Chereads / Waktu yang Tepat / Chapter 13 - Beruntung

Chapter 13 - Beruntung

"Kamu bener tetap pergi dengan wajah lebam gitu?," Rania khawatir menghantarkan Risa menuju mobil yang akan tetap pergi ke Bandung.

"Iya, kamu tuh jangan khawatir berlebihan deh." Risa menyandarkan tubuhnya pada pintu mobil. "Ini cuma luka kecil, gak akan buat aku kesakitan. Lagian kan udah di obati tadi, aku berangkat ya."

"Ya udah, kamu hati-hati." Rania memeluk Risa erat, seakan enggan melepaskan Risa yang hanya dua hari di Bandung.

"Udah deh lepasin, kalau gini aku gak berangkat-berangkat ini." Risa berusaha mengurai pelukan sahabatnya, sambil tersenyum geli dengan tingkah Rania.

Rania terpaksa melepaskan pelukannya, wajahnya berusaha memberi senyuman untuk Risa. Risa langsung menuju kebalik kemudi, melambaikan tangan pada sahabatnya kemudian melajukan mobilnya.

Baru saja Rania menutup pintu rumahnya, suara ketukan sudah terdengar. Mau tak mau dia harus kembali membuaka pintu, untuk mengetahui siapa yang ada dibaliknya.

"Assalamu'alaikum," seorang wanita paruh baya tersenyum seraya memberi salam.

Rania membalas senyumannya, "Wa'alaikumussalam." Rania memperhatikan wanita itu, sepertinya dia pernah melihatnya. Tapi entah dimana dan kapan, raut bingung Rania sangat ketara.

"Permisi nak, Risa ada?." Wanita itu berusaha menutupi kegugupannya.

"Eh, silahkan masuk dulu bu." Rania mempersilahkan masuk pada tamunya, dia menyadari ketidaksopanannya tadi. "Silahkan duduk!, saya buatkan minum dulu." Ucapnya setelah mereka masuk ke ruang tamu.

"Tidak perlu nak, tidak usah repot." Tolak wanita itu dengan senyuman. Tapi entah kenapa Rania merasa senyuman itu getir, ada rasa takut. Wanita ini masih terlihat cantik, walau usianya tidak muda lagi. Pakaiannya sederhana, dan bicaranya lembut.

"Maaf tadi ibu mencari Risa?, kalo boleh tau ibu siapa ya?." Rania berusaha agar tidak menyinggungnya.

"Perkenalkan saya Sandra, ibunya Risa." Suara lembutnya mampu membuat mata Rania terbelalak.

'Ibu?, bukankah selama ini Risa tinggal dengan neneknya. Aku kira karena orangtuanya sudah tiada, wajahnya memang ada kemiripan sama Risa sih.' Rania membatin, dengan perhatian intens pada Sandra.

Merasa dirinya jadi perhatian gadis dihadapannya, Sandra sedikit salah tingkah. Sandra berdehem untuk menghentikan aksi Rania.

"Maaf tante, perkenalkan saya Rania sahabat Risa." Rania terlihat menyesal dengan perbuatannya.

"Panggil ibu saja, sahabat anak ibu berarti anak ibu juga." Ucap Sandra berusaha tersenyum tulus.

"Baru saja Risa pergi ke Bandung, bu." Sebenarnya banyak pertanyaan di kepala Rania, tapi dia tidak mau terlihat ikut campur. Dia hanya ingin mendengar dari Risa cerita hidupnya, ketika dia sudah mau menceritakannya.

"Oh begitu, tidak apa-apa lain kali nanti ibu kesini lagi." Terlihat wajah kecewa dari Sandra. "Ini ibu bawakan beberapa kue kering untuk camilan kalian," Sandra memberikan beberapa toples kue.

Mata Rania terlihat berbinar, "Terima kasih. Kami pasti akan memakannya bersama nanti."

"Baiklah, ibu pulang sekarang." Sandra berdiri untuk pamit dan memberikan pelukan perpisahan pada Rania.

