Hari menjelang sore hari, Zerfist menatap kepergian Ivy yang menggunakan mobil sport milik adik gadisnya itu lewat kamera cctv yang terhubung di laptop miliknya. Zerfist tersenyum miring saat membayangkan apa yang baru saja ia lakukan bersama gadis yang ia cintai itu. Ia tidak sabar untuk pulang ke rumah dan mendapatkan tubuh Ivy kembali di bawah kuasanya.
Tidak lama setelah itu terdengar suara ponsel miliknya berdering di atas meja, dengan malas Zerfist mengangkat sambungan telepon itu dan menjawabnya.
"Kuharap ini berita penting, jika tidak kupastikan kepalamu sudah menjadi pajangan di salah satu koleksi pribadiku," jawab Zerfist dengan penuh ancaman.
"Ma-maafkan saya, Tuan. Tapi ini berita penting, Nona Ivy mengalami kecelakaan. Sebuah mobil menghantam mobil Nona Ivy hingga menabrak tiang," jawab orang di seberang.
"Apa kau bilang?! Cepat kejar pengemudi itu, dapatkan orang itu hidup-hidup atau kau yang menjadi pengganti kesalahan orang itu!" jawab Zerfist dan langsung saja mematikan sambungan teleponnya, ia mencoba mengatur napasnya untuk berpikir jernih.
Zerfist kembali melihat ponselnya dan menghubungi kedua adiknya.
"Ada apa?!" jawab mereka berdua bersamaan.
"Ivy mengalami kecelakaan, Spade temui Ivy saat ini juga di Romarias Hospital. Dan kau Grim hubungi Daddy sekarang juga. Aku memiliki sedikit urusan dan akan kembali ke mansion 1 jam lagi," jawab Zerfist dengan lantang .
"Shit! Cepatlah cari pelakunya jika gagal aku yang akan menghajarmu, Zerfist!" umpat Grim yang terdengar panik dan langsung saja memutuskan sambungan teleponnya.
"Aku sedang berada di Romarias Hospital, aku akan menunggu Ivy di sini," jawab Spade dengan ketenangannya lalu memutuskan sambungan telepon.
Zerfist membuang napasnya lega, ia mengertakan giginya menahan amarahnya yang memuncak. Gadisnya, gadis yang dicintainya dicelakai sedemikian rupa. Bahkan di benaknya saja untuk mencelakai adiknya lagi benar-benar hilang, dan saat ini gadisnya dicelakai oleh orang lain membuatnya terbakar amarah. Tetapi, sayangnya ia tidak bisa seperti Grim yang mudah mengeluarkan ekspresi.
Di sisi lain Grim mencoba menghubungi ayahnya yang tidak tinggal di mansion yang mereka tempati saat ini. Beberapa kali mencoba sayangnya ayah sialannya itu tidak mengangkat telepon miliknya.
"Apa kau merindukanku, Grim?" tanya suara seorang pria paruh baya yang masih terlihat tampan di usianya yang sudah lebih setengah abad itu.
"Daddy! ya Tuhan, aku menghubungimu sejak tadi!" jawab Grim yang kini histeris.
"Hey, tenangkan dirimu, Mommy-mu bisa terserang penyakit jantung jika kau berteriak histeris seperti wanita," jawab Alexander setengah tertawa dan Rosaline yang kini hanya menggelengkan kepalanya.
"Dad, Ivy saat ini mengalami kecelakaan dan aku tidak berniat membalas celotehanmu!" jawab Grim yang saat ini seperti orang gila.
"Apa kau bilang?" Kini terlihat jelas raut wajah Alexander dan Rosaline yang memucat.
"Alex, Ivy tidak akan memberitahukan kita tentang keadaannya saat ini. Kita harus langsung menemuinya," ucap Rosaline yang terlihat panik.
"Tenangkan dirimu, Rosaline. Kita akan menemuinya setelah mendengar penjelasan dari Grim, okey?" Alexander mencoba menenangkan dan Rosaline hanya mengangguk meski wajahnya masih terlihat panik.
"Ceritakan apa yang terjadi, Grim," ucap Alexander kini dengan wajah dinginnya.
