Pagi hari yang menenangkan, tidak ada suara gaduh dari anak kedua dari Keluarga Verleon seperti biasanya. Hari ini benar-benar hari yang sunyi, ketiga iblis itu tidak ada di meja makan seperti biasanya hari ini. Ivy duduk dengan santainya di kursinya, sedangkan Trace memilih duduk di seberang Ivy dengan menyeruput tehnya pagi ini.
"Di mana mereka?" tanya Ivy sambil memakan pancake madu di hadapannya.
"Mereka ditugaskan oleh Tuan Alexander untuk memperbaiki masalah di beberapa perusahaan miliknya," jawab Trace melepas keformalitasan dirinya.
"Kapan kita berangkat ke London?" tanya Ivy mengalihkan pembicaraan.
"Hari ini, 2 jam lagi kita akan berangkat menuju bandara," jawab Trace sambil melirik ipad miliknya melihat jam penerbangan mereka.
"Baiklah, persiapkan barang-barang yang aku butuhkan di sana," jawab Ivy sambil menyeruput wine di gelas miliknya.
"Terlalu pagi untuk mabuk, Nona," ujar Trace sambil merampas gelas di tangan Ivy.
"Kau menyebalkan seperti biasa, Trace," rutuk Ivy memandang tidak suka ke arah lelaki tampan miliknya.
"Itu adalah salah satu tugasku untuk membuatmu kesal, Nona Ivy," goda Trace dan mendapatkan tatapan tajam langsung dari iris hitam pekat gadis di depannya.
"Pergilah, bereskan semua barang-barangku," titah Ivy Trace hanya terkekeh lalu bangkit dari kursinya.
"Jika Anda mabuk saat di pesawat, akan kupastikan membuat tubuhmu semakin hangat," ancam Trace membuat Ivy membulatkan matanya.
"Dasar mesum!" Ivy melemparkan pisau di tangannya, dengan lihai Trace menghindar.
Pisau makan itu akhirnya menancap di dinding membuat Trace terkekeh geli.
"Akurasi dan kecepatan melemparmu kian menurun, Nona. Apa sebaiknya aku mengajarimu lebih lama lagi?" Trace kembali menggoda dan kali ini piring beserta isinya terlempar menuju Trace.
Sekali lagi Trace menghindar dengan lihainya sambil menangkap piring yang dilempar Ivy.
"Saya peringatkan untuk tidak memecahkan barang untuk kesekian kalinya, Nona Ivy. Kau membuat para pelayan kesusahan dengan tingkah kasar Anda," ucap Trace sambil meletakkan piring di tangannya di meja makan.
"Mati saja sana," umpat Ivy membuat Trace kembali terkekeh lalu pergi meninggalkan Ivy.
"Tidak adakah lelaki normal dalam hidupku?!" gumam Ivy terlihat frustrasi.
Dua jam kemudian, Trace dan Ivy kini berada di bandara Internasional John F Kennedy. Pesawat Jet pribadi milik Keluarga Verleon kini terpampang jelas di sebuah landasan. Ivy dan Trace dikawal beberapa bodyguard milik Keluarga Verleon hingga menaiki pesawat jet itu.
Ivy duduk di salah satu bangku yang tersedia sambil memandang keluar jendela. Trace pun turut duduk di salah satu bangku tak jauh dari Ivy. Ivy tidak menyangka, kepergiannya benar-benar tidak mendapat gangguan dari ketiga kakak tirinya. Dalam hati pun Ivy bertanya-tanya, apakah Alexander benar-benar mengurus ketiga putranya?
"Perjalanan akan memakan waktu kurang lebih 3 jam, dan kita akan landing di bandara Internasioanal London Heathrow," Lapor Trace, dan Ivy hanya mengangguk tanpa ingin menjawab.
"Ada apa dengan raut wajahmu itu, Ivy?" tanya Trace yang kini menatap serius ke arah sang Nona.
