Terlihat seorang lelaki tampan duduk di kursi kebesaran miliknya sambil menatap tajam keluar jendela besar yang kini ada di hadapannya. Lelaki itu kini tengah duduk di sebuah ruang kerja yang lumayan luas dengan dekorasi hitam dan putih dengan corak bergambar naga emas di langit-langit. Aura dingin nan mencekam seakan tidak pernah pudar di dalam ruangan tersebut, hanya ada satu gadis yang bisa mengubah suasana tempat itu menjadi lebih normal seperti ruangan pada umumnya. Akan tetapi, gadis itu kini telah menghilang dari hidupnya.
Sebuah ketukan pintu terdengar hingga membuyarkan lamunan lelaki tampan itu, seorang pria memasuki ruangan mencekam itu dengan raut wajah datarnya. Pria itu terlihat membawa sebuah berkas di tangan kirinya sambil mendekati meja besar sang pemilik ruangan.
"Jadi, ... apa yang kau dapat?" tanya lelaki tampan itu tanpa menoleh.
"Ada berita baik dan buruk tentang apa yang saya dapat, Tuan," jawab pria itu tanpa ekspresi.
Lelaki tampan itu hanya mengangguk sambil mengisyaratkan pria itu kembali melanjutkan perkataannya.
"Berita baiknya, saya menemukan sedikit informasi tentang Nona Ivy," lanjut pria itu membuat lelaki tampan itu membalikkan kursinya dengan seringaian di wajahnya.
"Dan berita buruknya, Nona Ivy terlibat kecelakaan dan tengah ditangani. Setelah itu keberadaan Nona Ivy kembali lenyap tanpa jejak." Lelaki tampan itu mengepalkan kedua tangannya mendengar berita buruk tentang adiknya kesayangannya.
"Siapa yang telah berani mencelakai adik kecilku?" desis lelaki tampan itu tajam.
"Alysia Savana, seorang CEO Event Organizer yang berada di London, Tuan," jawab pria itu dengan memberikan selembar foto seorang wanita cantik di atas meja.
"Wanita itu langsung saja membawa Nona Ivy ke sebuah rumah sakit terdekat, dengan pengawal Nona Ivy yang bernama Trace," lanjut pria itu.
Lelaki tampan itu terdiam sambil menatap sosok wanita cantik di dalam foto tersebut. Beberapa menit terdiam, terpesona akan kecantikan wanita itu membuat dunia lelaki tampan itu teralihkan.
"Apa yang dilakukan wanita bangsawan itu di London?" tanya Zerfist membuat pria yang diketahui bawahannya tersebut mengerutkan dahinya.
"Maksud Anda?" tanya pria itu tidak mengerti.
"Alysia Savana Talleyrand, adalah seorang putri bangsawan terkenal di Italia. Hanya segelintir orang yang mengenali wajahnya, karena wanita itu tidak suka tampil bersama kedua orang tuanya dan juga kakak tirinya di hadapan publik," jawab lelaki tampan itu sambil tersenyum sinis menatap foto di tangannya.
"Bagaimana Anda mengenalinya, Tuan Zerfist?" tanya pria itu penasaran.
"Karena aku pernah bertemu dengannya," jawab lelaki tampan itu sambil kembali membalikkan kursinya menghadap jendela.
"Kembalilah mencari Ivy," lanjut Zerfist sambil memerintahkan bawahannya itu.
"Baiklah, Tuan," jawab pria itu membungkukkan tubuhnya sedikit memberi hormat lalu berjalan keluar ruangan.
"Dunia itu begitu sempit, bukan? Alysia," gumam Zerfist sambil sedikit menyeringai, diambilnya ponsel miliknya di atas meja dan langsung saja menghubungi seseorang yang ia kenal.
Setelah sambungan telepon itu terhubung, Zerfist langsung saja menyapa seseorang di seberang sana.
"Apa kabar teman lamaku ... Lucas Heron?"
***
Di sisi lain Grim dan Spade tengah duduk di ruang kerja milik Grim yang saat ini mereka berada di kantor cabang salah satu perusahaan milik Alexander. Sementara Grim diperintahkan untuk mengurus perusahaan itu bersama dengan Spade.
"Kau menemukannya?" tanya grim pada adiknya itu.
"Tidak, mungkin Zerfist sudah menemukannya. Kau tahukan beberapa hari ini aku tidak bisa lepas dari tumpukan kertas yang membosankan itu," jawab Spade sambil membaca buku kesukaannya.
"Dalam beberapa hari ini Zerfist menjadi orang yang berbeda, dia bahkan tidak menghubungi kita," ucap Grim sambil menatap berkas di tangannya.
"Apa dia berniat mengambil Ivy untuk dirinya sendiri?" Spade langsung saja menatap tajam kakak keduanya itu.