Di sisi lain, Spade yang kini sudah mendengar jika ada korban kecelakaan langsung saja bergegas ke arah ruang UGD. Terlihat jelas dari luar ruangan Ivy sedang diobati oleh seorang dokter dan para perawat. Setelah Dokter itu keluar Spade ingin langsung memasuki ruang UGD itu tetapi langkahnya terhenti saat mendengar percakapan Ivy dengan para perawat.
"Nona, apa anda memiliki keluarga? Biar kami sampaikan jika anda terkena sebuah insiden kecelakaan," ucap salah satu perawat.
"Tidak perlu, ini hanya luka ringan. Dan bisakah aku pulang saat ini juga?" jawab Ivy.
"Maaf, Nona, Anda sebaiknya beristirahat untuk beberapa hari di sini. Kami juga harus mengecek luka di kepala Anda. Akan sangat berbahaya jika Anda mengabaikannya," jawab suster lainnya.
"Baiklah, pindahkan aku ke kamar VVIP," jawab Ivy sedikit lemah.
"Saya akan menyiapkan kamar untuk anda, Nona Verleon," kata salah satu suster lalu membuka pintu ruangan UGD tersebut.
Spade melangkah mendekati salah satu suster itu tanpa melihat seorang lelaki memasuki ruang UGD tersebut.
"Nona," panggil Spade sehingga membuat salah satu perawat itu berbalik dan menatap terkejut ke arah Spade.
"Tu-tuan Spade," jawab perawat itu gugup.
"Jangan katakan aku berada di sini, masukkan adikku ke kamar VVIP yang paling mewah, aku tidak mau tahu kau harus mengurusnya," ucap Spade dengan wajah datar.
"Ba-baiklah, Tuan. Saya permisi," jawab perawat itu sedikit terlihat ketakutan.
Spade langsung saja berjalan memasuki lift dan menekan tombol untuk ruangan VVIP yang ia pesan, dilihatnya cukup aman sepanjang koridor lantai itu membuatnya bisa bernapas lega. Dilihatnya pintu lift terbuka dan beberapa perawat mendorong ranjang rumah sakit yang terlihat Ivy berbaring lemah di atasnya.
Dengan sigap Spade membuka buka buku yang ia bawa sejak tadi lalu berpura-pura membacanya sambil melewati Ivy. Spade melihat Ivy yang membuang muka saat melihat dirinya sedang membaca buku saat berjalan. Setelah melewati Ivy, Spade berhenti lalu menatap nanar ke arah Ivy yang masuk ke dalam satu ruangan rawat inap.
Diambilnya ponsel miliknya dari dalam saku celananya lalu mendial nomor yang tertera di ponsel miliknya.
"Spade, bagaimana keadaan Ivy?" tanya Grim begitu kakak sialannya itu mengangkat sambungan teleponnya.
"Dia baik-baik saja akan tetapi harus dirawat untuk beberapa hari, Ivy terluka di bagian kepala dan tangan kanannya," jawab Spade datar meski hatinya ingin memaki lelaki di seberang sana, tetapi itu bukanlah gayanya.
"Apa kau sudah berbicara padanya?" tanya Grim.
"Tidak, ia bahkan menolak untuk menghubungi keluarganya saat salah satu perawat menawarkan untuk menghubungi kita," jawab Spade yang kini ia ingin memaki adik sialan yang sayangnya sangat cantik dan sexy di matanya.
"Anak itu benar-benar, kita langsung saja menemuinya."
"Tunggu, sebaiknya jangan. Aku memang tidak tahu apa alasan gadis itu merahasiakan keadaannya. Sebaiknya kita bertanya pada Mommy terlebih dahulu," jawab Spade yang masih dengan ketenangannya meski dirinya saat ini ia ingin masuk ke kamar Ivy.
"Baiklah, Zerfist sudah kembali, kau tunggulah di sana," jawab Grim dan langsung saja mematikan sambungan teleponnya.
Spade memasukkan ponsel miliknya dan memilih duduk di tempat duduk di koridor rumah sakit itu sambil membaca buku yang ada di tangannya. Zerfist kembali ke mansion dengan raut wajah menyeramkan, sorotnya memandang keji tiap pelayan yang tidak sengaja bertemu dengannya. Zerfist melangkah dengan pasti dan memasuki ruang keluarga dan ia mendapati keluarganya berkumpul kecuali Ivy dan Spade.