Ivy menoleh dan mengerjapkan matanya beberapa kali, Trace memutar bola matanya jengah. Ivy yang terlihat seperti itu menandakan, jika gadis itu tengah tidak fokus. Trace bangkit lalu duduk di sebelah Ivy.
"Jangan katakan jika kau sudah rindu dengan ketiga kakak sialanmu itu?" desis Trace.
"Tidak, bukan itu. Aku hanya memikirkan masa depanku, adakah seseorang yang normal jatuh cinta padaku?!" jawab Ivy lalu kembali menatap keluar jendela.
Trace hanya terkekeh lalu memijit keningnya perlahan, ia tidak habis pikir dengan gadis di sampingnya itu. Memilih lelaki normal, sementara dirinya selalu dikelilingi lelaki bahkan pria tampan.
"Itu tidak akan pernah terjadi, Ivy," gumam Trace sambil mengambil majalah di atas meja.
Gadis itu hanya mendengkus mendengar jawaban lelaki tampan di sampingnya. Sesampainya di bandara international London Heathrow, Ivy dan Trace bergegas turun dan memasuki sebuah mobil yang sudah disediakan untuk mereka berdua. Dalam perjalanan mereka berdua pun hanya diam tidak ada pembicaraan yang membunuh waktu. Hingga akhirnya Ivy meminta untuk berhenti di depan sebuah toko.
"Trace berhenti di sini," pinta Ivy. Trace mengangguk lalu memberhentikan mobil sedan hitam miliknya.
Dan saat Ivy berjalan menuju toko tersebut, sebuah mobil sport entah dari mana menuju ke arah Ivy. Trace yang menunggu di luar mobil dan tidak melihat apa yang akan terjadi memainkan ipad miliknya.
Tiiinnnnnn
Trace menoleh mendengar suara klakson yang semakin lama semakin terdengar, hingga kedua matanya membulat dengan apa yang ia lihat.
Braaakkk
"Ivy!!!" teriak Trace.
Dilihatnya mobil sport itu yang menabrak Ivy, seorang wanita cantik keluar dari mobil tersebut membuat Trace terperangah bahkan terpesona beberapa saat.
"Astaga!" pekik wanita cantik itu lalu langsung saja mendekati tubuh Ivy yang masih tersadar.
"Tuan, apa kau hanya akan melihatku saja? Cepat tolong gadis ini," ujar wanita itu, Trace terkesiap, dengan cepat Trace menyambar tubuh Ivy dalam gendongannya.
"Hey, aku baik-baik saja," ucap Ivy yang langsung meringis saat Trace mempererat gendongan tangannya.
"Di mana rumah sakit terdekat?" tanya Trace tajam pada wanita cantik itu.
Wanita itu tidak menjawab pertanyaan Trace, wanita itu langsung saja membuka pintu mobil sport miliknya.
"Cepat masuk, aku akan mengantarkan kalian," ucap wanita itu, Trace mengikuti perintah wanita cantik itu.
Wanita itu langsung saja masuk ke jok kemudi dan melajukan mobil itu dengan cepat.
"Aku tidak akan melepaskanmu jika Nona-ku terluka parah!"
"Namaku Alysia Savana, tenang saja aku akan bertanggung jawab," jawab wanita itu sambil fokus menyetir.
"Ya, akan kupastikan!" desis Trace.
"Ohh, ayolah. Aku hanya sedikit tertabrak, aku baik-baik saja, Trace," ucap Ivy yang menahan rasa sakit di lengan kanannya.
"Kau tertabrak, Ivy. Dan lihatlah dahimu itu, darah segar sudah turun dengan bebasnya," jawab Trace membuat Ivy menggeram marah.
"Kau pikir darahku ini orang yang sedang terjun payung, itu sama sekali tidak lucu, Trace," jawab Ivy kesal.
