Chereads / Waktu yang Tepat / Chapter 4 - Kembali

Chapter 4 - Kembali

Malam ini Risa akan menemui Rio di sebuah restoran milik Rio yang mewah katanya. Risa terlihat sibuk menyetir mobilnya pelan, sambil terus memperhatikan handphonenya. Hingga matanya, tidak sengaja menangkap sebuah kejadian yang mencurigakan diluar. Saat ini dia sedang berada disebuah taman yang tidak terlalu besar tapi yang pasti terlihat sepi. Ada seorang pria yang menggendong anak kecil berumur empat tahunan dibahunya secara paksa, hingga anak itu berteriak.

"Lepaskan, lepaskan aku." Terdengar teriakan anak kecil itu, setelah Risa keluar dari mobil dan mendekati mereka.

"Hey, kamu penculik berhenti." Teriak Risa mencoba menghentikan pria itu. Tapi percuma, pria itu malah terus memeprcepat jalannya sambil terus menggendong anak yang meronta. Risa mencari cara bagaimana agar pria itu berhenti, dilihat sekitarnya tidak ada yang bisa dimanfaatkan. Ahirnya, dia membuka sepatunya kanannya dan melemparkannya pada si pria. Tepat sasaran, lemparannya terkena kepala pria itu, dia berhenti dan terlihat dia mengusap kepalanya. Anak dalam gendongannya pun terlihat kaget dengan apa yang dilihatnya. Pria itu berbalik sambil menurunkan anak dalam gendongannya.

"Hey, dasar kau cewek gila. Berani-beraninya melakukan hal ini paraku." Ucap dengan marah si pria jangkung itu.

"Kau yang gila, dasar penculik." Risa tak kalah berteriak. Ada rasa takut karena sepertinya pria itu kuat dan wajahnya sangat dingin mengerikan.

"Siapa yang penculik, dia ini keponakanku." Ucap pria itu kasar sambil terus mengusap kepala belakangnya yang terkena pukulan Risa.

"Bohong, mana ada maling ngaku. Kalau dia keponakanmu, kenapa dia meronta saat kau menggendongnya?." Sekarang mereka malah terlihat berdebat.

"Cih, dasar cewek gila. Hey siapa aku?," tanya si pria pada anak yang berdiri mematung di sampingnya.

"Om ga apa-apa?," tanya anak ini pada si pria itu khawatir.

"Om?," tanya Risa pelan . Ada rasa takut juga bila benar pria ini adalah omnya.

"Tante dia ini adalah omku," ucap si anak dengan imutnya menerangkan pada Risa.

"Benarkah?, Lalu kenapa kamu minta dilepaskan saat di gendong tadi?." Risa kini khawatir jika benar pria itu adalah omnya, pasti akan malu dia.

"Aku belum ingin pulang, tapi om paksa aku pulang." Ucap si anak sambil memanyunkan bibirnya seraya memainkan jarinya, sangat menggemaskan.

Risa sudah tidak punya muka dihadapan pria itu, langsung dia meminta maaf dan cepat berlalu pergi meninggalkan mereka sambil menutup wajahnya.

Pria itu terus melihat Risa dengan wajah dinginnya, walau Risa sudah menjauh. Dia masih tidak percaya dengan apa yang terjadi padanya. Marah?, jelas itu terlihat di wajahnya tapi ketika dia melihat sebelah sepatu Risa, dia tersenyum sinis.

"Risa kenapa kamu selalu ikut campur, haduh salah paham lagi." Risa menggerutu sambil terus berjalan dan menggaruk rambut yang tidak gatal.

Risa langsung menghempaskan tubuhnya dibelakang kemudi dan dia baru menyadari sepatunya hanya sebelah. Ingin dia berbalik ke taman itu untuk mencari sepatunya, tapi dia takut mereka masih ada disana. Dia mencari sesuatu yang bisa dipakai untuk sementara waktu, ahirnya dia menemukan sendal jepit dibawah jok belakang mobilnya.

Sebenarnya Risa memang orang yang cuek dengan sekitarnya, tapi dia tidak akan bisa tinggal diam jika itu menyangkut dengan kejahatan. Risa paling tidak bisa melihat orang ditindas didepan matanya. Pernah waktu itu, bahkan dia membantu menangkap seorang pencuri dijalan. Risa memang menguasai bela diri, jika diliat dari luar memang dia wanita lemah tapi tidak seperti itu yang sebenarnya.

Rio terlihat resah menunggu kedatangan sang adik di ruangan privat sebuah restoran mewahnya, yang tak kunjung datang. Dia terus memandangi jam tangannya, sambil terus menyeruput kopi susu dihadapannya. Tak lama pintu ruangan terbuka.

