Setelah Zerfist sembuh total, kedua adiknya kembali dengan wajah berseri. Entah dari mana mereka berdua, tampaknya mereka baik-baik saja. Ivy yang kini tengah sarapan pagi bersama ketiga kakaknya entah mengapa menjadi lebih pendiam dari biasanya yang selalu memaki Spade sesuka hati.
"Ivy, apa makanannya tidak enak? Sejak tadi kau hanya memainkan sendokmu saja." tanya Grim yang memperhatikan Ivy sejak tadi hanya memainkan makanannya saja.
"Bukan begitu, hanya saja aku sedang memikirkan kau dan Spade yang kembali dengan selamat. Padahal kupikir kalian tengah sekarat atau lebih bagusnya jika kalian mati." jawab Ivy dengan sarkas membuat Zerfist tertawa kecil.
"Kau kejam sekali, Ivy. Kakak tercintamu yang baru sembuh itu menugaskan kami untuk mengelolah perusahaan lainnya. Bahkan kami tidak diperbolehkan pulang jika keadaan di cabang lainnya masih memburuk. Jika kau ingin mematahkan lehernya saat ini, dengan senang hati aku mendukungmu." jelas Grim panjang lebar membuat Ivy tertawa kecil, hal jarang sekali terjadi jika Ivy sedang di rumah tertawa kecil seperti itu setelah kejadian beberapa bulan yang lalu.
"Aku senang melihat senyum indahmu itu." celetuk Spade sambil tersenyum manis ke arah Ivy, gadis itu hanya menyendokkan makanannya ke dalam mulutnya mengabaikan perkataan Spade.
"Spade benar, Ivy. Tersenyumlah pada kami, tidak puaskah kau membalaskan dendammu selama ini? Bahkan aku sudah jatuh cinta padamu, adikku sendiri." timpal Grim membuat Ivy menatap sinis kakak keduanya.
"Apa kau ingin merasakan tulang rusukmu itu patah lagi?" Grim menggelengkan kepalanya dengan cepat, menolak mentah-mentah ide gila dari sang adik.
Zerfist yang hanya diam sedari tadi hanya tersenyum manis ke arah Ivy membuat Grim bergidik ngeri jika mengingat kesadisan Zerfist dulu. Zerfist selalu saja menghina Ivy bahkan tidak segan-segan menyiksa Ivy saat sedang bercinta. Meski Grim adalah seorang player, ia tidak pernah sekalipun memukul atau menampar seorang wanita apalagi seorang gadis. Memang dari ketiga bersaudara itu yang berhubungan normal hanyalah Grim, Zerfist dengan sadistictnya dan Spade yang seorang masokist.
"Ivy, hari ini kau bisa ke kantorku?" tanya Zerfist yang sedari tadi hanya diam.
"Tidak, aku memiliki janji dengan Chelsie, ia akan mengajakku untuk mencari pria-pria yang lebih tampan dari kalian." jawab Ivy sambil tersenyum miring.
"Oh, ayolah. Ini sangat penting."
"Penting untuk memuaskan kejantananmu? Apa kau ingin aku membuat milikmu tidak bisa berdiri lagi?" jawab Ivy sarkas, Zerfist hanya terkekeh lalu menegakkan tubuhnya.
"Jam 9 malam kau tidak ada di rumah, aku akan menyeret Chelsie untuk jauh darimu." ancam Zerfist lalu meninggalkan ruang makan.
"Kusarankan untuk kau menolong teman cantikmu itu." Grim bangkit lalu ikut meninggalkan ruang makan.
Kini hanya tersisa Ivy dan Spade, mereka berdua hari ini memang tidak memiliki mata kuliah. Ivy melanjutkan sarapannya yang sedikit tertunda karena perbincangan tidak penting dengan kedua kakaknya. Sedangkan Spade sudah menyelesaikan sarapannya dan memilih menunggu Ivy.
"Apa kau memiliki rencana hari ini?" tanya Ivy yang hanya sekedar basa basi.
"Membaca buku saat kau tidak di sampingku." jawab Spade datar.
"Aku akan berangkat nanti sore, usahakan Zerfist kembali pukul 12 malam."
"Aku tidak bisa melakukan itu, Ivy. Zerfist akan tetap mencarimu meskipun ia tidak di rumah. Apa kau mau terluka kembali saat bercinta dengannya?" jawab Spade mencoba menasehati adik kecilnya, Ivy menoleh ke arah Spade dan lelaki itu kembali melanjutkan kata-katanya.
"Meskipun kau membayarku dengan bercinta denganku, kau akan kehilangan teman wanitamu itu." Spade memperingati.
"Apa dari kalian berdua tidak bisa menghentikan Zerfist?" Ivy kembali menatap makanannya tidak berselera.
"Mustahil, aku pernah menghentikannya untuk tidak menyiksamu dulu. Dan dia melemparku ke dinding, apalagi saat ini ia sedang jatuh cinta padamu. Menghentikan dirinya sama saja bunuh diri." jawab Spade yang kini mengambil sebelah tangan Ivy dan menciuminya dengan lembut.