"Jika ia berniat untuk mengambil Ivy untuk dirinya sendiri ... kita akan menyingkirkannya sebelum itu terjadi," ujar Spade sambil menutup buku di tangannya.
"Terkadang aku ingin melepaskan Ivy...," ucapan Grim menjeda kalimatnya, membuat Spade bangkit dari duduknya.
"... tapi, setelah beberapa hari tanpa gadis itu, membuatku merasa kesal. Aku merasa kehilangan sesuatu yang berharga untukku, aku ingin mendapatkannya kembali," lanjut Grim sambil menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi miliknya.
"Semakin lama rasa egois itu akan timbul, rasa egois ingin memiliki untuk diri sendiri. Itulah yang ingin kuhindari. Tetapi, sepertinya sudah terlambat," gumam Grim.
"Apa kita akan saling menyakiti setelah ini?" tanya Grim menatap Spade sendu.
"Mungkin saja, tapi Ivy akan semakin senang jika melihat kita yang seperti itu. Aku yakin satu hal," jawab Spade membalas tatapan kakak keduanya.
"Apa itu?"
"Ivy sudah berubah, ia mungkin sudah bisa melihat kita dengan kedua matanya," jawab Spade sambil menyeringai.
"Apa maksudmu?" tanya Grim tidak mengerti.
"Apa kau tidak bertanya-tanya, mengapa Ivy pergi dari kita dengan alasan berlibur dan dipisahkan oleh Daddy?" Grim mengerutkan keningnya, ia tahu adiknya itu sangat pintar dalam membaca situasi dan membaca raut wajah orang lain.
"Jangan katakan jika–"
"Ya, Ivy pergi untuk menguatkan hatinya. Hatinya yang saat ini mulai goyah dan kau lihat sendiri. Ivy bahkan sudah tidak mematahkan tulang-tulang kita. Dan kau tahu, saat bercinta denganku pun ia sudah tidak sesadis dahulu," potong Spade sambil menyeringai.
"Hahaha ... aku tidak menyangka usaha kita untuk membuatnya berubah tidaklah sia-sia," jawab Grim sambil tertawa tidak percaya dengan apa yang ia dengar.
"Bagaimana? Kau masih ingin berbagi denganku?" sindir Spade.
"Sepertinya, itu akan terjadi jika kau yang memulainya," jawab Grim sambil tersenyum sinis menatap adiknya.
"Tetapi aku belum ingin memulainya," jawab Spade membalas senyuman Grim.
"Aku akan menunggu saat-saat kau kembali terlempar ke dinding karena ulah Zerfist," jawab Grim membuat Spade terkekeh.
"Aku menikmati rasa sakit itu," jawab Spade sambil berlalu keluar ruangan Grim.
"Dia benar-benar masokis," gumam Grim sambil memutar bola matanya jengah.
Spade memasuki lift khusus untuk ruangan di puncak lantai gedung ini, hingga lift berdenting dan menampilkan ruangan miliknya. Di sana sudah berdiri seorang pria dengan setelan jas hitam yang dikenakannya.
"Bagaimana?" tanya Spade menuju kursi miliknya di balik meja kerja.
"Nona Ivy sedang berada di London, sepertinya beliau mengalami sebuah kecelakaan tetapi sudah ditangani oleh lelaki yang bernama Trace selaku tangan kanan Nona Ivy," lapor pria itu, Spade hanya mengangguk.
Semua akan aman terkendali jika lelaki yang bernama Trace itu sudah menangani kejadian itu. Spade tahu, Trace bukanlah lelaki sembarangan. Bahkan Trace bisa menyembunyikan pria yang menabrak Ivy dengan baik dari jaringan Zerfist.
"Lalu, di mana ia tinggal?" tanya Spade sambil melihat berkas-berkas yang menumpuk di atas meja.
"Kami tidak dapat melacaknya, lagi-lagi Trace menghapus jejaknya dengan baik sehingga kami tidak dapat informasi sedikit pun tentang keberadaan Nona Ivy," jawab pria itu.
"Lelaki itu benar-benar menyusahkan saja!" rutuk Spade,
Ia sudah kesal karena waktu kuliahnya kini terganggu dengan pekerjaan yang tiada hentinya dari Alexander, ditambah Trace yang menutupi keberadaan gadisnya membuat dirinya ingin sekali membunuh seseorang.
"Cari informasi sekecil apa pun itu, aku tidak ingin ia terlihat bersama dengan pria lain," titah Spade.
"Baiklah, Tuan Muda." jawab pria itu sambil berlalu meninggalkan ruangan Spade.
Spade kembali meletakkan berkas di tangannya dan memutar kursinya ke belakang sehingga ia dapat melihat pemandangan kota yang indah tersaji dari tempat duduknya.
"Aku akan terus mencarimu, Ivy."