya." Erza menggenggam tangan Ibunya.

"Iya, Nak. Ibu hanya tidak ingin kamu memilih wanita yang salah." seulas senyuman melingkar di wajahnya yang cantik.

"Ibu pasti menyukai Dinda juga. Erza akan sering bawa Dinda bertemu Ayah dan ibu." Erza membalas senyumannya.

"Iya, Nak."

Erza mengangguk senang dan kembali melanjutkan makan siangnya.

•••DINDA•••

"Siang Pak, Bu." Dinda tersenyum dan mencium punggung tangan Ayah dan Ibu Erza.

"Ayo masuk."

"Dinda permisi, ya."

"Jangan sungkan anggap saja rumah sendiri." Ayah Erza mempersilahkan Dinda masuk.

"Ibu buatin minum dulu."

"Nggak usah repot-repot, Bu. Dinda aja yang bikin." Dinda beranjak mengikuti ibu Erza ke dalam.

"Erza banyak cerita tentang kamu, Din."

"Oh ya, Bu? Cerita apa?" Dinda tersenyum dan mengaduk gula dalam cangkir.

"Dia bilang kamu anak yang baik. Ibu rasa juga begitu." wanita berhijab hijau ini bersandar pada pantry.

"Terima kasih, Bu." Dinda sedikit menunduk malu.

"Maafkan perkataan Ibu tempo hari, ya, Nak. Ibu terlalu khawatir dengan keadaan Erza belakangan ini." Ibu Erza mengelus lengan Dinda.

"Iya, Bu. Salah Dinda juga." mata Dinda berkaca-kaca.

"Jaga Erza, ya, Nak."

"Tentu, Bu." Dinda tersenyum.

Hati Dinda sangat bahagia, sudah lama dia merindukan hangatnya belaian tangan seorang Ibu. Walaupun baru permulaan, tapi Dinda sangat bersyukur karena ibu Erza mau membuka hatinya untuk menerima keberadaan Dinda.

"Ngobrolnya lama banget?" Erza menyusul ke dapur.

"Ini sudah selesai." Dinda mengangkat nampan.

"Sini biar gue yang bawain." Erza merebut nampan dari tangan Dinda.

"Makasih." senyum Dinda.

"Ibu nggak bongkar-bongkar kebiasaan buruk Erza kan?"

"Hahahaha.. nggak kok, rahasia di jamin aman." senyum Ibunya.

"Emang ada rahasia apa?" Dinda mendadak penasaran.

"Eit.. Rahasia."

"Ayo sudah kita ke depan dulu. Kasihan Ayah di ruang tamu sendirian."

"Ayuk."

Mereka berempat mengobrol tentang banyak hal. Paling banyak mengobrol tentang masa kecil Erza yang penuh kelucuan. Erza terkenal di kalangan teman-temannya karena jelek dan cengeng. Foto-fotonya membuat Dinda tertawa geli.

"Wah, beda banget."

"Sekarang gantengkan?" alis Erza naik turun.

"Sekarang paling ganteng sedunia." Dinda mengacungkan dua buat jempolnya.

"Loe bisa banyol juga, Din?" Erza mencubit pipi kekasihnya.

"Hahaha..bisalah."

Ayah dan Ibu Erza ikut bahagia melihat hubungan baik antara Erza dan Dinda. Dalam hati mereka berdua berharap dan mendoakan yang terbaik untuk masa depan anak tunggalnya ini.

•••DINDA•••

"Elo ya, gemes gue. Masalah loe tu ada aja." Riska bergeleng heran.

"Untung aja Cicil bisa nanganin semuanya." puji Riska.

"Itukan emang pekerjaan Cicil." jawab Erza.

"Ya elah, Za. Untung aja pak Cory nggak marah sama elo!" Riska mengungkit-ungkit CEO tempat label rekaman ABU band.

"Awas loe bikin pamor ABU turun." Riska meninggalkan Erza.

"Nenek bawel."

"Anying jantan!!" balas Riska.

"Kenapa, Babe?" Uno muncul dan merangkul Riska.

"Ini si Erza, sampe males gue ngomongin. Ada aja masalahnya." Riska cemberut.

"Hlah..emang tu om-om bajingan. Kalau gue jadi Erza juga udah gue bunuh tu orang." bela Uno.

"Nah Loe!!" Erza seneng ada yang belain.

"Ya emang sih laki-laki yang menyerang Dinda itu bajingan. Tapi nggak perlulah elo gebukin dia sampe hampir mampus gitu. Laporin ke polisi ajakan cukup." Riska melipat tangannya di depan dada.

"Gue lihat dia hampir memperkosa Dinda, Ris. Mana ada cowok yang nggak marah saat ceweknya digituin." Erza bersandar pada dinding.

"Ya tapi elo mesti ngempetlah!! Elo kan publik figur, elo mesti jaga kelakuanlah. Elo kentut aja masuk TV kales."

"Kyahahaha.. kentut Erza terlalu bau ya Babe?" Uno tertawa lepas.

