Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Waktu yang Tepat

đŸ‡źđŸ‡©SC_26
--
chs / week
--
NOT RATINGS
31.8k
Views
Synopsis
Marisa Larasati Wijaya yang dipanggil Risa adalah seorang gadis cantik yang merasa terbuang oleh orang tuanya sendiri, setidaknya itu yang dia rasakan. Ditambah lagi nenek yang selama ini menjaganya pergi untuk selamanya. Bagaimana kehidupan Risa selanjutnya, kejutan apa yang menghampiri hidupnya kini?. Kapan Kebahagiaan itu akan datang?
VIEW MORE

Chapter 1 - Keluarga?, apa aku memilikinya?

Hujan turun membasahi kota Bandung, seakan ikut bersedih atas kepergian seorang yang amat Risa cintai. Nenek yang selama ini menjaganya dan satu-satunya pelindung baginya telah pergi untuk selamanya.

Dihadapan sebuah batu nisan, Risa terus menangis tersedu-sedu tanpa memperdulikan tubuhnya sudah basah kuyup di guyur hujan.

'Nek, gimana aku hidup tanpa nenek nanti' batinnya terus bertanya.

Teringat masa-masa indah bersama nenek sepanjang hidupnya. Nenek yang selalu ada untuknya, nenek yang selalu menghapus air matanya, nenek yang selalu mendengarkan ceritanya, nenek yang selalu ingin dia bahagiakan, nenek yang membuatnya ingin tetap menjalani hidupnya. Lalu bagaimana sekarang?.

Sampai di rumah neneknya, Risa langsung masuk dan mengurung dirinya di kamar. Tidak peduli ada dua pasang mata yang memperhatikannya sejak dia mulai masuk rumah, hingga hilang dilalap pintu kamarnya.

Risa merebahkan tubuhnya dan menenenggelamkan wajahnya di atas bantal, sambil terus menangis hingga dia lelah dan terlelap.

Jam menunjukkan pukul 7.00 pagi, mata Risa masih enggan terbuka. Lebih tepatnya Risa tidak ingin membukanya dan berharap neneknya datang untuk membangunkannya. Dia berharap kepergian neneknya hanya sebuah mimpi buruk saja. Tapi, itu hanya angan yang tak sesuai kenyataan.

'Harum sekali masakan ini' batinnya berbicara sambil mendudukkan dirinya di atas kasur empuknya. Risa tidak bisa menahan godaan bau harum yang dia tahu pasti sup ayam, apalagi dia memang sudah lapar karena sejak kemarin siang dia belum makan apapun.

Dia keluar menuju ruang makan, dilihatnya ada ayah, ibu dan kakak perempuannya Maria yang sedang menyantap masakan buatan ibunya. Risa mengurungkan niatnya karena dia masih sangat marah kepada orang tuanya dan dia hendak kembali ke kamarnya.

"Risa, makan sini nak. Sejak kemarin kamu belum makan apa-apa kan?." Pinta Sandra yang tak lain adalah ibu Risa dengan lembut, melihat Risa ingin kembali ke kamarnya.

Ingin dia menghiraukan tapi perutnya memang sangat lapar. 'Huh kenapa aku tak bisa menahan lapar ini sih', kutuk dirinya sendiri. Dengan malas dia menuju meja makan dan langsung menyantap makanan di depannya tanpa bicara apapun.

"Ris, kamu ikut kita ke Jakarta." Ucap sang ayah sambil menatapnya di kala Risa masih menyendok makanan ke mulutnya.

"Aku ga mau," jawab Risa dengan muka masamnya tanpa melihat ke ayahnya.

"Pokoknya kamu harus ikut dengan kami." Sang ayah memerintah tapi sebenarnya dalam hatinya merasa khawatir pada anak bungsunya jika tinggal sendiri.

"Aku akan pergi atau tidak, kemanapun, kapanpun, akan aku lakukan sesuai dengan keinginanku. Aku tidak ingin mengikuti perintah orang lain." Risa kini menatap ayahnya dengan tatapan tajamnya. Kini suasana ruang makan itu seperti medan perang.

"Orang lain?, kami ini orang tuamu, keluargamu." Jawab ayahnya dengan muka marahnya dan sedikit membentak.

"Orang tua?, keluarga?. Aku bahkan tidak mengingat sejak kapan aku memilikinya. Aku hanya memiliki seorang nenek." Risa berbicara sambil berdiri dengan menahan air matanya agar tidak jatuh dan siap pergi meninggalkan mereka yang menatap Risa.

"Marisa Larasati Wijaya," ayahnya berteriak sambil menggebrak meja makan. Ibu dan kakaknya terlihat sangat khawatir.

Risa membalikkan tubuhnya, "sudah lama aku menghilangkan nama Wijaya dalam hidupku." Risa berjalan menuju kamarnya tanpa peduli dengan tiga pasang mata yang masih menatapnya. Matanya memanas, dia terus berusaha manahan air matanya yang ingin cepat-cepat keluar dari mata indahnya.

