Bela dan Naga menuruni satu per satu anak tangga menuju ke arah lantai dasar. Sejak tadi keduanya hanya diam, tidak ada yang memulai pembicaraan sama sekali, tepatnya setelah pertengkaran kecil yang terjadi beberapa menit yang lalu. Naga bahkan tidak membuka suara setelah mendengar jawaban Bela yang tidak pernah diprediksi olehnya.
Aku hanya menghindari pertengkaran dengan kamu, Naga. Ini di rumah orang tua kamu dan aku tidak mau kalau orang tua kamu mendengarnya. Aku tidak ingin mama dan papa kamu sedih karena melihat pernikahan kita yang tidak baik-baik saja.
Mengingat apa yang Bela katakan, Naga mulai menarik napas dalam dan membuang perlahan, sebisa mungkin untuk tidak membuat wanita di dekatnya curiga jika dia sedang tidak dalam kondisi baik-baik saja. Sesekali, manik matanya melirik ke arah Bela yang terlihat tenang, seakan tidak memikirkan apa pun, membuat Naga kembali mengalihkan pandangan.
Aku rasa hanya aku yang memikirkannya. Astaga, Naga, kenapa kamu ini begitu bodoh sampai harus memikirkan semua perkataan dia? Kamu lupa kalau wanita di dekat kamu ini adalah wanita yang suka memainkan drama? Dia bukannya peduli dengan apa yang akan dirasakan orang tua kamu. Dia hanya sedang memanfaatkan kebaikan mereka untuk merencanakan sesuatu. Mungkin dia juga akan merebut orang tua kamu seperti dia merebut orang tua Jessica, batin Naga, mulai meyakinkan diri sendiri agar tidak terpengaruh dengan Bela.
Bela yang melihat tingkah aneh sang suami hanya diam dan kembali mengalihkan pandangan. Aku rasa dia mulai gila, batin Bela dan memilih fokus dengan anak tangga. Hingga keduanya berada di lantai dasar dan segera menuju ke arah ruang makan.
Kali ini, Bela mempercepat langkah dan meninggalkan Naga yang masih asyik dengan pikirannya sendiri. Kakinya terus melangkah, berusaha mencapai area dapur dengan lebih cepat. Dia berniat membantu sang mertua untuk menyiapkan sarapan. Namun, langkahnya terhenti ketika semua makanan sudah tersaji di meja makan, membuat wajah antusias dan senyum lebarnya perlahan menghilang.
"Padahal aku mau membantu memasak," gumam Bela dengan raut wajah tanpa semangat.
"Lain kali kamu bisa menyiapkannya, Bela."
Bela yang mendengar hal tersebut langsung menatap ke asal suara. Manik matanya melihat Benita yang melangkah ke arahnya. Terlihat senyum manis yang membuat Bela ikut mengulas senyum. Rasanya cukup senang dengan perlakuan sang mertua yang begitu baik dengannya. Hingga Benita berhenti dan menatap lekat.
"Tidurmu nyenyak, Sayang?" tanya Benita sembari menatap lekat.
"Iya, Ma," jawab Bela berbohong. Pasalnya, dia tidak merasa nyenyak sama sekali. Berulang kali dia terbangun karena tempat tidur yang begitu sempit. Bagaimana tidak, dia harus rela berbaring di sofa, membuat geraknya terbatas meski sofa tersebut masih bisa digunakan.
Benita yang mendengar jawaban Bela langsung tersenyum lebar. Tangannya mulai terulur, menyentuh pelan puncak kepala Bela dan menatap lekat. Ada perasaan bahagia setiap kali melihat Bela tersenyum. Hingga Naga melangkah ke arah meja makan, melewati Benita dan Bela. Benita yang melihat tingkah putranya berdecak kecil dan memutar bola mata pelan.
"Dasar anak kurang ajar," gumam Benita dengan raut wajah masam. Namun, saat dia kembali menatap Bela, bibirnya kembali mengulas senyum lebar dan menunjukkan ekspresi bahagia.
"Jangan pikirkan suami kamu. Sekarang lebih baik kita ke ruang makan dan sarapan," ajak Benita dan langsung mendapat anggukan dari arah Bela.