"Ya, aku memang tidak sedang berniat untuk melucu. Ditambah lagi wanita cantik bak bidadari yang sedang menyetir itu yang ingin membunuhmu!" jawab Trace sambil melirik Alysia.
"Hei, aku tidak bermaksud untuk membunuh Nona-mu itu, Tuan Trace. Maafkan aku, Nona. Mobilku sedikit tergelincir karena aku terlalu cepat mengemudikannya," jawab Alysia sambil sedikit melirik Ivy.
Ivy kini menatap wanita cantik itu dengan wajah paniknya. Cantik, satu kata yang pas untuk wanita yang sedang menyetir itu. Ivy tersenyum lalu terkekeh melihat raut wajah Alysia yang sedang panik tapi tetap bersikap tenang.
"Nona Alysia, itu namamu, bukan?" tanya Ivy membuat Alysia menoleh sesaat.
"Panggil aku Alysia," jawab wanita itu sambil tersenyum lembut ke arah Ivy.
"Baiklah kita sampai." Alysia memarkirkan mobil sport miliknya lalu membuka pintu Trace.
Trace berjalan dengan cepatnya menuju ruang UGD, sedangkan Alysia mengurus bagian administrasi. Setelah Trace meletakkan tubuh Ivy di ranjang rumah sakit, Trace berlalu keluar dan menunggu Ivy selesai diobati. Alysia menghampiri Trace yang tengah duduk di bangku dengan mengeratkan kedua tangannya.
"Aku minta maaf," Alysia duduk di sebelah Trace yang kini terlihat panik.
Trace hanya menghembuskan napasnya berat, kecantikan wanita di sebelahnya itu benar-benar membuat matanya silau.
"Pergilah, biar aku yang mengurus sisanya," jawab Trace sambil memalingkan wajahnya.
"Tidak sopan ketika kau berbicara dengan lawanmu dan kau mengalihkan perhatianmu," jawab Alysia membuat Trace menoleh dan menatap manik milik Alysia.
Alysia memutuskan kontak matanya ketika ponsel miliknya berdering.
"Permisi," ucap Alysia lalu bangkit dari kursinya.
Trace mengusap wajahnya kasar, jantungnya berdetak lebih cepat saat melihat manik wanita cantik itu. Trace hampir mengumpat berkali-kali jika saja Alysia tidak kembali menghampirinya.
"Ada apa denganmu?" tanya Alysia menatap aneh ke arah lelaki tampan itu.
"Bisakah kau singkirkan wajahmu yang sialannya terlalu cantik itu? Kau benar-benar mengalihkan duniaku," jawab Trace membuat Alysia terdiam beberapa saat.
Ketika sadar dengan apa yang baru dikatakan Trace, wanita cantik itu tertawa lepas membuat kecantikannya bertambah.
"Sial!" desis Trace mengalihkan wajahnya.
"Maafkan aku, tapi memang seperti inilah wajahku," jawab wanita itu sambil terkekeh.
"Apa kau sering menjual kecantikanmu untuk mendapatkan keuntungan?" tanya Trace spontan membuat Alysia menatap tajam ke arahnya.
"Kupikir kau adalah orang yang berbeda dari kebanyakan lelaki brengsek di dunia ini." jawab Alysia sarkas.
"Baiklah, jika kau menjawab dengan seperti itu, artinya kau bukanlah wanita yang menjajalkan kecantikanmu." jawab Trace tersenyum sinis.
Alysia akhirnya memilih duduk yang berjauhan dengan Trace, wanita itu lebih fokus pada ponselnya saat ini. Hingga seseorang memanggil nama Alysia dan membuat Trace menoleh.
"Alysia." Wanita itu menoleh dan melebarkan senyumnya saat melihat kekasihnya datang.
Trace membulatkan matanya saat melihat siapa lelaki yang memanggil wanita cantik di dekatnya itu.
"Kau...," Trace menatap sinis ke arah lelaki yang kini sudah berada di hadapannya.
"Trace? Apa yang kau lakukan di sini?"