Chereads / Brothers Conflict - About Us / Chapter 10 - Chapter 9

Chapter 10 - Chapter 9

Kehidupan Verleon bersaudara kali ini lebih sulit daripada sebelumnya. Semenjak kedatangan Trace, ketiga pria tampan penyandang nama Verleon itu sangat sulit mendekati sang adik dalam batas yang tidak wajar. Kali ini mereka sulit bercinta dengan sang adik karena Trace yag selalu siap berada di sisi Ivy. Bahkan Ivy sudah tidak memberikan mereka hukuman-hukuman yang dapat memuaskan hasrat mereka.

Hari ini adalah hari minggu dimana semua penghuni mansion berkumpul. Tentang kejadian kecelakaan Ivy, kali ini Ivy bertindak terlebih dahulu. Sedangkan Zerfist butuh waktu untuk mendapatkan bukti-bukti yang akurat tentang kecelakaan yang terjadi meski sudah mendapatkan tersangkanya.

"Trace, kau sudah mendapatkan informasi dari pria yang menabrakku, bukan?" tanya Ivy yang kini sedang duduk menikmati teh buatan Trace di balkon kamarnya.

"Sudah, Nona. Dari informasi yang kudapat, pria itu dibayar oleh seseorang dengan harga tinggi. Dan setelah kami melacaknya, orang itu hanya merupakan suruhan orang lainnya. Jika ditelusuri lebih dalam, maka akan cukup lama untuk menemukan penjahat yang sebenarnya," jawab Trace panjang lebar.

"Mereka cukup licik juga, tapi kau bisa melakukannya, bukan?"

"Apa pun akan saya usahakan untuk Anda," jawab Trace dan Ivy memperlihatkan senyuman manisnya.

"Cari sampai dapat! Aku ingin tahu apa alasan mereka mengincarku. Aku ragu jika mereka hanya menyerangku karena anak tiri Keluarga Verleon. Pasti ada alasan lainnya yang berhubungan dengan keluarga ini," perintah Ivy.

"Baiklah, Nona. Saya permisi, mungkin beberapa hari ke depan saya tidak akan berada di sisi Anda. Saya harap Anda tidak melakukan hal gila yang menyakiti tubuh Anda," jawab Trace lalu undur diri.

Ivy menghembuskan napasnya lega, ia tidak mungkin mencari langsung siapa yang berniat membunuhnya. Yang dihadapinya saat ini adalah orang yang pintar dan juga licik, Ivy tidak bisa meremehkan begitu saja orang itu. Meski tubuhnya kuat, bukan berarti ia tidak akan mati. Ivy bukanlah makhluk immortal yang seperti di novel-novel, ia hanya manusia biasa yang jika terkena timah panas akan mati.

Novel? Bahkan Ivy tidak pernah menyentuh buku berbau romantis atau fantasi itu. Yang ia baca selama ini adalah Kill Without Joy, buku ini ditulis oleh mantan anggota FBI bernama John Minnery, buku ini berisikan cara membunuh yang andal. Dan berbagai buku lainnya semacam itu. Kepalanya benar-benar berisikan cara-cara membunuh, strategi dan bahaya lainnya.

Dalam lamunannya, Ivy tidak sadar jika Spade sudah berada di belakangnya. Tangan kekar lelaki itu menjulur dan memeluk tubuh Ivy dari belakang. Ivy tersentak saat tangan kekar itu menyentuh tubuhnya.

"Di mana Trace?" tanya Spade di telinga Ivy.

"Sedang ada pekerjaan, untuk beberapa hari ke depan ia tidak akan mengawalku," jawab Ivy mencoba menetralkan detak jantungnya.

"Hmmm ... kalau begitu ini hari yang pas, Grim sedang ada pekerjaan di kampus dan Zerfist sedang keluar kota," ucap Spade sambil menciumi leher jenjang Ivy.

"Apa maumu?" tanya Ivy seperti biasa dingin tak tersentuh.

"Bersenang-senang," jawab Spade dan langsung saja memeras dada Ivy dengan kasar.

"Ahh ..." desahan Ivy keluar membuat lelaki itu menyeringai.

Diangkatnya tubuh Ivy untuk masuk ke dalam kamar, lalu dibaringkan tubuh Ivy dengan kasar. Spade langsung saja membuka pakaiannya dengan cepat dan menindih tubuh Ivy. Ditatapnya iris kelam Ivy dalam-dalam, dan ia tidak dapat melihat apa pun di sana.

"Bermainlah lebih kasar dari yang biasanya," bisik Spade di telinga Ivy.

"Itu pun jika kau bisa memuaskanku terlebih dahulu," jawab Ivy dan Spade hanya mengerucutkan bibirnya.

"Ini akan sulit." Ivy hanya membalasnya dengan senyuman.

