Bela menarik napas dalam dan membuang perlahan. Manik matanya menatap ke arah langit kamar dengan tatapan khas bangun tidur. Tangannya masih memegang selimut erat, berusaha meredam perasaan sedih yang sejak kemarin dia rasakan. Bagaimana tidak? Dia yang harus rela menggantikan sang kakak menjadi pengantin, melepas semua kebebasan hanya untuk menghindari ejekan dan melindungi keluarga dari perasaan malu.
Menyesal? Bela tidak pernah menyesali semua keputusannya. Dia rela melakukan hal yang bahkan lebih ekstream demi menyelamatkan keluarganya. Hanya saja, dia cukup terguncang dengan pernikahan yang ternyata benar-benar di luar dugaannya. Namun, pria yang menjadi suaminya bukannya menegarkan malah semakin menambah masalah dalam kehidupannya. Bahkan tidak segan-segan Naga memberikan surat yang menyatakan bahwa mereka akan berpisah tepat di malam pertama mereka, membuat hati Bela semakin nelangsa. Selain itu, dia mulai takut jika nantinya Jessica kembali dan dia akan menjadi janda, apa yang akan dipikirkan orang di luar sana?
Sejenak, Bela hanya diam, mencoba menguatkan diri untuk menghadapi semua yang tengah terjadi dengannya. Cobaan yang berada di luar kendalinya. Hingga dia yang sudah merasa tenang dan membaik langsung membuang napas kasar. Perlahan, dia mulai bangkit dan duduk. Dia hanya diam, mencoba merenggangkan otot tubuh yang terasa begitu kaku. Sampai deheman kecil terdengar, membuat Bela menatap ke asal suara.
"Aku pikir kamu tidak ingin membuka mata, Bela," ucap Naga sinis dengan sebelah bibir terangkat.
Bela yang mendengar hanya diam. Meladeni Naga sama dengan meladeni orang gila karena nyatanya tidak pernah ada batas untuk kebencian dalam diri Naga. Bela sendiri bingung dengan pria tersebut. Dia tidak pernah mencampuri urusan Naga. Dia jarang bertegur sapa dan tidak mengenal, tetapi Naga begitu membencinya, membuat Bela menatap Naga dengan segudang tanya.
Apa yang sebenarnya pria ini pikirkan, batin Bela dengan tatapan lekat, penasaran dengan isi di dalam otak Naga.
Naga yang melihat Bela menatapnya lekat langsung menutup berkas dan membuang napas pelan. Dia mulai memperhatikan wanita di depannya, menunggu Bela mengatakan sesuatu. Dia ingin sekali melihat wanita di depannya membuka topeng yang selama ini dikenakan. Namun, bukannya mengatakan sesuatu, Bela malah memilih bangkit dan merapikan selimut, membuat Naga mengerutkan kening dalam.
Sebenarnya apa yang mau dia lakukan, batin Naga penuh tanya, menatap ke arah Bela yang mulai melangkah ke arah lemari. Manik matanya bahkan mulai memperhatikan Bela yang benar-benar tidak mempedulikannya. Hingga Bela yang berniat memasuki kamar mandi, membuat Naga berdehem pelan.
Bela menghentikan langkah. Dia mulai menarik napas dalam dan membuang perlahan, berusaha meredam emosi yang tengah dia rasakan. Suasana pagi adalah penentu mood-nya hingga petang nanti. Namun, bertemu dengan Naga di pagi hari benar-benar merusak suasana hatinya. Hingga dia merasa membaik, membuatnya mengalihkan pandangan dan menatap ke arah Naga berada.
Aku rasa aku harus mulai terbiasa dengan hal semacam ini, batin Bela, cukup sadar jika bukan hanya satu kali hal semacam ini terjadi karena dia pasti akan menyaksikannya setiap pagi.
"Kenapa? Kamu mau masuk kamar mandi dulu?" tanya Bela dengan raut wajah datar. Dia masih cukup sadar diri jika memang ini bukan rumahnya. Ditambah Naga tidak menyukainya, membuatnya enggan membuat masalah atau memulai pertengkaran di pagi hari. Selain itu, ini adalah hari pertama mereka menjalani kehidupan sebagai sepasang suami istri, membuat Bela benar-benar enggan bermasalah dengan suaminya. Dia juga tidak mau membuat keluarga Naga menjadi cemas.