"Nggak lucu.." Riska menahan ketawanya, supaya tetap terlihat galak.

"Kentut gue bau wangi tau, kentut orang tamvan gitu loh!!" Erza membanggakan diri.

"Mau tamvan kek,, mau syantik kek,, yang namanya kentut, ya, tetep aja bau, bau kepret!!" Riska meninggalkan kedua pria di sampingnya yang masih tertawa ngakak.

"Jatah dia kurang kali Sob. Marah mulu." Erza menepuk pundak Uno.

"PMS kali, biasanya kurang jatah juga nggak galak kok." jawab Uno.

"Gue cabut, ya, Sob. Rindu pacar." Erza menyalami Uno dengan salam khas mereka.

"Mo minta jatah?" ledek Uno.

"Iye, doain, ya, kagak PMS kaya bini loe.." bales Erza.

"Dasar bau kepret!!"

"Gyahahaha." Erza tertawa dan meninggalkan Uno.

•••DINDA•••

"Ayuk sayang."

"Elo gila, Za." Dinda memprotes permintaan Erza.

"Hla gue gabut. Hujannya deres banget, nggak bisa kemana-mana juga."

"Tapi nggak di dalam mobil juga kali.." Dinda menolak ajakan Erza.

"Hehehe.. kan pengalaman baru." goda Erza.

"Nggak mau. Malu tahu." tolak Dinda lagi.

"Sekali-sekali be wild, Babe." Erza mencium bibir Dinda.

Dinda tak kuasa menolaknya, ia menikmati ciuman Erza. Erza melumat dengan cepat dan rakus bibir kekasihnya.

"Gimana ciuman gue?" Erza menghentikan ciumannya saat geli melihat Dinda yang kehabisan nafas.

"Ih..jangan godain terus donk." Dinda tersipu malu.

"Ayo pindah ke belakang." Erza melompat ke bangku belakang mobilnya. Dinda hanya bisa bergeleng melihat kelakuan Erza.

"Ayuk, Babe."

"Iya iya." Dinda meloncat ke belakang, Erza membantunya.

Sebenarnya mereka ingin menghabiskan waktu pergi ke luar kota, tapi di tengah jalan hujan deras mengguyur. Erza menghentikan laju kendaraannya di sebuah rest area tol, menunggu hujan terang. Area parkir terlihat sangat sepi karena saat ini memang bukan hari libur.

"Sini gue cium." Erza menarik tubuh Dinda mendekat, memberikan serangan-serangan lembut di area sensitifnya.

Dinda menahan suara dan desahannya, sedikit malu dengan situasinya. Baru kali ini Erza mengajaknya melakukan hal seperti ini di dalam mobil.

"Gue masuk, ya, Din." bisik Erza, Dinda hanya bisa mengangguk.

"Ach.." Dinda tak bisa menahan desahannya saat Erza menghentakkan pinggulnya pelan.

Air hujan turun dengan deras mengguyur mobil Erza. Suaranya menutupi suara desahan dan teriakan Dinda. Hangatnya peluh dan nafas mereka membuat kaca mobilnya mengembun. Erza menikmati persatuan mereka dan mendekap erat tubuh Dinda.

"Gimana? Asikkan, Babe." bisik Erza.

"Paan sih, Za?!" Dinda berpaling sangking malunya, nafasnya masih menderu karena capek.

"Hahahaha.. sini, Babe." Erza menarik dan memangku Dinda. Ia menyisir rambut Dinda ke belakang telinga.

"Loe cantik banget sayang." Erza merebahkan kepalanya di dada Dinda. Dinda tersenyum dan mengelus rambut Erza.

Triiing..

Ponsel Erza berbunyi.

"Ih Siapa sih nganggun aja." Erza sebal, ia mencari ponselnya di bawah kursi. Dinda memindahkan tubuhnya ke samping Erza.

"Halo.."

"Za, urgent!! Loe mesti buka internet sekarang. Beritanya viral banget..!" suara Baim memenuhi speaker ponsel Erza.

"Kenapa sih?" Erza penasaran dan menutup telfonnya untuk melihat berita.

Erza terbelalak kaget, melihat foto-foto Dinda dan Satrio saat di masa lalu. Di atas foto itu ada sebuah judul headline yang mengusik tentang Dinda, Erza dan Satrio.

DINDA PLAYING VICTIM?

CINTA SEGI TIGA ERZA?

Dinda melirik sekilas ke arah layar ponsel Erza. Tangan mungil Dinda menutup mulutnya tak percaya. Erza memandang wajah Dinda begitu pula Dinda.

"Za..itu.." Dinda terbata, ia hampir menangis.

"Tenang aja. Ini pasti cuma kesalah pahaman." Erza memeluk tubuh Dinda.

Dinda terisak pelan.. menangisi nasibnya yang terus terikat oleh masa lalunya yang kelam.

•••DINDA•••

Hallo..

Terimakasih sudah membaca

Terus dukung kisah cinta Erza dan Dinda ya.

Jangan lupa Like, Comment dan fav ya

Love you readers.^^

❤️❤️❤️