Tiiinnnnn
Braaakk
Terlihat seorang gadis kecil tertabrak sebuah mobil dan tubuh gadis itu terlempar cukup jauh hingga menabrak sebuah tiang listrik. Sudah dipastikan tulang rusuk gadis itu patah karena hantaman yang keras. Gadis itu meringis dan langsung saja dilarikan ke rumah sakit oleh orang-orang sekitar. Gadis itu langsung saja menghubungi ayahnya jika ia mengalami sebuah kecelakaan. Tidak membutuhkan waktu lama seorang pria dengan tubuh yang tegap dan berisi itu datang menghampiri kamar putrinya yang baru saja di rawat.
Dia adalah Arnold Dreas Valkyrie, wajah garangnya menandakan jika ia saat ini benar-benar kesal. Kedua tangannya dikepal dengan kuat. Rosaline sang ibu pun datang dengan raut wajah panik, wanita cantik itu menghampiri putrinya lalu mengusap kepala putrinya.
"Gadis Bodoh, bagaimana bisa kau tertabrak dan mengalami patah tulang? Ayah mengajarimu untuk menjadi gadis yang kuat, bukan menjadi gadis yang lemah! Kau membuatku menyesal mempunyai anak sepertimu. Lebih baik aku memiliki anak lelaki daripada gadis lemah sepertimu!" ucap Arnold terlihat murka.
"Jangan pernah mengatakan keadaan burukmu padaku atau orang lain, ingat itu, Ivy!" ucapnya lagi di dekat telinga Ivy sambil mencengkram kepala Ivy.
"Jangan menangis! Dasar gadis lemah! Seharusnya Ibumu tidak melahirkanmu!" Arnold langsung saja keluar dari kamar rawat inap itu, sedangkan Rosaline tidak bisa berbuat apa-apa.
Selama ini Rosaline tidak pernah mendapatkan perlakuan keras dari Arnold, tetapi saat Ivy lahir Arnold menjadi seseorang yang kasar. Bahkan ia tidak segan-segan menendang tubuh Ivy, Ivy selalu melindungi Rosaline ketika sang ibu hendak dipukul oleh ayahnya. Meski tidak mendapatkan kasih sayang yang layak dari ibu dan ayahnya, Ivy selalu mencoba melindungi Rosaline dari amukan Arnold. Meski ibunya selalu saja diam saat Ivy disiksa oleh ayahnya, tetapi Ivy tahu jika Rosaline sangat menyayanginya.
"Jangan dengarkan ayahmu, jika terjadi sesuatu padamu hubungi ibu," bisik Rosaline yang kini hanya menatap kosong langit-langit kamar itu.
"Tidak, ayah akan memukul ibu jika aku melakukannya."
***
Alexander, Zerfist dan juga Grim terdiam menatap tidak percaya apa yang baru saja diceritakan oleh Rosaline. Grim jatuh terduduk di sofa sambil menangkup wajah tampannya, sedangkan Zerfist mengusap wajahnya kasar. Mereka tidak mengetahui kehidupan Ivy sebelumnya, Alexander hanya bisa mengepalkan kedua tangannya.
"Bagaimana? Bagaimana bisa Arnold melakukan itu?" tanya Alexander menahan geramannya.
"Ia bercerita padaku jika Ivy hidup bahagia dengannya, bahkan ia selalu memanjakannya penuh dengan kasih sayang. Lalu bagaimana? Bagaimana bisa Arnold membohongiku, Rosaline?"
Zerfist dan Grim hanya bisa mendengarkan dalam diam, dalam benak mereka apa hubungannya Alexander dengan Arnold, ayah kandung Ivy?
"Arnold memiliki alasan tersendiri dan hanya Ivy yang mengetahuinya," jawab Rosaline bercucuran air mata.
"Jangan katakan jika saat ini Ivy sedang dalam keadaan tidak normal," Zerfist mulai bersuara.
"Itu yang kutakutkan," jawab Rosaline sambil menghapus air matanya.
Zerfist langsung saja menghubungi Spade, tetapi Spade lebih dulu menghubunginya.
"Spade, kau masih di sana?" jawab Zerfist begitu saja.