"Tanyakan pertanyaan yang ada di benak kalian nanti, aku ingin menghubungi Ivy terlebih dahulu untuk memastikan sesuatu," ucap Zerfist begitu saja saat Grim ingin bertanya pada kakaknya itu. Zerfist mulai menghubungi ponsel milik gadis yang ia cintai itu.
"Ya," Suara merdu itu terdengar membelai telinga Zerfist.
"Di mana kau? Aku baru saja kembali dan kau tidak ada di rumah," jawab Zerfist menahan gelora amarahnya.
"Apa kau lupa jika kau memberikanku hadiah liburan selama 10 hari? Jadi aku ambil hadiahku saat ini juga, tidak masalah bukan?" jawab Ivy terdengar acuh.
"Kembali sekarang juga atau aku akan mencarimu ke ujung dunia sekalipun!" jawab Zerfist tegas, ia sangat tahu kondisi Ivy saat ini dan mengapa gadis itu harus membohongi dirinya.
"Zerfist! Aku sedang berlibur dan berhentilah menggangguku selama 10 hari ke depan, jika kau mencariku akan kupatahkan kedua kaki dan tanganmu!" Terdengar bentakan dari seberang.
"Ivy, aku tidak peduli saat ini juga kau harus kembali!" jawab Zerfist semakin mendingin.
"Kumohon," jawab Ivy terdengar lemah.
"Kumohon, aku akan kembali setelah aku bosan. Bisakah aku menyendiri? Aku membutuhkan waktu privasiku sendiri, Kakak," lanjut gadis itu dan hening, Zerfist meloudspeaker ponsel miliknya agar semua keluarga mengetahuinya.
"Apa kau baik-baik saja, Ivy?" Zerfist memancing kejujuran Ivy.
"Tentu saja aku baik-baik saja, kumohon, Zerfist, sebelum aku–"
"Kumohon jangan berbuat yang tidak-tidak, aku tidak ingin ada luka sayatan di pergelangan tanganmu atau bekas luka tercekik di lehermu lagi saat kau kembali," potong Zerfist kini dengan nada khawatir.
"Baiklah aku berjanji, jadi jangan menggangguku. Dan katakan itu pada Grim dan Spade, aku tidak ingin mereka mencariku," jawab Ivy, Alexander memberikan isyarat pada Zerfist untuk mematikan sambungan telepon miliknya, Zerfist mengangguk lalu menjawab.
"Baiklah, selamat beristirahat," jawab Zerfist dan langsung saja mematikan sambungan telepon itu.
Alexander mengambil ponselnya di saku celananya lalu mendial salah satu nomor dan meloudspeaker ponsel miliknya.
"Ada apa lagi, Zerfist?" jawab Ivy terdengar kesal.
"Ivy, ini Daddymu, Nak." jawab Alexander sedikit terkekeh.
"Da-Daddy, aku pikir Zerfist yang meneleponku," jawab Ivy terdengar gugup.
"Zerfist memberitahuku jika kau ingin berlibur beberapa hari, mengapa tidak menghubungiku?"
"Apa Daddy dan Mommy sedang berkunjung ke mansion?" jawab Ivy tanpa menjawab pertanyaan Alexander.
"Ya, karena itu Zerfist menghubungimu dan Daddy diberitahu jika kau sedang berlibur."
"Apa Daddy ingin aku pulang saat ini juga?"
"Tidak, kau beristirahatlah dan jangan memikirkan hal lain. Bersenang-senanglah," jawab Alexander yang paham mana mungkin putrinya itu akan pulang saat itu juga.
"Ya, terima kasih, Daddy," jawab Ivy terdengar menghela napas dan sambungan telepon itu terputus.
Mereka kembali terdiam, Rosaline hanya menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Ia tidak menyangka putrinya akan kembali menutupi keadaan terburuknya dari keluarganya.
"Mom, bisa jelaskan mengapa Ivy tidak ingin kami mengetahui keadaannya?" tanya Zerfist, Rosaline mengangkat wajahnya lalu menatap nanar ke arah Zerfist.
"Kalian tidak akan mempercayai perkataanku."