Naga, bisa kita pikirkan lagi mengenai pernikahan kita?
Naga yang kembali mengingat kalimat Jesscica beberapa hari yang lalu hanya diam. Manik matanya menatap ke arah pepohonan di depannya, menikmati angin malam dengan secangkir kopi yang baru saja dia buat. Selama beberapa hari juga dia merasa jika hubungannya dan Jessica semakin aneh. Perempuan tersebut sering kali sulit dihubungi dan selalu memberikan alasan yang sama.
Aku gak bisa mengobrol banyak, Naga. Pekerjaanku sudah menumpuk dan aku harus segera menyelesaikan karena hari pernikahan kita sudah semakin dekat agar setelah ini aku akan mengajukan cuti.
Naga yang selama beberapa hari mendapat jawaban yang sama hanya menarik napas dalam dan membuang perlahan. Meski pada akhirnya dia mencapai kesepakatan dengan sang kekasih untuk tetap melangsungkan pernikahan karena memang waktu pernikahan yang sudah semakin dekat dan tidak mungkin dibatalkan, perasaan Naga sering kali takut. Setiap mengingatnya, pikirannya mulai melayang dengan berbagai kemungkinan terburuk yang akan dia alami.
Jessica tidak akan pergi meninggalkannya, kan? Itulah yang selalu terbesit di pikiran Naga. Dia merasa jika Jesscica mulai berubah, tetapi cintanya dengan wanita tersebut membuatnya lupa segala hal. Naga hanya tahu jika dirinya begitu mencintai Jessica dan dia tidak akan melepaskannya. Bukan hanya itu, dia yang sudah berpacaran selama enam tahun juga yakin jika Jessica juga teramat mencintainya dan tidak akan meninggalkan, apalagi di saat hari pernikahan semakin dekat.
Naga menarik napas dalam dan membuang perlahan. Dia berusaha menenangkan hatinya yang jelas tidak karuan sama sekali. Hingga ketukan pintu terdengar, membuat Naga mengalihkan pandangan.
"Naga, kamu sudah tidur?" tanya seseorang dari luar kamar.
"Belum. Masuk saja, Kak," jawab Naga dengan tenang. Dia masih asyik berdiri di balkon kamar, menikmati semilir angin malam dengan langit yang bertabur bintang.
Pintu kamar terbuka, menghadirkan seorang wanita dengan piyama tidur dan rambut yang sudah tergelung ke atas. Chitra Ainsley—kakak Naga—melangkah masuk dan menuju ke arah adiknya berada. wajah ayu dengan senyum lembut membuatnya terlihat begitu mempesona. Ditambah dengan bibir merah alami membuatnya terlihat begitu cantik meski tanpa make up. Hingga Chitra berhenti dan menatap Naga lekat.
"Kenapa kamu masih di sini, Naga? Ada yang mengganggu pikiran kamu?" tanya Chitra, cukup hafal dengan adiknya. Naga akan selalu berada di balkon kamar saat malam, menikmati kopi yang diiringi embusan angin setiap kali ada masalah.
Namun, Naga yang ditanya malah menggeleng. Meski Chitra tahu jika Naga memiliki masalah, dia memilih menghargai, tidak memaksa supaya adiknya menceritakan masalah pria tersebut.
Hening. Chitra dan Naga hanya diam. Keduanya menatap ke arah pepohonan yang tidak begitu rimbun di depan keduanya. Tidak ada yang membuka percakapan sama sekali, seakan kebisuan adalah hal yang mereka sukai. Hingga Naga mengalihkan pandangan dan membuang napas pelan.
"Kenapa Kakak ke sini?" tanya Naga, mulai penasaran dengan kedatangan sang kakak. Pasalnya, wanita tersebut jarang sekali datang ke rumah orang tua mereka, terlebih kamar milik Naga. Sejak menikah, Chitra jauh lebih menyukai rumahnya, hidup dengan keluarga kecilnya dari pada tinggal di rumah kedua orang tua mereka. Bukan bermusuhan, tetapi Chitra hanya mengatakan jika dia ingin fokus dengan keluarga miliknya, meski sesekali datang untuk menjenguk.
Chitra yang melihat wajah serius Naga langsung tersenyum lebar. "Kakak hanya mau melihat adik kakak yang katanya mau menikah, Naga. Kakak harus memastikan jika pengantin pria ini tidak banyak pikiran," jawab Chitra, terselip nada mengejek di dalamnya.
