Aku mau katakan dengan kamu kalau kamu tidak perlu bertingkah seperti istriku karena aku yang tidak mencintaimu sama sekali, Bela. Dari dulu, aku begitu membenci kamu dan aku harap kamu tidak melupakan itu. Pernikahan ini adalah pernikahanku dengan Jessica, bukan dengan kamu. Jadi, jangan merasa bangga dan merasa jika kamu bisa mengaturku hanya karena status kamu saat ini. Ingat, kamu hanya pengganti dan bukan pengantin yang sebenarnya.
Aku sudah mencari Jessica. Aku mengerahkan semua anak buahku dan aku harap kamu pergi ketika dia kembali.
Bela yang mengingat kalimat Naga hanya diam, menatap cermin di depannya dengan raut wajah sendu. Terlihat jelas jika saat ini dia tengah bersedih. Dia yang baru saja menikah, tetapi sudah mendapat perintah untuk meninggalkan ketika sang kakak datang, pengantin yang sebenarnya dan wanita yang jelas dicintai Naga.
Bela menarik napas dalam dan membuang perlahan, berusaha menenangkan hatinya yang mulai bergejolak. Bagaimana tidak? Kehidupannya mulai terasa hancur ketika dia menyetujui untuk menikah dengan Naga dan menggantikan sang kakak yang entah lari ke mana. Dia sendiri ingin sekali melayangkan protes, tetapi melihat kedua orang yang sudah merawat dan membesarkannya akan menanggung malu, Bela mengurungkan niat. Dia tidak ingin jika orang tuanya harus menanggung malu karena ulah sang kakak. Selain itu, dia juga merasa jika selama ini dia tidak melakukan apa pun untuk Aziek dan Sintia yang sudah merawatnya.
Namun, Bela tidak bisa memungkiri jika fokusnya kali ini bukan hanya untuk kedua orang tuanya, tetapi juga terdapat pada Naga. Pria tersebut begitu membenci dirinya. Pernikahan juga dilangsungkan secara dadakan dan terpaska. Bukan hanya itu, Bela juga merasa tidak mengenal kelaurga Naga sama sekali, membuat perasaannya semakin tidak karuan.
Apa keluarga Naga juga tidak akan menerimaku, batin Bela dengan raut wajah cemas. Kepalanya bahkan mulai berdenyut membayangkan harinya yang akan semakin suram karena bukan hanya Naga yang akan menatapnya sinis, tetapi juga kedua orang tua pria tersebut. Tangannya mulai terulur, memijat pelipisnya pelan, guna mengurangi rasa sakit. Hingga ketukan pintu terdengar, membuat Bela mengalihkan pandangan.
"Bela, kamu sudah selesai?"
Bela yang mendengar suara sang mama langsung tersenyum lebar. "Sudah, Ma. Masuk saja," jawab Bela.
Sintia langsung membuka pint ketika mendengar izin dari putrinya. Dengan tenang, dia melangkahkan kaki, menuju ke arah Bela yang masih berada di depan meja rias dengan pakaian santai. Gaun yang sempat dikenakan juga sudah terlihat rapi, dikemas dan siap dibawa. Hingga dia yang berada di dekat Bela mulai duduk dan menatap lekat.
Hening. Tidak ada percakapan sama sekali. Keduanya hanya bungkam dengan pikiran masing-masing. Bela yang melihat wajah sendu sang mama langsung mengulurkan tangan, menyentuh pipi sang mama dan mengulas lembut, membuat Sintia yang melihat semakin memasang raut wajah penuh rasa bersalah.
"Mama kenapa?" tanya Bela ketika melihat sang mama yang bersedih.
"Mama minta maaf, Sayang. Karena ulah Jessica, kamu yang harus menganggung semuanya," jawab Sintia dengan suara serak, menahan tangisnya agar tidak pecah.
"Mama gak perlu minta maaf. Bela gak masalah kok. Mama dan papa juga gak salah. Bela yang memutuskan ini. Bela juga sudah memikirkan matang-matang mengenai keputusan Bela. Jadi, mama jangan sedih dan merasa bersalah seperti ini," ucap Bela sembari menghapus air mata sang mama.