Keluarga. Bela yang mengingat mendesah kasar. Rasanya cukup bersalah dengan mama mertuanya. Dia takut jika wanita itu akan membencinya saat tahu jika dia sudah menandatangani perjanjian dengan Naga yang menyatakan dirinya akan pergi setelah Jessica kembali. Membayangkan wajah penuh rasa keceewa wanita tersebut, Bela semakin merasa tidak tenang.
"Mau sampai kapan kamu memakai topeng itu, Bela?"
Bela yang sejak tadi melamun langsung tersentak kaget ketika mendengar pertanyaan Naga. "Kamu tadi bilang apa?" Bela bertanya dengan kening berkerut dalam, takut salah mendengar apa yang baru saja ditanyakan Naga.
"Sampai kapan kamu memakai topeng itu? Mau sampai kapan kamu berpura-pura menjadi baik?" tanya Naga.
***
Hening. Bela yang mendengar pertanyaan Naga hanya diam, menatap pria di depannya lekat. Tidak sepatah kata pun terucap dari bibirnya. Ada perasaan kesal bercampur sedih mendengar pertanyaan yang baru saja terlontar dari bibir Naga. Hingga dia mendesah kasar dan menatap lekat.
"Apa selama ini kamu merasa kalau aku sedang menutupi sifat burukku dari semua orang, Naga?" tanya Bela, menekan sedalam mungkin rasa sakit yang dia rasakan. Sebisa mungkin, dia harus terlihat tegar di depan Naga.
Karena aku tidak ingin dia terus berpikir jika aku adalah gadis lemah. Aku tidak ingin Naga terus salah paham dan berpikir kalau aku begitu mengharapkannya, batin Bela, menatap Naga lekat.
Naga yang mendengar pertanyaan Bela membuang napas pelan dan menatap dengan pandangan remeh. "Memangnya kamu tidak berpikir begitu?" Naga balik bertanya dan menatap Bela dengan pandangan mengejek.
Jujur, Bela yang melihat tingkah menyebalkan Naga semakin terpancing emosi. Dia ingin sekali menghajar Naga yang ada di depannya. Dia ingin berteriak dan bertanya, apa yang membuat Naga begitu membenci dirinya. Dia butuh kejelasan dengan tingkah pria tersebut. Namun, mengingat Naga yang begitu menyebalkan, Bela yakin hal tersebut tdiak akan berjalan dengan baik. Dia yakin pasti akan ada pertengkaran yang akan terjadi, membuat Bela mengurungkan niat. Dia tidak ingin bertengkar ketika masih di rumah mertuanya. Dia tidak ingin menunjukkan seberapa tidak harmonisnya rumah tangga yang baru saja mereka jalani.
Bela menarik napas dalam dan membuang perlahan. Dia mulai memutar tubuh dan kembali melangkah ke arah kamar mandi. Dia mengabaikan Naga yang masih menatapnya tajam. Melihat Bela yang benar-benar mengabaikannya, Naga langsung mengepalkan tangan dengan rahang mengeras. Dengan kasar, dia meletakan dokumen di ranjang dan segera turun. Kakinya bahkan melangkah lebar, menyusul Bela yang sudah lebih dulu. Hingga dia meraih pergelangan tangan Bela dan menarik kasar.
Bela yang benar-benar belum siap langsung membelalakan kedua mata lebar, terkejut dengan apa yang dilakukan Naga. Hingga Naga mendorong tubuh Bela ke arah tembok dengan kasar, membuat punggung Bela merasakan sakit. Namun, belum sempat Bela memprotes, Naga sudah lebih dulu menekan pundaknya dan menatap lekat.
"Ap …."
"Mau sampai kapan kamu mengabaikan setiap aku berbicara, Bela?" tanya Naga dengan tatapan tajam.
Bela yang mendengar langsung diam, menatap ke arah Naga dengan tatapan lekat. Ada perasaan kesal melihat apa yang dilakukan pria tersebut. Ditambah cengkraman Naga yang semakin menguat, membuat Bela harus menahan sakit di bagian punggung dan pundaknya.
"Aku bertanya dengan kamu, Bela," desis Naga dengan rahang mengeras.
"Aku hanya menghindari pertengkaran dengan kamu, Naga. Ini di rumah orang tua kamu dan aku tidak mau kalau orang tua kamu mendengarnya. Aku tidak ingin mama dan papa kamu sedih karena melihat pernikahan kita yang tidak baik-baik saja," ucap Bela dengan raut wajah serius.
***