Dengan sabarnya Ivy merawat Zerfist hingga ia sendiri kurang memperhatikan dirinya sendiri. Ivy selalu bertanya-tanya dalam hatinya sendiri. Mengapa ia sepeduli itu pada lelaki bejat di hadapannya. Bahkan dulu saat ia mematahkan kedua kaki Spade ia tidak pernah merawat kakak ketiganya itu. Dibukanya pakaian Zerfist dengan tangan mulusnya, sudah dua hari Zerfist tidak sadarkan diri dengan suhu tubuh yang tinggi.
Ivy pun sudah memanggil dokter pribadi Keluarga Verleon dan hasilnya Zerfist hanya membutuhkan istirahat. Seperti biasa Ivy akan membersihkan tubuh Zerfist, dilihat tubuh sixpack milik Zerfist dan wajah tampan kakak pertamanya itu. Sempurna. Satu kata yang mewakili fisik Zerfist saat ini, tetapi Ivy sudah bosan melihatnya.
Perut sixpack tidak menjamin orang itu kuat, ia sering kali melihat tubuh-tubuh dengan otot sempurna itu sejak kecil dan ia bosan melihatnya. Bahkan Arnold saja yang sebagai ayahnya dulu adalah lelaki tampan dengan dada bidang dan perut sixpack. Setiap hari selalu saja disajikan hal-hal yang membuat mata wanita tertarik dan tak lepas dari keindahan yang tersaji.
"Tidak adakah lelaki biasa saja yang mendekatiku?" gumam Ivy sambil membersihkan tubuh Zerfist.
Bagaimana mungkin lelaki biasa bisa mendekatinya jika yang tampan saja tertarik padanya? Dan lagi pula mereka para lelaki yang berwajah standar akan berpikir sepuluh ribu kali untuk mendekati Ivy. Bagaimana tidak, Ivy selalu dikelilingi tiga iblis yakni ketiga kakak tirinya sendiri. Dan selalu memberikan ancaman penuh bagi siapa pun yang ingin memiliki Ivy.
"Hey, apa kau mati? Kau sudah tidak sadarkan diri sejak dua hari yang lalu. Dan ke mana mereka para adikmu itu? Aku menghubungi mereka untuk menggantikanku, menemanimu, tetapi mereka hilang bagai ditelan bumi. Aku harap mereka benar-benar menghilang dan aku hanya perlu menghadapimu."
Seperti biasa Ivy selalu mengajak Zerfist berbicara meski tidak pernah dibalas, bahkan dalam keadaan sadar lelaki itu hanya berbicara seperlunya. Setelah selesai Ivy kembali memasangkan pakaian baru pada tubuh besar Zerfist, untung saja ia lebih kuat dari para lelaki sehingga membuatnya tidak kesulitan menggantikan pakaian Zerfist termasuk dalamannya. Setelah meminta pelayan untuk membawa alat-alat basuh untuk Zerfist, Ivy kembali duduk dan menatap lelaki tampan itu.
"Kau sering berkata mencintaiku, aku bertanya-tanya selama ini. Apa itu cinta? Dan apa rasa mencintai? Orang-orang berkata tanda-tanda mencintai seseorang adalah debaran jantung yang tidak biasa dan memiliki semburat merah di pipi, rasa malu akan menatap lawan jenisnya." Ivy kembali mengajak Zerfist berbicara.
"Entah mengapa rasanya itu terdengar menjijikan akan terasa lebih berdebar saat mata pisau ingin menancap bola mataku," lanjut Ivy dengan iris kelamnya menerawang jauh.
"Aku rasa hingga aku mati pun aku tidak bisa merasakan bagaimana rasanya mencintai seseorang," gumam Ivy lalu bangkit dari duduknya dan berjalan keluar kamar.
Gadis itu memang saat kecil diajarkan untuk membekukan hatinya dan tidak perduli dengan orang sekitarnya. Apa pun yang membuat seseorang lemah akan dihindari olehnya termasuk mencintai. Ivy adalah gadis yang kuat, kuat dalam artian ia berpegang teguh pada pendiriannya. Keras kepala? Tentu saja, tetapi semua itu agar dirinya tidak terlihat lemah bahkan memang melemahkan dirinya. Ivy, yang ia tahu adalah rasa kasih sayang. Tetapi sayangnya di alam bawah sadarnya sudah ditanamkan untuk tidak bisa mencintai orang lain. Ivy bagaikan robot yang sedang digunakan untuk kepentingan sang pembuat.
Jangan pernah samakan Ivy dengan gadis-gadis yang cepat sekali mencintai seseorang karena hanya berbuat baik sementara. Ivy, gadis yang bisa memakai ekspresi apa pun di depan orang lain dan dapat menyakinkan siapa pun . Tidak pernah jatuh cinta, dan hanya mengerti hal saling menyukai. Bukan gadis yang arogan, tetapi ia siap tahan banting dan mengangkat dagunya menutupi kelemahannya. Dan dinding es yang selama ia buat semakin lama semakin tebal, hingga siapa pun akan sulit untuk melewatinya bahkan menyentuh hatinya.
