Chereads / Brothers Conflict - About Us / Chapter 16 - Chapter 15

Chapter 16 - Chapter 15

"Apa yang kau lakukan, Zerfist?!" Alexander menatap kedua anaknya yang kini tidak memakai pakaian dan putrinya yang terikat.

"Zerfist ...." Alexander kembali memanggil Zerfist yang hanya bisa membeku di tempatnya sambil memeluk tubuh Ivy.

Tanpa banyak kata lagi, Alexander berjalan ke arah lemari pakaian setelah itu mengambil sebuah selimut. Dihampirinya kedua makhluk yang masih berpelukan itu, sejenak lelaki paruh baya itu berhenti lalu mencari sesuatu di dalam laci yang berada di samping ranjang. Diambilnya sebuah gunting.

"Lepaskan Ivy." perintah Alexander, Zerfist dengan tangan sedikit gemetar melepaskan dekapannya.

Alexander tidak membuang waktu, lelaki paruh baya itu langsung saja menggunting tali yang mengikat Ivy. Setelah merasa terlepas semua Alexander menutupi tubuh Ivy dengan selimut yang tadi ia ambil. Ivy hanya bisa terdiam dengan tubuh yang menegang, Digendongnya tubuh Ivy oleh Alexander.

"Kita harus bicara nanti, di bawah ada tamu yang harus kau temui." ucap Alexander dingin lalu beranjak keluar kamar.

"Dad," panggil Zerfist lemah, lelaki paruh baya itu berhenti melangkah tanpa menoleh.

"Maafkan aku," ucap Zerfist dengan tangan yang memijit keningnya, Alexander menghembuskan napasnya berat.

"Minta maaflah pada adikmu ini." jawab Alexander lalu melangkahkan kembali kakinya menuju kamar Ivy.

Zerfist mengepalkan kedua tangannya, merutuki kebodohannya yang telah lalai mengunci kamarnya. Bagaimana jika ia harus menjauhi gadis tercintanya itu? Ia tidak akan pernah sanggup jauh dari Ivy. Zerfist terus merutuki kelalaian yang ia lakukan, hingga sebuah ketukan pintu terdengar.

"Zerfist, ini aku." Terdengar suara seorang lelaki yang ia kenal.

"Masuklah." jawab Zerfist yang langsung saja memakai pakaiannya dengan cepat.

Lelaki itu membuka pintu di hadapannya dan melihat Zerfist yang biasanya rapi dan mencintai kesempurnaan kini terlihat kusut sekali. Zerfist melihat adiknya kini yang menatap dirinya prihatin.

"Hari ini akan menjadi hari yang sangat buruk." Zerfist tertawa mendengar perkataan adiknya.

"Kau tahu siapa tamu kita, Grim?" tanya Zerfist yang kini memilih berdiri menatap keluar jendela.

"Seseorang yang ingin bertunangan denganmu." Zerfist membeku, kedua tangannya yang dimasukkan ke dalam saku celananya itu perlahan ia keluarkan.

"Siapa yang lancang sekali ingin bertunangan denganku?" tanya Zerfist seketika aura ruangan itu menjadi mencekam.

Grim menelan salivanya dengan susah payah, "Keluarga Houtson, salah satu rekan kerja Daddy, kupikir Daddy akan–"

"Baiklah, kau keluar sekarang aku ingin bersiap-siap." potong Zerfist yang langsung saja masuk ke dalam kamar mandi.

Grim menghembuskan napasnya lega, ia takut akan menjadi sasaran dari kekesalan sang kakak. Jika dibanding dengan Ivy, Grim lebih takut dengan adik tirinya itu. Grim melangkahkan kedua kakinya keluar kamar.

Di kamar Ivy, Alexander menatap prihatin putrinya. Pria paruh baya itu mendudukan Ivy yang kini hanya diam duduk di atas ranjang. Alexander berjongkok di depan Ivy lalu menundukkan kepalanya merasa bersalah pada putri tirinya itu.

"Maafkan aku." ucap Alexander lirih.

"Kau memang lebih baik dari ayah kandungku," Ivy membuka suara, "Tetapi kau jauh lebih bajingan dari ayahku." lanjut Ivy membuat Alexander membulatkan matanya.

"Aku tahu sampai kapanpun kau tidak akan pernah memaafkanku, tapi ingatlah keadaan Rosaline saat ini, Ivy." jawab Alexander lalu bangkit tidak lupa mengecup kening Ivy sebelum pria paruh baya itu pergi.