***
Suasana ruang makan begitu tenang. Hanya ada kedua orang tua Naga, Naga dan juga Bela. Pagi tadi, sang kakak dan keluarga kecilnya memutuskan pulang karena suaminya akan bekerja dan lupa membawa beberapa berkas, membuat mau tidak mau Benita harus merelakannya. Benita juga tidak bisa melarang dan sekarang hanya menyisakan dua pasangan yang sudah diam dan menikmati sarapan dengan begitu tenang.
Seperti sebuah kebiasaan, tidak ada yang membuka suara sama sekali. Semua hanya fokus dengan makanan di hadapan masing-masing. Bela yang baru pertama kali berada di keluarga tersebut pun hanya diam dan menurut.
Apa tidak ada percakapan di sini, batin Bela, mulai merasa asing dengan suasana rumah yang jelas berbeda dengan rumahnya. Jika di rumahnya semua hal bisa dijadikan topik pembicaraan, di rumah Naga hal tersebut jarang sekali ditemui. Di rumah tersebut pun jarang ditemui seseorang berbincang atau bercanda seperti layaknya sebuah keluarga. Meski tidak bisa dipungkiri jika kedua orang tua Naga selalu bersikap harmonis.
Hanya saja aku merasa kalau antara kedua orang tua Naga dan Naga tidak terlalu banyak komunikasi, batin Bela, memberikan kesimpulan dengan apa yang dilihatnya beberapa waktu ini. Hingga seseorang mengakhiri acara makannya, membuat Bela menghentikan lamunan dan menatap ke asal suara.
"Kamu suka dengan makannnya, Bela?" tanya Arlo ketika selesai menyantap sarapannya.
Bela yang mendengar hanya diam, bingung antara menjawab atau hanya menganggukkan kepala sebagai bentuk dari sebuah jawaban. Pasalnya, Arlo baru membuka mulut ketika makanan di piring pria tersbeut habis tidak bersisa. Sedangkan makan Bela masih tersisa beberapa kali suapan di atas piring, membuatnya merasa ragu. Dia takut jika hanya mengangguk akan dinilai tidak sopan. Hingga dia menarik kedua sudut bibir dan menganggukkan kepala.
Aku harap ini tidak salah, batin Bela, berusaha menutupi kecanggungan yang mulai dia rasakan.
Benita yang melihat langsung tersenyum lebar dan menghentikan makannya. "Kamu boleh bicara, Bela. Mama dan papa gak melarang kamu berbicara saat di meja makan," ucap Benita, seakan tahu apa yang sejak tadi dirasakan Bela.
Bela yang mendengar hal tersebut langsung tersenyum canggung, malu karena Benita yang seakan mampu membaca pikirannya. Bahkan, Naga yang ada di dekatnya hanya mendengus kecil, membuat Bela melirik sang suami dengan raut wajah kesal.
Aku benar-benar mulai membencinya, batin Bela dengan tatapan kesal.
"Bela, kamu gak ada niat pindah kerja ke kantor papa saja?" tanya Arlo, membuat Bela langsung menatap ke arah sang mertua. "Biar kamu bisa bekerja bersama dengan Naga," tambah Arlo, membuat Naga yang sejak tadi tidak peduli mulai mengalihkan pandangan, memasak raut wajah tidak suka.
Bela yang mendengar hal tersebut langsung tersenyum lebar. "Terima kasih atas tawarannya, Pa. Tapi Bela merasa kalau itu gak perlu. Bela senang bekerja dengan perusahaan yang sekarang. Di sana juga ada banyak teman dan Bela merasa sudah nyaman," tolak Bela, memberikan alasan yang menurutnya masuk akal dan masih bisa diterima.
"Baiklah kalau memang itu keputusan kamu. Tapi papa harap kamu bisa mempertimbangkannya lagi," ucap Arlo dan langsung mendapat anggukan dari arah Bela.
Sedangkan Benita yang sudah selesai dengan makannya langsung melipat kedua tangan di atas meja dan menatap Bela serta Naga secra bergantian. Hingga dia mendesah pelan dan memasang raut wajah serius.
"Dan kalian kapan akan mengambil cuti untuk berbulan madu?" tanya Benita enteng, membuat Naga yang baru menelan makannya tersedak.
"Mama dan papa juga mau segera menimang cucu, Naga," imbuh Benita ketika Naga menatapnya dengan pandangan tidak terima.
***