Chereads / The Sweetest Love / Chapter 3 - Sikap Perhatian Bela

Chapter 3 - Sikap Perhatian Bela

"Kamu yakin bisa mengatasinya sendiri, Bela?" tanya Reno dengan tatapan lekat.

Bela yang mendengar hal tersebut langsung tersenyum lebar dan menganggukkan kepala. "Jangan cemas, Reno. Aku bis mengatasi Frida sendiri. Dia hanya butuh istirahat dan pengaruh alkoholnya akan segera menghilang. Jadi, lebih baik kamu pulang saja. Ini sudah malam dan gak baik kalau ada yang melihat kamu di sini," jawab Bela dengan raut wajah serius.

Reno membuang napas pelan dan menganggukkan kepala. "Baiklah kalau menurut kamu gak masalah sama sekali. Tapi, aku harap kamu hubungi aku kalau memang membutuhkan bantuan. Aku pastikan aku akan segera datang," ucap Reno dengan serius.

Bela menganggukkan kepala dan bergumam pelan. Bibirnya tersenyum tipis dan menatap Reno lekat. Tangannya melambai pelan, memperhatikan Reno yang melangkah ke arah lift. Hingga Reno yang sudah memasuki lift, membuat Bela melangkah masuk.

Sejenak, Bela menarik napas dalam dan membuang perlahan. Rasanya benar-benar lelah. Dia yang baru selesai bekerja seharian, belum beristirahat sama sekali, tetapi sudah harus dihadapkan dengan Frida yang mabuk parah. Bahkan, sudah berulang kali perempuan tersebut ke kamar mandi dan mengeluarkan semua isi di perut, membuat Bela harus bekerja cukup ekstra. Bersyukur masih ada Reno saat itu terjadi. Namun, kali ini Reno sudah pergi, membuatnya harus bekerja seorang diri.

"Aku akan buatkan sup sup untuk dia. Aku yakin, Frida pasti belum makan," gumam Bela sembari melangkah ke arah dapur. Meski sebenarnya dia sendiri malas untuk memasak, tetapi melihat Frida yang tidak baik-baik saja membuatnya tidak tega.

Bela menghentikan langkah ketika sudah berada di depan lemari pendingin dan membukanya. Manik mataya mengamati sekitar, apa yang dimiliki Frida dan dapat dia gunakan. Hingga dia melihat daging ayam, membuatnya tersenyum dan langsung mengambil, diikuti dengan bahan makanan yang lain.

Bela segera menyiapkan semua bahan yang dia butuhkan, mencuci bersih dan memulai untuk memasak. Wajahnya mulai berubah serius. Setiap kali mengerjakan sesuatu, Bela memang fokus dan tidak ingin diganggu. Dia juga sering kali tidak memperhatikan sekitar. Hingga dering ponsel terdengar, membuat Bela mengalihkan pandangan. Dengan cepat, dia mencuci tangan dan mengelap hingga kering. Kakinya melangkah ke arah meja kecil di dekatnya dan menatap nama sang penelfon. Mama. Bela yang melihat langsung mengangkat panggilan dan menekan tombol pengeras suara.

"Halo, Ma," sapa Bela.

"Bela, kamu di mana? Bukannya tadi kamu bilang ada urusan penting dan akan segera kembali? Kenapa sampai jam sebelas kamu belum juga kembali?" tanya Sintia dengan nada suara yang terdengar cemas.

"Maaf, Ma. Bela lupa bilang kalau malam ini Bela menginap di rumah Frida. Tadi Bela dan Reno ke bar untuk menjemput Frida. Dia dalam kondisi mabuk. Jadi, Bela gak tega untuk meninggalkannya," jawab Bela dengan nada memelas, cukup menyesal karena dia yang terlalu fokus dengan Frida hingga lupa memberitahu sang mama.

"Terus, sekarang bagaimana kondisi Frida?" tanya Sintia, sedikit terdengar tenang.

"Dia sudah mulai membaik, Ma. Tadi Bela lihat dia juga sudah tertidur," jawab Bela.

"Terus, Reno?" tanya Sintia kembali.

Bela yang mendengar tertawa kecil. "Jangan cemas, Ma. Bela sudah suruh dia pulang. Bela juga gak akan biarkan dia menginap di sini," jawab Bela, cukup paham dengan ketakutan sang mama.