Rania tersenyum hangat, lalu mengantarkan Sandra sampai masuk ke mobilnya. Sungguh Rania begitu penasaran, kenapa Risa tidak bilang masih memiliki orang tua. Apa yang sebenarnya terjadi, tapi bagaimanapun itu bukan haknya untuk mengetahui privasi orang lain.

*******

"Semalem kamu pulang jam berapa, Ran?." Tanya Risa yang melihat Rania menuruni tangga.

"Jam satu malam, kakakku cukup gila mengajak aku mengobrol hingga larut. Rasanya kepalaku pusing, kalau ga ada kerjaan yang urgent ingin rasanya aku tidak masuk." Jawab Rania yang mendudukkan dirinya disebelah Risa dengan malas.

Risa tersenyum melihat keadaan sahabatnya yang cukup kacau, sambil terus memakan kue dihadapannya. "Aku ga bikin sarapan, kita sarapan di luar aja ya."

"Iya, aku tahu kamu juga pasti cape. Tapi kamu ga lupa dengan pesanan aku, bukan?." Rania mengerlingkan matanya.

"Aku sudah simpan keripik tempe di dapur, aku beli banyak sekali buat kamu." Risa tersenyum sangat lebar, melihat kebahagiaan sahabatnya yang langsung menuju dapur.

"Wah, banyak sekali keripik tempenya. Terima kasih, aku akan traktir kamu makan siang nanti." Mata Rania berbinar melihat makanan khas Bandung, yang menjadi salah satu favoritnya.

"Kue ini juga enak, kamu beli dimana?." Risa hampir menghabiskan setengah toples kue kering yang ada dihadapannya itu.

"Aku tidak membelinya, kemarin ibumu datang membawanya." Jawab Rania yang kembali ke ruang tamu, dengan sebungkus keripik tempe ditangannya.

Risa tersedak mendengar perkataan Rania, "ibuku?." Risa mencoba memastikan.

"Iya, ibumu sangat cantik. Aku seperti pernah melihatnya, tapi tidak tahu dimana. Maaf, awalnya aku kira kamu tidak punya orang tua karena kamu tinggal bersama nenekmu sejak kecil." Rania kembali mendaratkan tubuhnya disisi Risa.

Tubuh Risa menegang, kenapa ibunya harus datang. Darimana ibunya tahu keberadaannya, apakah semua keluarganya juga tahu keberadaanya. Wajahnya memucat, tatapannya kosong.

"Ayo kita berangkat, nanti malah telat kekantor. Jalanan pasti ramai hari ini," ajak Rania yang sudah berdiri dan hendak melangkah kedepan.

"Kamu ga bertanya, apa yang aku sembunyikan?." Risa bertanya pelan pada Rania, tanpa melihat pada sahabatnya itu.

"Jujur aku sangat ingin tahu semua tentangmu, agar kita bisa berbagi semua perasaan. Tapi, seperti yang aku bilang sama kamu. Aku ga akan memaksa agar kamu mau bercerita sama aku. Aku ingin agar kamu menceritakannya sendiri, jika kamu sudah percaya sama aku nanti." Rania berbalik menatap Risa.

Risa merasa bersalah, pada sahabat yang ada dihadapannya kini. "Maaf, bukan aku tidak percaya sama kamu. Hanya saja ak-,"

"Sudahlah, aku juga belum menceritakan semua padamu tentang diriku. Jadi, kita impas." Rania memotong perkataan Risa, sebelum suasana berubah semakin sedih.

"Tapi aku tahu, terlalu banyak yang aku sembunyikan darimu." Risa masih enggan beranjak dari duduknya.

"Kamu orang yang paling berhak memutuskan, mau cerita atau tidak." Rania mencoba mengurangi rasa bersalah Risa padanya. "Bukankah kamu gadis yang beruntung, punya sahabat pengertian seperti aku?." Seketika Rania mengubah ekspresinya, menjadi imut dihadapan Risa.

"Iya, bahkan aku sangat beruntung." Risa langsung berdiri dan memeluk Rania erat.

Mereka meninggalkan rumah dengan keceriaan, sesekali Rania membuat lelucon untuk sahabatnya.