"Ya, ada yang aneh dengan Ivy," jawab Spade yang kini sedang di dalam kamar Ivy.
Ivy terlihat tertidur, tetapi wajahnya memucat dan meremas selimut yang digunakannya.
"Ada apa?" tanya Zerfist mulai merasa khawatir.
"Ivy ... dia terlihat ketakutan."
"Shit!" umpat Zerfist yang jarang sekali terdengar membuat orang sekitarnya menoleh ke arahnya.
"Jaga Ivy baik-baik, kami akan segera ke sana," ucap Zerfist lalu mematikan sambungan teleponnya.
Rosaline bangkit lalu menghampiri Zerfist dengan wajah cemas. "Katakan apa yang terjadi?"
"Entah apa yang terjadi, tetapi Spade mengatakan jika Ivy terlihat ketakutan," jawab Zerfist.
"Kita pergi sekarang," ucap Alexander sambil berlalu.
Rosaline, Zerfist, dan Grim mengikuti langkah Alexander memasuki mobil hitam yang sudah disiapkan. Mobil yang ditumpangi oleh mereka diikuti oleh beberapa mobil pengawal milik Alexander. Di sepanjang perjalanan mereka hanya diam dalam pikiran mereka masing-masing.
Teringat jelas di kepala tampan Zerfist, saat Ivy menginjakan kakinya di mansion keluarganya. Tidak membutuhkan waktu lama mereka sampai di rumah sakit, dengan jalan tergesa-gesa mereka memasuki rumah sakit yang terlihat sepi di malam hari itu. Sesampainya di kamar yang diberitahu Spade, mereka langsung saja membuka tanpa mengetuk terlebih dahulu.
Spade yang melihat kedatangan keluarganya hanya menyentuh bibirnya dengan telunjuk jari kanannya, mengisyaratkan mereka untuk tidak berisik. Alexander mendekati Spade sambil melihat keadaan putri tercintanya.
"Bagaimana keadaannya?" tanya Alexander setengah berbisik.
"Sudah membaik, aku sudah memanggil dokter untuk memberikan obat penenang padanya," jawab Spade tanpa melepas pandangannya dari Ivy.
"Tulang tangan kanannya sedikit retak, tetapi akan cepat pulih jika ia beristirahat dengan benar," lanjut Spade, Alexander memutar tubuhnya hingga menghadap Zerfist.
"Kau sudah menemukan siapa pelakunya?" tanya Alexander pada Zerfist.
"Kita kalah cepat," jawab Zerfist sedikit menunduk.
"Apa maksudmu?"
"Lelaki bernama Trace mendapatkan pelaku itu terlebih dahulu," jawab Zerfist sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya.
"Trace?" tanya Rosaline, Zerfist dan Alexander menoleh ke arah Rosaline secara bersamaan.
"Kau mengenalnya?" tanya Alexander.
"Ya, tentu saja. Trace adalah orang kepercayaan Ivy yang sangat terlatih seperti Ivy, bahkan Arnold sangat menyayangi Trace seperti anaknya sendiri," jawab Rosaline menatap bingung ke arah Alexander dan Zerfist.
"Tunggu, apa yang Mommy katakan? Orang kepercayaan? Maksud Mommy tangan kanan Ivy? Mengapa Ivy punya orang seperti itu? Dan siapa kalian sebenarnya?" tanya Grim bertubi-tubi.
"Ceritanya sangat panjang dan kalian tidak perlu tahu siapa dia," jawab Rosaline kini terlihat sangat tegas membuat Zerfist, Grim dan Spade membulatkan mata mereka.
"Baiklah, bisakah kalian tenang? Aku tidak ingin Ivy melihat kita saat ini juga. Bagaimanapun ia membutuhkan istirahat," sela Alexander, mereka akhirnya mengangguk paham dan memilih duduk di sofa.
Hari menjelang pagi, Alexander dan Rosaline memilih untuk kembali ke mansion. Sedangkan Zerfist dan Grim sudah berdebat memilih untuk tinggal, dengan tenang Spade meminta kedua kakaknya yang sialan menyebalkan baginya itu untuk pergi ke kantor dan kampus untuk membuat surat izin Ivy. Kini hanya tinggal Spade yang meminta menjaga Ivy dari orang-orang berbahaya.