Ivy menghembuskan napasnya berat, ia lupa dengan ranjau-ranjau yang disebar Zerfist di sekitarnya. Ia harus berhati-hati jika tidak ingin tubuhnya kembali memar karena percintaan dengan Zerfist yang selalu lebih menyukai memukul, menggigit dan mengikat tubuhnya.
"Ivy ...," Spade menarik tubuh Ivy dan kini gadis itu duduk di pangkuannya.
"Aku mengerti, aku akan berhati-hati." jawab Ivy pada akhirnya, Spade tersenyum puas.
Dilumatnya bibir Ivy sekilas, ia tidak bisa bercinta di ruang terbuka seperti Grim. Spade langsung saja menggendong Ivy ke dalam kamarnya yang berada di lantai 3. Sejujurnya Ivy tidak tega terhadap Spade, gadis itu sudah pernah mematah kedua kaki lelaki itu. Bahkan Spade tidak marah ataupun membenci Ivy, Spade mengatakan maaf sekaligus mengatakan bahwa ia mencintai Ivy. Hanya Spade-lah yang terlihat bisa dipercaya daripada kedua kakaknya.
***
Setelah percintaan panas menguras tenaga, sore harinya Ivy langsung saja pergi menjalankan mobil Sport terbaru miliknya. Mobil Sport miliknya membelah jalanan padat di kota New York yang saat itu tidak terlalu macet. Dilihatnya jam di tangannya masih ada waktu lima belas menit sebelum acara dimulai.
Sesampainya Ivy di sebuah gedung di mana sebuah pesta diselenggarakan, terlihat seorang gadis cantik berambut pirang melambaikan tangannya ke arah Ivy.
"Ivy." Gadis pirang itu berlari pelan menghampiri Ivy.
"Mengapa kau sepucat itu?" tanya Ivy yang baru saja menutup keras pintu mobilnya.
"Aku tidak akan sepucat ini jika bukan tamu spesial yang datang hari ini." jawab gadis itu sambil mengatur napasnya.
"Memangnya siapa tamu spesial di pesta ini?" tanya Ivy yang merapikan pakaiannya.
"Kau akan melihatnya nanti, bahkan lelaki itu sudah mengancamku." jawab gadis itu lalu melangkah mendahului Ivy.
"Chelsie, tenangkan dirimu. Siapa yang berani mengancammu, biar aku yang mengurusnya." jawab Ivy percaya diri, Chelsie berhenti lalu menoleh kebelakang.
"Ya, memang kau yang bisa mengurusnya. By the way, kau sempurna malam ini." jawab Chelsie sambil tersenyum sumringah.
Gadis itu baru menyadari jika saat ini Ivy memakai gaun hitam panjang dengan memperlihatkan punggung mulusnya dan bagian dada yang rendah. Entah sejak kapan Ivy lebih menyukai pakaian berwarna hitam, mungkin karena Chelsie pernah mengatakan bahwa pakaian berwarna hitam akan membuat tubuh Ivy semakin sexy. Dan ucapan gadis pirang itu benar-benar kenyataan, kini Ivy terlihat sangat sexy dengan rambutnya yang digulung hingga memperlihatkan leher jenjangnya.
Untunglah Spade tidak menandai bagian leher Ivy, karena kalau Spade menandainya dengan bercak merah di lehernya sudah dipastikan Ivy tidak akan ikut pesta hari ini. Mereka berdua memasuki ballroom yang sudah hampir penuh dengan para manusia kelas atas. Semua aktivitas para tamu terhenti kala Ivy dan Chelsie memasuki ballroom. Tatapan memuja, bernafsu, terpesona, hingga tatapan iri kini terpaku pada Ivy.
Ivy memberikan senyuman manisnya pada para tamu yang kini memperhatikan kecantikan dirinya. Hingga ia menyadari sebuah tatapan tajam dan membunuh dari tengah ruangan, tubuhnya membeku saat melihat seseorang yang ia sangat kenal berdiri tegap dan kini menghampiri dirinya.
"Shit!" umpat Ivy lirih, gadis itu menoleh ke sebelah dan menatap temannya itu tajam-tajam.
"Mengapa kau tidak katakan jika ada dia di sini?" bisik Ivy membuat Chelsie memutar bola matanya jengah.
"Dia adalah tamu spesialnya, Ivy." jawab Chelsie.
"Ehem ...." Lelaki itu berdehem menginterupsi obrolan kecil Ivy dengan Chelsie.
"Tuan Zerfist, selamat malam." sapa Chelsie dengan senyum palsunya.
"Ivy, apa yang kau lakukan di sini?" tanya Zerfist tanpa menjawab sapaan Chelsie.
"Menghadiri undangan, memangnya apa lagi yang aku lakukan?" jawab Ivy yang kini jengah melihat semua orang melihat dirinya dengan kakak sulungnya.
Zerfist hanya menatap tajam pakaian yang dikenakan Ivy, lelaki itu maju selangkah lalu berbisik di telinga Ivy.
"Kau mengenai ranjauku, Sweetheart." Zerfist memperlihatkan seringaiannya yang membuat para wanita histeris.
"Sial!"