DINDA - S2
BAB 33. Orang Tua Erza.
"Good morning, Babe." Erza mencium pundak Dinda. Tangannya memeluk pinggang Dinda dari belakang.
"Morning.." Dinda tersenyum dan berbalik memandang Erza.
"Pagi-pagi sudah lihat pemandangan indah." goda Erza.
"Apaan sih?" Dinda menarik selimutnya ke atas, wajahnya memerah.
"Ayuk lagi."
"Nggak mau. Belum mandi." tolak Dinda.
"Beneran nggak mau?" Erza mengencangkan pelukkannya, hidung dan dahi mereka bertemu.
"Kemarin siapa ya yang teriak-teriak?" Erza melirik ke arah Dinda.
"Jangan menggodaku." Dinda tersenyum masam. Ia mencubit perut Erza.
"Aduh..aduh.." Erza meringis geli.
"Aku bikinin sarapan dulu." Dinda hendak bangkit, tapi Erza menariknya. Dinda kembali rebah di atas tubuh Erza.
Erza Mencium bibir Dinda lembut, lama-lama menjadi semakin cepat dan menggebu-gebu.. Dinda kembali menikmati rasa manis yang memenuhi indra pengecapnya. Erza menarik Dinda dan memeluknya semakin erat.
"Nggak mau pisah.. tanpamu aku ambyar.." Erza terkikih.
"Dasar.." Dinda tersenyum, menaruh kepalanya di dada Erza.
"Begini aja terus, ga usah kerja, ga usah ngapa-ngapain." Erza mengelus lengan Dinda.
"Masuk angin donk!!" jawab Dinda.
Mereka menghabiskan waktu pagi yang indah ini dengan kembali bercinta.
•••DINDA•••
.
.
.
Satu bulan kemudian..
Tour ABU selesai lebih cepat dari yang mereka perkirakan. Berita-berita seputar Erza di kantor polisi menjadi penyebab utama cepatnya tour ABU selesai. Erza juga telah berjanji untuk mengenalkan Dinda pada kedua orang tuanya setelah tournya selesai.
"Kenalin Pak, Bu. Ini Dinda, pacar Erza." Erza memperkenalkan Dinda pada ke dua orang tuanya.
Kedua orang tua Erza saling berpandangan. Baru kali ini Erza mengenalkan pacarnya secara resmi. Waktu kecil Erza memang sering membawa pulang teman wanita, tapi tak pernah sampai memperkenalkan mereka sebagai pacar.
"Nama saya Dinda, Pak, Bu." Dinda mengangguk dan memberikan seulas senyum.
"Mari masuk, duduk dulu."
Erza menggandeng Dinda masuk ke dalam rumah. Rumah mungil itu tertata dengan rapi dan bersih. Banyak pot-pot bunga dan tanaman menghiasi pekarangan depan rumah. Membuat suasanya menjadi teduh dan asri.
"Dinda tinggal di mana? Kerja apa?" senyuman Ayah Erza mengembang.
"Dinda nggak kerja, Pak. Tinggal di Jakbar."
"Kenapa nggak kerja? Masih kuliah, ya? Orang tua kamu kerja apa?" lanjut Ibu Erza.
"Saya sudah nggak punya orang tua, Bu. Saya..." Dinda menggenggam erat kedua tangannya, bingung bagaimana cara menjawab pertanyaan kedua orang tua Erza.
"Dinda mengambil kursus aja kok, Bu." jawab Erza.
"Kalian kenal di mana?"
"Di SMA." Erza berbohong.
"Ow gitu."
Dinda hanya diam dan menunduk. Ia begitu merasa malu dan minder. Pertanyaan-pertanyaan yang membuat hatinya gundah benar-benar keluar dari mulut kedua orang tua Erza.
"Ibu bikinin teh dulu."
"Nggak usah repot-repot, Bu." Dinda bangkit, ia menyusul Ibu Erza dan membantunya membuat teh.
"Kau cekatan sekali?" senyum Ibu Erza.
"Bukan apa-apa, Bu." Dinda ikut membalas senyumannya.
"Kenapa tidak kuliah? Kan sayang."
"Tidak ada biaya, Bu." Dinda mengaduk cangkir teh terakhir.
"Apa kamu juga wanita yang membut Erza sedih 4 tahun lalu? Juga yang sering masuk infotainmen belakangan ini?" tanyanya to the point.
