Chereads / Waktu yang Tepat / Chapter 6 - Sahabat?, boleh aku memilikinya

Chapter 6 - Sahabat?, boleh aku memilikinya

"Kita ini baru kenal, kamu kan tidak tahu sifat asliku seperti apa begitu juga aku. Apa kita akan cocok satu sama lain atau sebagainya, mana mungkin kamu langsung meminta untuk tinggal bareng. Aku tidak berminat jika setiap hari nanti harus berbagi atau bertengkar denganmu," Risa coba berbicara setenang mungkin. Tapi entah kenapa sebenarnya dia ingin mengiyakan permintaan Rania ini.

"Aku hanya merasa nyaman denganmu, aku sudah tiga tahun bekerja disini. Aku berteman dengan banyak orang tapi entahlah, aku merasa belum ada teman yang dekat denganku. Sejak kecil keluarga kami selalu pindah dari satu tempat ke tempat lain, karena pekerjaan ayahku. Dulu pernah aku tinggal cukup lama selama enam tahun di Yogyakarta dan akhirnya aku bisa punya sahabat disana, tapi karena pekerjaan ayah lagi, kami harus pindah ke Jakarta. Aku takut kami harus berpindah-pindah lagi, jadi aku memutuskan untuk menutup diri dari siapapun. Aku takut merasa kehilangan sahabat lagi dan itu sangat menyedihkan. Sudah lima tahun ini, ibuku meninggal dan kini ayah tinggal di Yogyakarta karena harus mengurus usahanya disana bersama ibu sambungku. Aku merasa punya kesamaan denganmu, rasa kesepian ini, kita memilikinya. Aku tahu kamu itu sangat mandiri, sehingga tidak membutuhkan orang lain. Tapi aku membutuhkanmu sebagai teman, aku janji aku tidak akan mencampuri kehidupanmu. Walaupun sebenarnya, aku ingin sekali kita bisa berbagi cerita." Rania memaksakan senyumnya tapi terlihat rasa kecewanya.

Risa menatap lekat Rania, ingin tetap menolak tapi batinnya mengatakan lain. Dia sepertinya luluh dengan orang yang ada dihadapannya, Rania yang dia anggap sangat ceria ternyata memiliki rasa kesepian.

"Jangan menatapku seperti itu, aku tahu aku memang cantik. Sudah lupakan sa...," Rania buru-buru mengubah wajahnya menjadi ceria.

"Baiklah, ayo tinggal bersama." Risa cepat menghentikan omongan Rania.

Rania terbelalak mendengar ucapan Risa, dia langsung berdiri dan memeluk Risa erat. Rania tak mampu menyembunyikan rasa senangnya.

"Lepaskan atau aku berubah pikiran," Risa berpura-pura marah padahal dia merasakan kehangatan.

"Tidak akan aku lepaskan," Rania sengaja menggoda Risa dan tak terasa mereka tertawa bersama.

Risa sampai dirumah Rania dengan barang-barangnya yang tak banyak, rumah yang bergaya minimalis dan terlihat bersih. Risa turun dari mobilnya dan diikuti Rania yang memang ikut membantu Risa.

"Ayo masuk!," ajak Rania yang melihat Risa hanya bengong di depan Rumahnya. "Kamar kita diatas ya dan bersebelahan," terang Rania lagi sambil menunjuk dua kamar dilantai dua.

"Baiklah," Risa mengikuti langkah Rania menaiki tangga. Mereka membereskan barang bawaan Risa bersama.

"Baru gini aja udah cape ya," Rania mendudukkan pantatnya di lantai disusul Risa. "Tapi aku senang, ahirnya aku ga sendiri lagi." Lelah Rania sepertinya terbayarkan.

"Terima kasih," Risa tersenyum menatap Rania.

"Jangan sungkan, mulai sekarang kita adalah sahabat selamanya." Rania semangat sambil mengangkat tangan kanannya.

'Sahabat?, bolehkah aku memilikinya?. Disaat aku masih menyembunyikan semuanya dari Rania.' Batin Risa merasa bersalah.

"Maafkan aku, Ran." Kini Risa menatap Rania lekat.

"Kenapa?," Rania tiba-tiba jadi khawatir.

"Disaat kamu mau membuka diri padaku, aku masih menutup diri. Aku sudah tau sedikit tentangmu tapi kamu bahkan tidak tahu sedikit pun tentang aku." Wajah Risa berubah murung, matanya terasa panas.

"Akupun belum menceritakan semuanya padamu, jadi kamu tak perlu merasa tidak enak. Sedikit demi sedikit kita sama-sama kurangi beban kita dengan berbagi. Aku akan menunggu sampai kamu siap," Rania tersenyum, kemuadian menggenggam sebelah tangan Risa. Meyakinkan bahwa Risa tak perlu merasa bersalah, cukup Risa mau berusaha membuka diri itu sudah membuatnya senang. Entah sejak awal Rania merasa gadis disebelahnya itu sama seperti dia dulu yang menutup diri, banyak kesedihan dalam dirinya.

"Sejak kecil aku tinggal dengan nenek, aku merasa hanya butuh nenek tidak yang lainnya." Risa mulai sedikit bercerita tentang dirinya, hingga kenapa dia bisa berada disini sekarang. Tentu saja, Risa tidak menceritakan keluarga lainnya selain neneknya.

Rania menjadi pendengar yang sangat baik, Rania tidak pernah bertanya dari cerita Risa. Risa mai bercerita sedikit saja, dia sudah bersyukur. Tidak mau membuat Risa tidak nyaman, sesekali dia menyentuh tangan Risa erat hanya untuk sekedar menguatkan. Hingga diakhir ceritanya, Rania memeluk Risa erat dan mereka menangis bersama. Ada kehangatan disana, Risa merasakan kenyamanan seperti masih ada neneknya.