Air mata Risa tak sanggup diantahan lagi sesampainya di dalam kamar.

'Orang tua?, keluarga?. Sejak mereka membuangku aku sudah tidak memilikinya.' Risa membatin dan dadanya terasa sangat sesak, air matanya tumpah membanjiri wajahnya.

Risa memang sejak kecil, tepatnya ketika dia berumur dua tahun sudah dititipkan pada neneknya yaitu orang tua dari pihak ibunya.

Risa berasal dari keluarga Wijaya, keluarga terpandang dan kaya raya. Keluarga yang memiliki sebuah perusahaan besar di Jakarta.

Risa memiliki tiga saudara kandung, yang pertama kakak laki-laki bernama Mario Pramana Wijaya, kakak perempuan yang bernama Maria Anggita Wijaya dan terakhir kakak perempuan bernama Marina Citra Wijaya. Namun kakaknya yang ketiga yaitu Marina, sudah pergi untuk selamanya lima tahun lalu akibat penyakit yang dideritanya sejak lahir yaitu penyakit jantung bawaan atau jantung bocor dan itu juga menjadi sebab Risa di titipkan pada neneknya sejak kecil.

Dulu ketika Marina lahir dengan keadaan jantung bocor, kedua orang tuanya sudah memutuskan tidak ingin memiliki anak lagi karena harus benar-benar fokus pada Marina. Tapi takdir berkata lain, Tuhan menitipkan satu malaikat kecil lagi yaitu Marisa. Ada perasaan senang namun khawatir apakah mereka dapat mengurus keempat anaknya dengan baik, apalagi keadaan Marina yang perlu perhatian khusus.

Awalnya mereka masih sanggup membagi perhatian dengan baik, karena di bantu oleh orang tua mereka berdua. Namun ketika usia Risa dua tahun, orang tua Angga Wijaya meninggal dalam kecelakaan. Mereka merasa tidak sanggup jika hanya di bantu oleh ibunya Sandra saja. Ahirnya mereka menitipkan Risa kepada ibunya Sandra dan di bawa ke Bandung.

Pikiran mereka hanya satu, takut ada rasa iri atas perhatian yang diberikan berbeda pada Marina yang seharusnya Risa menjadi istimewa karena dia anak bungsu. Jadi, mereka memutuskan agar Risa di asuh terpisah di Bandung yang memang adalah kampung halaman orang tua Sandra. Mengapa tidak Mario atau Maria yang dititipkan?, karena pada saat itu Mario dan Maria sudah dibilang mengerti karena usia mereka sudah cukup besar yaitu Mario tujuh tahun dan Maria lima tahun. Jadi, mereka berdua tidak terlalu membutuhkan perhatian lebih. Cukup bisa mengandalkan baby sitter untuk menjaga mereka berdua.

Berbeda dengan Risa yang memang juga perlu perhatian lebih dari orang tuanya karena dia masih berumur dua tahun yang notabennya, anak sekecil itu belum mampu melakukan segala sesuatunya sendiri. Tapi apa daya, orang tuanya harus memilih yang terbaik. Mereka pikir jika Risa dititipkan pada neneknya, dia akan mendapat perhatian khusus dari neneknya karena dia sendiri, jadi neneknya bisa fokus pada Risa. Itu pikiran terbaik orang tua Risa pada saat itu, yang dirasa Risa justru adalah terbuang sejak kecil.

Orang tua Risa mempercayakan Risa pada neneknya karena mereka merasa neneknya mampu mendidik Risa dengan baik. Terlihat Sandra, hasil didikan neneknya menjadi wanita yang lembut, sabar dan pintar.

Orang tuanya selalu memberikan yang terbaik kepada Risa, terutama materi. Sehingga Risa dan neneknya tidak pernah merasakan kesusahan. Orang tuanya pun selalu menyempatkan diri datang ke Bandung untuk menjenguk Risa sesekali. Tapi, Risa selalu bersembunyi tidak mau menemui mereka hingga dia dewasa. Hanya satu orang yang mau dia temui dalam keluarganya, yaitu Mario. Mario dan Risa sangat dekat, Risa sangat menyayangi kakak laki-lakinya itu. Mario pun lebih sering menjenguk Risa di bandingkan orang tuanya, bahkan jika liburan Mario selalu tinggal di Bandung bersama Risa dan neneknya.

Pada dasarnya Risa adalah anak yang sangat mirip dengan ibunya. Namun karena dia merasa terbuang, dia menjadi anak yang anti sosial . Dia tertutup dengan keadaan di luar sana, bahkan dia cenderung pendiam dan tidak memiliki teman atau sahabat dekat. Satu-satunya sahabat, tempat berbagi hanya neneknya.

Sebetulnya sejak Marina beranjak dewasa, orang tuanya sudah meminta Risa kembali ke Jakarta dan tinggal bersama. Namun, Risa tak menginginkannya dia sangat membenci orang tuanya. Dia tidak bisa melupakan rasa sakit hatinya kepada orang tuanya itu hingga kini.