Perlahan Ivy membuka dua kelopak matanya, terlihat ia sedikit meringis saat mencoba menggerakkan tangan kanannya.
"Tulang tangan kananmu retak jadi jangan bergerak terlalu banyak." Ucapan Spade membuat Ivy hampir saja berteriak.
"Sp-spade, apa yang kau lakukan di sini?" cicit Ivy dengan wajah pucatnya.
"Tentu saja menjagamu," jawab Spade tenang dengan senyum di wajahnya.
"Bagaimana–"
"Jangan pernah meragukan Keluarga Verleon, hal besar seperti ini tidak mungkin bisa ditutupi," potong Spade lalu berjalan mendekati Ivy.
"A-aku tidak pernah meragukannya, hanya saja ini terlalu cepat," gumam Ivy membuat Spade tersenyum lalu mengecup kening Ivy.
"Semuanya sudah mengetahui kondisi dirimu, mereka belum lama pergi meninggalkan kamar ini." Ucapan Spade membuat tubuh Ivy menegang.
"Me-mengapa mereka mengetahuinya? Tidak, ayah pasti akan marah kepadaku!" Ivy yang biasanya tegas dan selalu memasang wajah dinginnya kini terlihat ketakutan dan begitu panik.
"Ivy, ayah tidak mungkin memarahimu, tenanglah."
"Tapi, ibu pasti akan dipukul oleh ayah." Ivy mencengkeram tangan Spade membuat lelaki itu meringis.
"Ivy, tenanglah. Ayahmu sekarang adalah Alexander, bukan ayah kandungmu."
"Bu-bukan? Bukan ayah kandung?"
"Ya, Alexander bukan ayah kandungmu jadi tenangkan dirimu dan tanamkan baik-baik perkataanku di otakmu. Alexander orang yang yang baik, dan dia tidak seperti ayah kandungmu," jawab Spade sambil mengusap kepala Ivy lembut.
Mencoba menenangkan Ivy, Spade mengetahuinya jika ada yang tidak beres dengan Ivy. Sebuah trauma, trauma yang melekat di kepalanya dan terus teringat. Akan sulit untuk menghilangkan sebuah trauma, apa lagi yang diakibatkan sejak kecil.
"Kau sudah tenang?" tanya Spade terlihat Ivy mengangguk lalu tersenyum lemah ke arah Spade.
"Terima kasih," ucap Ivy sambil melepaskan cengkeraman di pergelangan tangan Spade.
"Aku adalah kakakmu, namamu adalah Heavenia Verleon. Kau tahu artinya apa?"
"Aku memiliki keluarga baru," jawab Ivy yang kini mengalihkan pandangannya lurus ke depan.
"Ya, kau memiliki keluarga baru dan kau memiliki tiga orang kakak yang–"
"Bejat karena sudah memerkosa adik tirinya sendiri," potong Ivy tanpa menoleh ke arah Spade, sang kakak hanya terkekeh masih memasang senyum di wajahnya.
"Aku tidak menyesal telah memerkosamu, dengan begitu aku yakin tidak akan menyakitimu lebih dalam dan lebih lama lagi. Dan kini aku merasakannya, jika aku mencintai adik tiriku sendiri," jawab Spade membuat Ivy terkekeh.
"Kau selalu saja membuatku tertawa, apa orang yang tidak berpengalaman sepertimu mengerti tentang cinta? Jangan membuatku tertawa, tanganku jadi terasa sakit," jawab Ivy, sedangkan Spade sama sekali tidak merasa tersinggung.
"Kau benar, Dear. Aku membutuhkan waktu untuk mengerti cinta, dan kini aku memahaminya."
"Percuma saja berdebat denganmu," jawab Ivy tidak peduli, ponsel miliknya berbunyi dan dengan cepat Ivy mengangkatnya.
"Ya."
"Nona, saya sudah menangkap pria yang menabrakmu. Hampir saja anak buah Tuan Zerfist menangkap pria ini terlebih dahulu. Saya tidak bisa masuk karena para pengawal keluarga Verleon tengah berjaga di sekeliling rumah sakit," lapor Trace, Ivy menghembuskan napasnya berat.