"Maaf aku telat," Risa masuk dengan sedikit berlari kecil.

"Lama sekali," dengus Rio sambil melirik adiknya yang sudah duduk di hadapannya.

"Aku tidak tahu jalan, bahkan aku harus menggunakan ini." Risa kesal sambil menunjukkan aplikasi maps pada handphonenya. Memang Risa tidak berbohong, dia belum tahu jalanan Jakarta. Tapi yang membuatnya amat telambat kejadian memalukan tadi dan dia enggan menceritakannya. Karena kalo Rio tahu pasti, dia akan menertawakannya.

"Heh,,, restoran ini sangat terkenal, bahkan aksesnya sangat mudah. Apa kamu tidak pernah mendengar tentang restoran ini sebelumnya?, Lalu kenapa kau ke restoran mewah seperti ini menggunakan sendal jepit?." Rio menatap adiknya tidak percaya, sambil memandangi kaki Risa.

"Aku kan baru di Jakarta, hanya baru dua kali aku kesini. Itupun waktu study tour dari sekolah dan sendal ini, bukankah yang penting aku pakai alas kaki." Ucap Risa tersenyum.

"Hahaha,, adikku ini cantik tapi kampungan." Rio terbahak mendengar omongan Risa. Memang sesungguhnya restoran miliknya ini sudah cukup terkenal, banyak orang dari luar kota datang kesini hanya untuk menikmati keindahan tempat dan kenikmatan makanannya.

"Udah deh ka," Risa kesal dan manyun ketika Rio meledeknya. Hingga dua pelayan masuk dan menyiapkan makanan yang sudah dipesan Rio. Rio menyuruh Risa makan, walaupun masih geli dengan tingkah adik bungsunya.

"Kamu tinggal dimana?, kamu bener ga mau tinggal sama kakak?." Tanya Rio di sela-sela mereka makan.

"Engga ka, aku lebih nyaman tinggal sendiri. Lagi pula kakak sekarang sudah sukses dan pasti banyak yang mengenal kakak. Aku tidak mau nanti malah jadi masalah untukku. Rasanya tidak akan nyaman," ungkapan Risa sedikit menggoda kakaknya.

"Maksudmu, aku akan jadi masalah buatmu?." Rio berwajah pura-pura marah pada Risa. Dalam hatinya dia tahu, Risa sudah cukup tidak nyaman harus kembali ke Jakarta setelah selama dua puluh empat tahun tinggal di Bandung dengan nenek. Rio sangat tahu jika adiknya ini malas berbasa-basi dengan banyak orang, dia tidak mau jika jadi sorotan. Apalagi dengan orang tuanya, Rio saja masih merasa kaku jika bertemu orang tuanya, apalagi Risa.

"Kakak ikutin kemauan kamu, tapi kakak mohon jika ada sesuatu yang terjadi bicara sama kakak. Kalau kamu butuh kakak, kakak akan selalu ada buat kamu." Rio menyentuh memegang tangan Risa hangat. Risa tersenyum dengan memandang wajah Rio, sambil mengangguk pelan.

Risa tak ingin terlambat di hari pertama ia kerja. Seperti biasa, dia bangun sebelum waktu subuh.

Risa memarkirkan mobilnya disebuah gedung pencakar langit, ya memang dia lebih senang berkendara sendiri. Walaupun Risa tahu kalau perusahaan tempat dia bekerja adalah perusahaan besar, tapi tetap saja dia terkagum-kagum dengan gedung yang ada dihadapannya. Matanya membulat dan mulutnya terbuka lebar, menikmati kemewahan gedung itu.

Risa masuk dan langsung menemui resepsionis yang berada dilantai dasar, tak jauh dari pintu masuk.

"Ada yang bisa saya bantu?," tanya resepsionis dengan senyuman manisnya.

"Saya Risa, karyawan pindahan dari Bandung di bagian Keuangan. Saya harus menemui kepala departemen keuangan Pa Tama, ada mba?." Jawab Risa dengan sedikit membalas senyuman resepsionis tersebut. Resepsionis itu terlihat sedang membuka-buka catatatan.

"Oh, ini mba yang pindahan dari kantor cabang di Bandung. Mba sudah di tunggu Pa Tama, langsung saja kelantai 6. Panggil saya arum aja mba, ini yang akan mengantar ke atas." Ucap Arum yang sebelumnya sudah memanggil seorang security untuk mengantar Risa.

"Makasih, mba Arum." Risa melambaikan tangan sambil sedikit tersenyum kepada Arum.