Tidak lama setelah Ivy keluar dari kamarnya, kelopak mata Zerfist terbuka. Lelaki tampan itu menghembuskan napasnya berat sambil tersenyum kecil. Penglihatannya masih berkunang-kunang tetapi ia memaksakan untuk bangun dan menyandar pada kepala ranjang. Dialihkan pandangannya ke arah pintu balkon kamar Ivy dan ia mendapatkan pemandangan indah dari tempat tidurnya. Langit yang cerah membuat mood=nya kembali membaik setelah mendengar penuturan Ivy jika ia tidak bisa mencintai.
"Jika kau tidak bisa mencintaiku, apa kau pikir aku akan mundur begitu saja?" gumam Zerfist.
"Aku tidak perduli kau tidak mencintaiku, aku akan tetap bersamamu dan kita akan hidup bahagia bersama, selamanya." lanjut Zerfist, lelaki itu kembali melamun hingga Ivy masuk dengan membawa makan siangnya di tangan lelaki itu tetap tenggelam dalam lamunannya.
"Akhirnya kau sadar," ucap Ivy sambil menghampiri Zerfist, Zerfist menoleh dan tersenyum manis ke arah Ivy.
Gadis itu meletakkan nampan di tangannya lalu mengecek suhu tubuh Zerfist dengan menyentuh dahi Zerfist dengan dahinya. Sudah membaik dan lebih baik lagi saat Zerfist telah sadarkan diri.
"Suhu tubuhmu sudah turun," ucap Ivy lalu menjauhkan wajahnya dari Zerfist.
Tetapi belum sempat Ivy menjauh Zerfist langsung saja menarik kepala Ivy dan melumat bibir ranum Ivy yang memucat. Dilepasnya perlahan lumatan di bibir Ivy oleh Zerfist, tetapi wajah mereka tetap hanya menyisakan beberapa senti.
"Mengapa wajahmu pucat seperti ini?" tanya Zerfist dengan nada dingin.
Jangan pernah mengira jika berciuman dapat membuat napasmu habis, tentu saja jika memakai taktik yang kalian masih bisa berciuman sambil bernapas. Jadi, belajarlah lebih pintar dalam hal berciuman.
"Aku hanya lupa makan selama dua hari," jawab Ivy jujur, Zerfist menatap tajam mata kelam Ivy dan seperti biasa ia tidak dapat menemukan apa pun di mata kelam gadisnya itu.
"Jangan membuatku cemas," ucap Zerfist lembut mengecup bibir Ivy sekilas lalu menjauhkan wajahnya.
Jangan pernah berharap Ivy akan berdebar-debar setelah ini, ingatlah jika Ivy berhati es. Maka persiapkan popcorn untuk cemilan kalian karena kisah ini akan benar-benar panjang. Bagaimana cara mereka melelehkan es yang membekukan hati Ivy, kalian tidak akan pernah bosan melihat perjuangan mereka.
"Cepatlah sembuh," Ivy tidak menjawab perkataan Zerfist, lelaki itu kembali tersenyum memuja ke arah pujaan hatinya.
"Kau mencemaskan aku?"
"Tentu saja tidak, aku hanya lelah harus tidur di sofa. Sudah dua hari aku tidur di atas sofa dan kini tubuhku terasa sakit semua," jawab Ivy dengan kesal.
Ya selama dua hari ini Ivy memang tidak tidur di ranjangnya karena adanya Zerfist yang sedang sakit.
"Itu terdengar menyakitkan, Ivy. Lalu mengapa kau tidur di sofa?" jawab Zerfist kini terdengar seperti Grim.
"Aku tidak ingin tertular sakit panasmu. Jika aku sakit, aku tidak ingin kejadian itu terulang kembali," jawab Ivy dengan sinis,
Zerfist hanya terkekeh dan kembali terdiam menatap Ivy yang kini tengah mengambil semangkuk bubur dan mulai menyuapi Zerfist. Karena sejak dua hari yang lalu Ivy lambungnya tidak terisi apa pun, Ivy meminta semangkuk bubur untuk dirinya makan. Akan tetapi saat kembali ternyata kakak yang sialannya terlalu tampan itu terbangun dari tidur panjangnya, sehingga kini ia memberikan bubur itu untuk Zerfist.
Zerfist kembali mengingat apa yang terjadi saat Ivy jatuh sakit, lelaki tertawa kecil mengingat kejadian yang mengubah hidupnya. Itulah saat-saat ia dan kedua adiknya mengambil keperawanan adik mereka sendiri, Ivy. Ya, tepatnya saat Ivy tengah jatuh sakit karena perbuatannya. Karena rencana liciknya untuk memberikan pelajaran kepada Ivy, justru akibatnya dia yang kini sengsara. Sengsara akan cintanya pada Ivy, ia tidak memungkirinya jika mencintai adik tirinya itu setelah menyetubuhinya berulang kali.
Mengenaskan, kakak macam apa sebenarnya dirinya. Tetapi ada sesuatu yang aneh yang menjadi sebuah pertanyaan besar. Mengapa Ivy tidak melawan setelah diperkosa beberapa kali olehnya?