Mendengar hal tersebut, Sintia semakin menitikan air mata. Rasanya begitu sedih mendengar Bela yang begitu pengertian dan dewasa. Sedangkan putri yang dilahirkan seakan tidak peduli dengan semua kebahagiaan kedua orang tuanya. Hingga Sintia mendekap Bela, menitikan air mata yang lebih deras.
"Maaf." Lagi-lagi Sintia hanya mampu mengucapkan kalimat tersebut di sela tangisnya.
Bela hanya diam ketika mendengar sang mama terus mengucapkan maaf untuknya. Tangannya mengelus pelan punggung sang mama, berusaha menenangkan Sintia yang masih terus menangis. Jujur, dalam hatinya dia tidak menyalahkan siapa pun, terlebih sang mama dan papa yang tidak mengetahui mengenai tindakan Jessica kali ini. Hingga Sintia yang sudah merasa membaik melepaskan dekapan dan menatap lekat.
Sintia mengulurkan tangan, menatap sendu sembari mengelus pipi Bela secara perlahan. Melihat Bela yang tersenyum manis, seakan tiada masalah membuat Sintia benar-benar merasa terluka. Jika saja Bela membencinya, mungkin hal tersebut malah semakin membuat Sintia tenang karena dia yang hanya diam ketika Bela harus menggantikan Jessica. Sayangnya, Bela menunjukkan reaksi lain yang jelas membuat Sintia merasa nelangsa. Hingga dia merasa membaik, membuatnya mendesah pelan dan mengulas senyum tipis.
"Selamanya, mama adalah mama kamu, Sayang. Mama dan papa tetaplah orang tua kamu. Kapanpun kamu butuh tempat kembali, mengadu atau sebagainya, mama harap kamu bisa datang ke kami. Mama gak mau kalau hal ini membuat kamu menjadi jauh dengan kami. Selain itu, jika Naga dan keluarganya tidak bisa menerima kamu, kamu kembali saja dengan mama dan papa. Jangan kamu pendam dan tanggung sendiri," ucap Sintia dengan raut wajah serius.
"Kami tidak akan membuat putri kamu menjadi sedih, Sintia."
Bela yang awalnya berniat menjawab langsung berhenti ketika seseorang masuk dan menyela. Dengan cepat, pandangnanya beralih ke asal suara, mendapati sang ibu mertua tengah berdiri di pintu masuk dengan tatapan lekat dan bibir tersenyum lebar.
"Benita," gumam Sintia, mengulas senyum canggung. Dia takut jika ucapannya akan membuat wanita tersebut marah.
Benita yang mendengar panggilan Sintia hanya bungkam. Kakinya mulai melangkah masuk, mendekat ke arah Sintia dan Bela. Manik matanya bahkan tidak beralih sama sekali, terus memperhatikan keduanya. Hingga dai berhenti di depan Bela, semakin mengulas senyum lebar. Tangannya bahkan mulai terulur, mengelus pelan pipi Bela.
"Akhirnya kamu menjadi menantuku, Bela," ucap Benita dengan suara lembut.
Bela yang mendengar langsung mengerutkan kening dalam. "Maksud Tante?" tanya Bela, tidak mengerti dengan apa yang baru saja Bela katakan.
Bukankah hubungan Jessica dan Naga begitu direstui? Terus, kenapa mamanya mengatakan seperti itu, batin Bela dengan penuh tanya.
Benita yang tahu kebingungan Bela dan Sintia mulai menarik napas dalam dan membuang perlahan. Pandangannya mulai beralih, menatap keduanya secara bergantian. Hingga dia memilih menarik tangan dan merangkul Bela, membuat Sintia semakin bingung.
"Maafkan aku, Sintia. Sebenarnya bukan aku tidak mau menerima hubungan Jessica dan Naga. Hanya saja, waktu itu aku melihat dia bersama dengan pria lain sebelum anakku dan dia bertunangan. Jadi, aku tidak menyukai Jessica dan benar-benar tidak merestui Naga menikah dengan putri kamu. Aku malah berharap jika Bela yang menjadi istri Naga. Maaf sekali lagi karena aku yang memang tidak bisa menerima putri kamu," ucap Benita jujur, membuat Sintia dan Bela yang mendengar terkejut.
***