Ia tahu akan menjadi seperti ini, sayangnya terlalu cepat keluarganya untuk menemukan dirinya dengan kondisi seperti ini.
"Pergilah ke Blok C Arfelound, aku akan pergi ke sana beberapa hari lagi," jawab Ivy lalu menutup sambungan teleponnya.
Spade yang diam dan mendengarkan dari tadi mengernyitkan dahi, Ivy yang mengerti Spade bertanya-tanya hanya mengibas-ngibaskan tangannya tanda ia tidak ingin menjawab apa pun pertanyaan kakaknya. Beberapa saat kemudian seorang perawat mengantarkan sarapan untuk Ivy dan Spade, setelah itu mereka berdua makan dalam diam meski Spade selalu melirik ke arah Ivy.
"Berhenti melirikku, Spade. Aku dapat melihatmu meski aku benar-benar tidak melihatmu," ucap Ivy membuat Spade terkekeh.
"Habisi makananmu, jangan pilih-pilih makanan karena kau sedang sakit." Ivy hanya bisa memutar bola matanya jengah, di dalam buburnya terdapat brokoli yang sudah pasti selalu disingkirkan olehnya.
"Kau tahu aku benci sayuran pahit ini," jawab Ivy dengan nada manja.
Spade meletakkan piringnya lalu mendekat ke sebelah ranjang Ivy, diambilnya sayuran yang disingkirkan Ivy dan memasukkannya ke dalam mulutnya. Ivy yang melihat merasa senang karena akhirnya ia tidak akan memakan sayuran yang dibencinya itu. Namun, detik berikutnya Spade langsung saja mencium bibir Ivy yang terbuka dan melesakkan sayuran itu ke dalam mulut Ivy.
"Spade!!!" cicit Ivy sedikit terbatuk tetapi sukses menelan sayuran pahit itu.
"Jika kau tidak mau memakannya dengan tanganmu, maka dengan senang hati aku akan membantumu untuk memakannya," jawab Spade dengan senyum manisnya.
"Baiklah, baiklah, sekarang menjauhlah dariku!" jawab Ivy dengan tatapan sinisnya.
Spade hanya terkekeh lalu kembali duduk di sofa dan melanjutkan sarapan paginya. Dengan terpaksa Ivy kembali memakan sarapan buburnya yang menurutnya hambar dan pahit itu. Setelah sarapan Spade memilih duduk berdekatan dengan Ivy dan berbincang-bincang seperti biasanya. Hingga hari menjelang petang, Grim datang tanpa mengetuk pintu kamar Ivy sama sekali. Wajahnya terlihat cemas dan sedikit tegang, Ivy yang melihat kedatangan Grim sedikit terkejut dan mendatarkan wajahnya.
"Ivy! Ohh, Adikku sayang, akhirnya aku bertemu denganmu dalam keadaan sadar." Grim menghampiri Ivy lalu memeluk tubuh Ivy sedikit erat.
"Memangnya selama ini aku tidak sadarkan diri bahkan saat bercinta denganmu?" tanya Ivy membuat wajah Grim sedikit memerah.
"Apa kau ingin bercinta denganku saat ini juga?" goda Grim dan mendapatkan pukulan keras di dadanya.
"Aw ... itu sakit!" ucap Grim sambil mengelus-elus dadanya.
"Aku tidak peduli," jawab Ivy dan Spade hanya tertawa melihat keakraban adik dan kakaknya.
Belum lama Grim datang kini Zerfist datang dengan mengetuk pintu terlebih dahulu, wajah dingin dan iris matanya menatap tajam ke arah Ivy. Pria tampan itu mengecup kening Ivy sejenak lalu kembali menatap penuh peringatan, sedangkan Ivy yang melihat kedatangan Zerfist wajahnya menjadi pucat pasi.
"Kau membohongiku, Ivy," ucap Zerfist dengan tatapan penuh mengintimidasi.
"I-itu a-aku ...."
"Kau akan mendapatkan hukumannya nanti, tapi sebelum itu aku ingin bertanya padamu." Mata elangnya masih terus menatap tajam Ivy sehingga membuat Ivy bergerak gelisah.
"Di mana ... lelaki ... bernama ... Trace?"