Spade langsung saja membuka pakaian Ivy, menghisap bibir ranum milik Ivy, dengan kedua tangannya yang memeras lembut dada milik Ivy. Desahan tertahan kembali terdengar, kedua tangan Ivy dikalungkan di leher Spade. Kembali, Spade dengan lihai membuat Ivy terus mendesah kenikmatan. Untung saja kamarnya kedap suara, hingga Ivy teriak pun tidak akan ada yang mendengarnya.

Spade kembali mencoba menggoda Ivy dengan memasukkan kedua jarinya ke dalam liang milik gadisnya, dimaju mundurkan tangannya hingga terdengar sebuah irama percintaan yang panas.

"Ugh ... Spade ...," desah Ivy.

"Ya ... terus panggil namaku." Spade menyeringai sambil mempercepat pergerakan tangannya hingga gelombang itu datang.

"Spade ...," teriak Ivy sambil mencengkram tangan Spade yang masih terus saja bergerak,

Spade tidak merasa puas jika hanya sekali Ivy mendapatkan orgasmenya, Spade akan terus melakukannya hingga Ivy memintanya untuk memasukinya. 'Sial' batin Ivy, ia benar-benar sudah tidak bisa berpikir jernih. Saat ini di kepalanya hanya ingin cepat dipuaskan dengan lebih dan lebih.

"Spade ... kumohon," pinta Ivy yang sudah terlihat kelelahan karena sudah dua kali ia orgasme hanya dengan dua jari lelaki itu.

"Teruslah memohon," jawab Spade menyeringai.

Dikulumnya dada Ivy sambil terus menggerakkan tangannya maju mundur, Ivy yang merasa ingin kembali orgasme kembali berteriak agar Spade menghentikannya.

"Spade!" Spade hanya terkekeh lalu membuka kaki Ivy lebar-lebar.

Cairan putih terlihat dari liang milik Ivy, diarahkan kejantanannya pada pintu lembah kenikmatan Ivy dan sekali sentakan liang Ivy terasa penuh.

"Sial kau, Spade, kau tidak tahu betapa sakitnya jika memasukkannya dengan cara seperti itu!" bentak Ivy dan Spade hanya terkekeh sambil kembali mengulum bibir manis Ivy.

Digerakkannya perlahan pinggul Spade untuk memulai kembali percintaan yang sebenarnya. Desahan demi desahan tak luput dari pendengaran Spade, Ivy benar-benar tidak diberi istirahat hari itu. Hingga akhirnya Ivy mendapatkan kepuasannya, giliran Spade yang akan dipuaskan oleh Ivy.

Ivy mengikat kedua tangan Spade di kepala ranjang, dengan seringaian cantiknya Ivy menciumi rahang bawah Spade.

"Baiklah, kita mulai penyiksaan yang kau inginkan," ucap Ivy dengan seringaian di wajahnya.

***

Beberapa hari setelahnya Zerfist yang tengah terlelap di ranjang Ivy sama sekali tidak bergeming setelah puluhan makian terlontar dari mulut pedas Ivy. Ivy menggerutu berkali-kali setelah ia keluar kamar mandi dan masih mendapatkan Zerfist yang tidak bergerak sejak tadi.

"Zerfist, apa kau sudah mati?" tanya Ivy perlahan kembali mendekati tubuh Zerfist.

Sama sekali tidak ada pergerakan hingga akhirnya Ivy menyentuh kening Zerfist,

"Suhu tubuhmu bisa membuat sebuah telur menjadi matang dengan cepat," gumam Ivy.

Dengan cekatan Ivy membuka pakaian kerja Zerfist, diambilnya sebuah handuk kecil dan air panas yang sudah ia minta pada pelayan. Dibasuhnya tubuh kekar Zerfist dengan sabar, luka lebam di tubuh Zerfist belum juga menghilang. Teringat beberapa hari yang lalu Ivy memukul bahkan menendang tubuh Zerfist hanya untuk melatih tubuh lenturnya.

"Sepertinya aku terlalu kasar padamu," gumam Ivy, entah mengapa ia kini merasa iba saat Zerfist jatuh sakit seperti ini.

Ivy tidak mungkin pergi meninggalkan Zerfist yang sedang menurutnya sekarat saat ini, Grim dan Spade sudah diberitahu oleh pelayan jika aku harus mengurus kakak mereka. Ivy merutuki dirinya sendiri atas apa yang ia lakukan, ia sudah begitu tega memperlakukan semua kakak tirinya. Tapi itu adalah harga yang pantas untuk mereka setelah apa yang mereka lakukan padanya.

"Beritahu aku cara yang pantas untuk membalas kalian," gumam Ivy sambil mengompres kepala Zerfist.

Wajah tampannya yang kini memucat seperti orang mati, napasnya yang melambat dan panas yang bisa membuat sebuah telur menjadi matang. Apa yang sudah terjadi Ivy tidak mengetahuinya, ia hanya ingin melihat kakak tertuanya ini kembali menatap dirinya dengan tatapan memujanya.

"Cepatlah sembuh."