Ivy menghembuskan napasnya berat, ia tahu ke depannya akan lebih sulit daripada saat ini. Hidup yang menurut orang akan sangat bahagia bisa bercinta dengan pria tampan dan kaya, tetapi tidak dengan Ivy. Bukan karena harga dirinya tinggi, tetapi ia memiliki alasan lain mengikuti semua permainan yang telah disajikan saat ini.

Ivy memutuskan untuk membersihkan tubuhnya dan menenangkan pikirannya lagi, sebelum itu Ivy mengambil ponselnya yang ada di atas nakas entah mengapa benda persegi panjang itu ada di atas nakasnya. Gadis itu mendial salah satu nomor dengan cepat.

"Selamat siang, Nona." sapa lelaki di seberang.

"Trace ...," jawab Ivy lirih.

"Nona, Anda baik-baik saja?" terdengar Trace mengkhawatirkan sang Nona di seberang.

"Bantu aku untuk pergi beberapa minggu, aku butuh hiburan." jawab Ivy.

"Baiklah, Nona. Pekerjaan yang Anda berikan belum membuahkan hasil, tetapi saya akan mengerahkan beberapa orang kepercayaan saya. Besok siang saya sudah kembali. Selamat siang, Nona." Trace langsung saja memutuskan teleponnya, Ivy mendengkus kasar ketika telepon itu tiba-tiba mati.

Dengan malas Ivy berjalan ke arah kamar mandi dengan wajah kusut dan tidak memakai sehelai benang pun di tubuhnya. Ivy menyalakan air hangat yang kini mengguyur seluruh tubuhnya. Hening hingga suara ketukan pintu terdengar, Ivy mendesah kasar ia mempercepat mandinya lalu keluar kamar dan mendapatkan wanita paruh baya yang sangat ia sayangi itu.

"Maafkan Mommy, Ivy."

***

Di ruang tamu kini telah berkumpul para lelaki dari keluarga Verleon dan juga ketiga orang tamu yang tidak diundang, keluarga Houtson. Entah mengapa suasana menjadi tegang karena kedatangan Zerfist yang baru saja memasuki ruang tamu beberapa menit lalu.

Dilihatnya keluarga Houtson dengan membawa seorang wanita cantik yang kemarin malam bertemu dirinya. Zerfist duduk di antara Grim dan Spade yang menatap datar ke arah keluarga Houtson.

"Jadi, ada apa keluarga Houtson yang terhormat seperti kalian datang ke mansion kecil keluarga Verleon?" tanya Zerfist memecahkan keheningan.

"Kami berpikir untuk menjodohkanmu dengan putri kami, Clara Houtson. Semua ini tidak hanya menguntungkan perusahaan kita yang bisa menjadi satu, dan juga karena aku dan Ayahmu adalah teman sejak kuliah. Setidaknya kami bisa bersaudara setelah kalian menikah nanti." jawab Tuan Houtson dengan senyuman permohonan di wajahnya.

Zerfist terdiam terlihat tampak berpikir. Sedangkan Alexander yang melihat gelagat Zerfist memilih berbicara terlebih dahulu.

"Bagaimana, Zerfist? Daddy yakin kau memiliki jawaban terbaikmu." pancing Alexander, Zerfist terkekeh lalu menatap wanita cantik yang kini di hadapannya.

Senyumannya merekah bagai menemukan seorang bidadari di hadapannya. Clara yang melihat Zerfist tersenyum ke arahnya merasa menang di atas angin. Ia sangat yakin lelaki tampan di hadapannya saat ini akan menerima pertunangan itu dengannya, karena melihat dari raut wajah Zerfist yang jarang tersenyum itu kini tersenyum lebar menatapnya.

"Alexander, apa kau perlu persetujuan anakmu yang tampan ini? Sepertinya tidak perlu, bukan?" ucap Tuan Houtson membuat Zerfist menghentikan senyum di wajahnya.

"Semua keputusan berada di tangannya, aku tidak ingin mencampuri urusannya. Dia sudah cukup dewasa memilih yang terbaik." jawab Alexander dan mendapat anggukan antusias dari Tuan Houtson.

"Sangat menarik." Zerfist tertawa hambar membuat Grim dan Spade merinding.

Kedua adiknya memilih sedikit menjauh dari kakak tertua mereka, bisa saja setelah ini Zerfist mengamuk. Bukan hanya itu, apa pun yang di dekatnya pasti akan menjadi incaran lemparannya.

"Jadi, apakah kau ma–"

"Tentu saja aku menolaknya." potong Zerfist yang kini kembali ke wajah dinginnya.

"A-apa kau bilang?" tanya Tuan Houtson menatap tidak percaya.

"Aku menolaknya. Jika aku akan bertunangan, itu pun hanya dengan Ivy. Aku hanya mencintai Ivy. Jadi, maafkan aku Tuan Houtson. Aku menolak keras perjodohan ini." jawab Zerfist menatap tajam Tuan Houtson.