Dinda diam sesaat, "Maaf, Bu. Tapi Dinda benar-benar tulus mencintai Erza."
"Karir Erza baru saja menanjak, Erza merintisnya juga tidak dengan jalan yang mudah Dinda. Jadi saya harap kamu nggak merusak karir yang susah payah di bangun oleh Erza." Ibu Erza meninggalkan Dinda di dapur.
Dinda berdiri, masih terdiam, hatinya merasa calon mertuanya ini sedikit menolaknya. Dinda merasa sangat takut tapi tetap mencoba untuk tegar.
"Ngapain bengong Babe?" Erza mengagetkan lamunan Dinda. Kini mereka sedang dalam perjalanan pulang ke apartemen.
"Nggak pa-pa, Za." jawab Dinda. Matanya masih menerawang jauh keluar jendela.
"Jangan bohong deh."
"Kelihatan, ya?" senyum Dinda.
"Iya. Kenapa sih? Ortu ngomong apa aja sama loe?" Erza berhenti di depan lampu merah.
"Kelihatannya ortu loe nggak suka sama gue, Za." Dinda menoleh pada Erza.
"Perasaan loe aja kali, Din." jawab Erza.
"Iya, gue harap juga cuma perasaan gue aja." Dinda menghela nafas.
"Kan udah pernah gue bilang, Din. Kalau ntar Ibu Ayah nolak. Kita tinggal bikin cucu buat mereka." goda Erza.
"Ih..ngomongin itulagi." Dinda menepuk pelan pipi Erza.
"Habis ini kita bikin yuk." Erza tambah menggoda Dinda. Wajahnya memerah mendengar godaan Erza.
"Nggak mau."
"Mau.."
"Nggak.."
"Mau.."
Erza mencubit hidung Dinda dan mengecup bibirnya pelan.
•••DINDA•••
"Bagaimana kabarmu, Pah?" Vania menghampiri ruang besuk di mabespolri.
"Bebaskan aku Vania." Satrio berkata pada Vania. Pipinya mulai kendur, dan wajahnya kusut.
"Kau keterlaluan. Bagaimana bisa kau ingin memperkosa seorang gadis..?" Vania menahan emosinya, hatinya iba melihat tubuh ayahnya yang kurus dan kumal.
"Dinda bukan gadis, dia pelacur!" Wajah Satrio terlihat emosi, mengingat perlakuan Erza padanya.
"Dinda???? Papa masih berhubungan dengan wanita itu?" Vania bergeleng tak percaya.
"Maafin papa Vania. Papa tahu papa salah sudah termakan omongan wanita jalang itu." Satrio berkata dengan lebih lembut.
"Tolong bebaskan papa. Papa sudah tidak tahan lagi." Satrio mengelus punggung tangan Vania.
"Iya Pa. Tapi papa janji harus melupakan Dinda dan berbaikan dengan mama lagi." Pinta Vania.
"Tentu sayang, tentu. Papa akan bersujud bila perlu." Senyum Satrio senang.
"Baiklah, besok Vania akan minta mama untuk menebus papa." Ucap Vania.
"Jam besuk habis." Seorang polisi masuk dan memisahkan Satrio dengan putrinya.
"Oke Pa. See you soon. Papa pasti segera bebas." Vania menangis saat papanya di giring masuk kembali ke dalam kamar pesakitan.
Vania menggenggam tangannya dengan emosi yang membara. Ternyata Dinda masih hidup dengan nyaman dalam pelukan Erza. Vania menghela nafas panjang untuk menenangkan pikirannya yang kalud. Beberapa saat kemudian ia memberikan panggilan.
"Halo Ma. Iya papa baik-baik saja." Vania menggenggam ponselnya di telinga dan bersender pada dinding koridor.
"Foto-foto dulu masih ada Ma? Vania punya ide." Vania tersenyum simpul. Ia punya rencana untuk kembali menghancurkan kehidupan Dinda.
"Kita lihat aja Din. Sampai kapan elo bisa bahagia..?" Vania mematikan ponselnya dan berjalan keluar LP.
•••DINDA•••
Hallo gaes..
Jangan lupa like dan comment ya..
Klik fav jg
Makasih bnyak sudah kasih dukungan dan suport untuk kisah Erza dan Dinda
❤️❤️❤️❤️❤️