Sintia mendesah penuh kelegaan. "Syukurlah, Bela. Mama lega kalau begitu, tetapi kamu juga harus ingat, jangan ikut-ikutan seperti Frida. Jangan minum-minuman beralkohol, Bela. Kamu harus bisa menjaga diri dan jangan sampai melakukan hal di luar batas. Jangan buat malu keluarga, Sayang. Ingat, kamu adalah wanita. Jadi, jaga kehormatan kamu sebagai wanita," ucap Sintia menasihati.

"Bela, tahu, Ma. Bela selalu ingat dengan apa yang Mama katakan," sahut Bela.

"Baiklah kalau begitu. Mama tutup dulu telfonnya. Jangan lupa, besok pagi kamu pulang dulu sebelum ke kantor. Malam ini, kamu juga istirahat, jangan sampai kurang tidur dan kelelahan," ucap Sintia penuh perhatian.

"Bela akan mengingat semuanya, Ma. Mama jangan cemas. Sekarang mama juga tidur, istirahat yang cukup dan jangan berpikir macam-macam," sahut Bela dan mendapat gumaman dari arah sang mama. Hingga panggilan terputus.

Hening. Bela menarik napas dalam dan membuang perlahan. "Mama lihat? Bela di sini bahagia. Mama Sintia dan papa Aziel begtiu menyayangi Bela. Jadi, mama dan papa di surga juga harus bahagia," gumam Bela dengan air mata menggenang di pelupuk mata.

Bela tertawa kecil dan menghapus air matanya. "Astaga, kenapa aku selalu saja begini setiap kali mama memberiku nasihat dan perhatian. Kamu bukan lagi anak kecil, Bela. Kamu harus kuat, Bela. Kamu bahkan sudah besar. Jadi, gak boleh menangis," ucap Bela dengan diri sendiri. Hingga dia memutuskan melanjutkan masaknya dan meninggalkan ponsel di meja.

***

"Bela di mana?" tanya seorang pria dengan kacamata yang bertengger di hidung bangirnya.

Sintia yang mendengar pertanyaan sang suami langsung mengalihkan pandangan, menatap ke arah Aziel dan tersenyum lembut. "Dia di rumah Frida. Katanya Frida mabuk. Jadi, dia dan Reno menjemput. Sekarang dia di sana, tidak tega kalau harus meninggalkan Frida sendirian. Itu sebabnya dia menginap," jawab Sintia dengan tenang.

"Dan Reno?" tanya Aziel dengan raut wajah serius. Bahkan, dia menghentikan pekerjaannya dan menatap Sintia lekat.

Sintia tertawa kecil ketika melihat raut wajah sang suami yang begitu serius. Dibandingkan dirinya, sang suami bahkan jauh lebih cemas. Sejak tadi Aziel bahkan terus saja melihat jam dinding, terlihat jelas jika tidak ada ketenangan, terbukti dengan ekspresi gusar yang Aziel tunjukkan.

"Sin, aku tanya serius," ucap Aziel karena tidak juga mendapat jawaban.

"Kamu tenang saja, Reno pulang. Bela menyuruh dia pulang," sahut Sintia dengan bibir tersenyum lebar.

Aziel yang mendengar langsung mendesah kasar, merasa lega karena tidak ada pria asing di rumah Frida. Setidaknya di sana putrinya akan tetap aman karena hanya Frida yang ada di dalamnya. Hingga Sintia yang melihat mulai mendekatkan tubuh dan menatap lekat.

"Aziel, kenapa aku merasa kalau kamu jauh lebih mencemaskan Bela dari pada Jessica?" tanya Sintia dengan tatapan menggoda.

Aziel mendesah kasar dan mengalihkan pandangan. "Itu hanya perasaan kamu saja, Sin. Aku menyayangi mereka dengan kasih sayang yang sama. Jessica dan Bela adalah putriku dan aku jelas menyayangi mereka dengan kadar yang sama," jawab Aziel.

"Serius?" tanya Sintia, masih tetap asyik meledek Aziel.

Aziel yang mendengar hanya bergumam pelan dan langsung menutup buku di tangan. Dengan cepat, dia meletakan di nakas dan langsung berbaring, membuat Sintia yang hendak meledek menghentikan niat.

"Tidur, Sin. Sudah malam," ucap Aziel mengakhiri pembicaraan.

Sintia tertawa kecil ketika mendengar hal tersebut. Namum, dia bergumam pelan, menurut dengan apa yang dimau sang suami. Hingga dia mematikan lampu dan memejamkan mata.

***