Seketika, Naga yang sejak tadi diam dengan raut wajah masam mulai tertawa kecil. Kakaknya memang selalu berhasil menghibur dirinya. Di saat kedua orang tuanya sibuk, hanya Chitra yang menemani. Namun, Naga tidak menyalahkan keduanya karena dia tahu jika semua yang kedua orang tuanya lakukan adalah demi masa depannya dan sang kakak. Setidaknya itulah yang selalu Chitra katakan dengannya. Hingga terasa sebuah elusan di lengannya, membuat Naga mengakhiri pikirannya dan menatap ke arah Chitra.
"Naga, mungkin kamu bisa membohongi orang lain, tetapi tidak dengan kakak. Selama ini kakak adalah orang terdekat kamu dan kakak tahu semua tingkah, gerak-gerik dan kebiasaan kamu. Setiap ada sesuatu yang mengganggu pikiran kamu, kamu akan selalu berada di balkon kamar, menikmati kopi di malam hari," jelas Chitra dengan raut wajah lembut, memperhatikan Naga yang terlihat terkejut dengan ucapannya.
Mungkin dia sendiri tidak sadar dengan kebiasaannya, batin Chitra. Dia mulai mengulurkan tangan, menyentuh pipi Naga dan mengelus pelan.
"Naga, pernikahan itu bukan hanya karena seseorang yang saling mencintai dan dipersatukan. Pernikahan itu adalah sebuah ikatan yang menyatukan dua orang dengan dua kepribadian yang bisa saja tidak sama dan pemikiran yang jelas berbeda. Gaya hidup dan semua hal yang tidak mungkin sama. Itu sebabnya, dalam pernikahan ada yang dinamakan keterbukaan seperti halnya dengan hubungan yang lainnya. Kamu harus mengungkapkan semua isi di pikiran kamu. Bicarakan jika ada masalah, cari solusi bersama dan jangan dipendam. Jika ada hal yang mengganjal di hati, kamu katakan saja dengan pasangan kamu supaya tidak ada salah paham diantara kalian. Kalian harus benar-benar berkompromi untuk kelangsungan rumah tangga kalian," jelas Chitra dengan suara yang mengalun lembut.
"Kakak tidak tahu apa masalah kamu, tetapi kakak yakin semua itu karena Jessica, kan?" tebak Chitra tepat sasaran.
Namun, Naga yang mendengar hanya diam. Dia memang tidak mengatakan dengan siapapun mengenai Jesscica yang berniat memikirkan ulang tentang pernikahan. Sang mama sudah cukup membenci Jessica dan dia tidak ingin jika calon istrinya semakin mendapat tatapan benci dari orang lain. Dia ingin Jessica diterima di keluarganya dengan tangan terbuka.
"Naga, saat menjelang hari pernikahan, memang akan ada banyak masalah yang terjadi. Jadi, kamu harus bisa menjalaninya. Anggap saja itu sebuah batu kecil untuk menguji hubungan kalian," ucap Chitra.
Naga menatap ke arah sang kakak dengan kedua mata menyipit. "Apa dulu saat Kakak akan menikah dengan kak Abrisam juga begitu?" tanya Naga, mulai penasaran dengan kisah sang kakak.
Chitra yang mendengar langsung tertawa kecil. Jemarinya mulai memberikan isyarat agar adiknya mendekat, membuat Naga menuruti apa yang wanita tersebut inginkan. Hingga dia yang sudah dekat menatap lekat dan menunggu jawaban sang kakak.
"Aku bahkan sempat ingin membatalkan pernikahan saat cinta pertama kakak datang," ucap Chitra dengan suara berbisik dan menjauhkan tubuh. "Tapi untung kakak segera sadar dan menolak. Kalau tidak, mungkin kakak gak akan dapat suami sebaik kakak ipar kamu sekarang," tambah Chitra.
Seketika, Naga yang mendengar terdiam. Jadi, kakak pernah mengalaminya juga. Apa Jessica juga mengalami hal yang sama? Apa mantan kekasihnya juga datang? Itu sebabnya dia mengajakku memikirkan ulang pernikahan, batin Naga dengan raut wajah berpikir.
***