"Alexander ...." Tuan Houtson meminta pertolongan dengan memanggil Alexander.

"Apa yang kau katakan, Zerfist! Kau tidak bisa memiliki Ivy!" Alexander menatap tajam putra tertuanya itu.

"Aku tidak peduli, Dad. Aku akan tetap memilih Ivy. Aku tidak ingin ada yang mengatur tentang kehidupanku, jadi jangan pernah campuri urusanku, Dad." jawab Zerfist menatap sengit sang Ayah.

"Zerfist, Ivy itu–"

"Cukup! Hentikan percakapan ini atau aku akan membawa kabur Ivy ke tempat di mana Daddy tidak akan menemukannya!" potong Zerfist yang kini bangkit dari duduknya.

Alexander menatap tidak percaya pada apa yang diucapkan Zerfist, pria paruh baya itu menghembuskan napasnya berat. Ia tahu anak tertuanya tidak akan pernah main-main dengan ucapannya.

"Baiklah, hentikan perjodohan ini. Maafkan aku, Edric. Anakku ini terlalu keras kepala." Tuan Houtson menghembuskan napasnya berat, ia tidak suka hasil yang seperti ini.

Merasa sudah tidak memiliki kepentingan lain, keluarga Houtson memilih untuk pergi. Tuan Houtson tidak ingin melihat putri semata wayangnya menjadi sedih karena penolakan yang begitu jelas di depan wajahnya tadi.

Clara yang sudah meminta orang tuanya untuk bisa bertunangan kini menangis meski tanpa suara. Seorang Clara yang cantik dan selalu dipuja-puja harus kalah dengan gadis kecil yang masih duduk di bangku kuliah. Merasa dirinya terinjak-injak. Kini di ruangan itu hanya tertinggal para lelaki keluarga Verleon, mereka masih terdiam dengan pikiran mereka masing-masing, hingga suara bariton Zerfist memecahkan keheningan.

"Dad," panggil Zerfist.

Alexander memilih duduk di hadapan ketiga putranya dan menatap mereka dengan nyalang. Ketiga lelaki itu enggan menatap sang Ayah yang kini terlihat murka.

"Katakan padaku, apa kalian berdua juga melakukan hal yang sama pada Ivy?" tanya Alexander membuat Grim dan Spade memucat.

"I-itu ...." Entah mengapa Grim menjadi gugup dan perasaan takut melingkupi dirinya.

"Katakan!" bentakan Alexander membuat ketiga lelaki di depannya tiba-tiba menciut.

"Ya, kami melakukannya." jawab Spade sambil melepas bajunya hingga memperlihatkan tubuhnya yang ...

"Mengapa tubuhmu penuh luka?" tanya Alexander terperangah.

"Hasil karya Ivy, hebat bukan? Aku bahkan sangat menyukainya." jawab Spade yang kini tatapannya menjadi aneh dengan senyuman mengerikan.

"Sebenarnya apa yang kalian lakukan pada Ivy?" Alexander menatap tajam ketiga putranya.

"Kami memperkosanya." jawab Zerfist singkat membuat Alexander berdiri dari tempat duduknya.

"Apa Ivy menggoda kalian?" tanya Alexander.

"Tidak, bahkan awalnya kami yang berniat menghancurkannya." jawab Spade sambil kembali memakai bajunya.

"Kalian!" Alexander terlihat semakin geram bahkan sudah melempar vas bunga ke dinding.

"Berapa lama kalian melakukan itu?"

"Sudah hampir 8 bulan." Kali ini Grim yang membuka suaranya, Alexander menangkup wajahnya menahan geramannya.

"Apa Ivy hamil?" tanya Alexander lirih.

"Tentu saja tidak." jawab mereka bertiga, Alexander menghembuskan napasnya lega.

"Aku akan mengirim Ivy ke London, kalian akan tetap di sini." putus Alexander.

"Tapi Dad–"

"Setelah lulus kuliah Ivy akan kembali. Kalian tidak boleh menyentuhnya, jika kalian melakukan hal itu lagi. Kalian harus membuatnya hamil atau akan kupastikan kalian tidak akan melihat Ivy untuk selama-lamanya." ancam Alexander dan keluar dari ruangan itu.

Zerfist, Grim dan Spade membeku di tempat, mereka merasa salah mendengar atau telinga mereka memang saat ini kurang berfungsi?

"Apa dia bilang? Menghamili Ivy? Apa aku salah dengar?" Grim menatap kakak dan adiknya yang masih membeku di tempat.

"Apa yang sebenarnya terjadi di sini?"