Chereads / Antara Aku & Kakak / Chapter 8 - episode 8

Chapter 8 - episode 8

Sejak saat itu Aku dengan Kak Tery masih baik-baik saja, sampai pada waktunya pagi senin ini Aku bersiap-siap pergi ke Tanggerang untuk melanjutkan santriku.

Koper, tas kecil, dan semua alat yang ku butuhkan sudah di siapkan oleh Umi sejak malam. Aku tersenyum senang karena bisa belajar di pondok lagi.

Walaupun yang ku belajarkan selalu ada gagalnya tapi di sana juga terdapat teman yang akan baik padaku, belum tentu juga sih. Soalnya kan Aku adalah murid baru di sana, nantinya. Pasti malu banget deh Aku itu.

"Mbak, sampean gak ikut tah?" Tanyaku mengerutkan dahi, meraih tangannya.

"Enggak lah Dek, mbak batiri Umi neng omah" Katanya sambil merangkul pundak Umi.

Seketika Aku menatap Umi sejenak, terlihat di wajah Umi seperti sangat merelakan Aku pergi. Umi orangnya sangat sulit untuk di tebak, kadang-kadang terlihat sedih, kadang-kadang tidak.

Dulu waktu pertama kali Aku di pondokkan, umi lah orang pertama yang menangisiku sepanjang malam. Kata Abi. Sedangkan Aku adalah orang yang paling santai saat itu.

Justru di hari ini malah kebalikkannya.

Umi tersenyum lebar sembari meledekku karena tidak bisa ke rumah kecuali libur panjang. Kak Tery yang merasa akan merdeka tanpaku, dia bisa saja selalu manja dengan Umi, kesal sekali jika di bayangkan.

Abi memanggilku, menghampiri kami bertiga di depan teras rumah. Abi tersenyum dan mengatakan bahwa mobil yang dia pesan sudah datang di samping jalan raya.

Mendengar itu Umi dan Kak Tery, mereka langsung mengangkat barang-barangku dan membawanya pergi. Baru saja Aku mau bilang untuk pamit, ternyata mereka lebih inisiatif untuk cepat-cepat aku pergi.

Melongo, iya pasti. Aku masih di atas teras rumah sambil menatap mereka bergotong-royong membawa barangku. Aku hanya membawa tas gendong yang sejak tadi sudah ada di pundakku. Sesampai di depan jalan raya, umi, abi, kak Tery menatapku lamat-lamat.

"Dek, mengko yen koe wes sampe neng kunu. Koe ngabari yo!" Kata Kak Tery.

"Iyo, tapi yen ngabari ojo seminggu ping pitu likur¹ dewek. Hahaha" Canda Umi mengada-ngada.

"Iishh, umi mah kok yo seneng banget ngledek adek toh" Kataku sembari menggelembungkan pipi.

"Iyo wes, iyo wes, umi Mbak Abi lan Adek mangkat disek yo. Mengko Abi kabari maneh" Ucap Abi menyelesaikan canda kami.

Usai berpamitan, Aku bergegas masuk ke dalam mobil dengan Abi. Umi pun melambaikan tangan sambil tersenyum bahagia. Aku menengok ke belakang masih terlihat mereka yang melihatku di dalam mobil yang melaju semakin menjauh.

Sejauh mata memandang, akhirnya Umi dan Kak Tery pun sudah tak terlihat. Abi menggenggam tanganku dengan lembut.

"Dek, belajar seng rajin yo. Supaya dadi anak seng berbakti maring wong tuo." Nasehat Abi membuyarkan lamunanku.

"Hehe. In syaa Allah, bi. Adek bakal inget janji Abi" Jawabku tersenyum.

***

Sesampai di depan gerbang Pondok Pesantren Darussalam. Aku menatap lamat-lamat mengelilingi gedung tersebut. Cukup besar. Dan banyak di kalangan mereka sedang beraktifitas seperti ajaran di pondok pesantrenku dulu, di Jojga.

Aku dan Abi mulai beranjak masuk ke pondok itu sambil membawa barang. Di sana, ada beberapa murid yang melihatku dan menyambutku dengan tersenyum.

Ada juga yang lewat di depanku sembari menundukkan pandangannya dan bersalam kepadaku dan Abi. Disini jelas ramah sekali muridnya. Anak santri begitu sopan menyambut kami.

Setelah melewati beberapa ruangan, akhirnya Aku dan Abi masuk ke dalam ruangan untuk registrasi. Sambil menunggu, aku keluar sebentar. Jenuh juga kan kalau Aku ikut mendengar mereka berbicara soal pembayaran ini itu.

Aku duduk di kursi kayu panjang berwarna hijau, di depanku terdapat lapangan yang sangat luas, dan ada beberapa Ikhwan yang sedang bermain sepak bola.

Sorakan demi sorakan terdengar di telingaku, bahkan bisikan yang mereka gumam pun Aku bisa mendengarkan. Santri wanita yang sedang menonton turnamen kecil itu saling mendukung jagoannya masing-masing.

"Eh.. Kamu tau gak, si Indra ikut main juga loh"

"Wah, masa sih?"

"Iya, habis ini aku mau lihat"

Pembicaraan santri wanita yang melintas di depanku membuatku terkejut. Aku berharap itu adalah sebuah kesalahpahaman dariku. Tiba-tiba Abi keluar dari ruang registrasi bersama Ustadzah saling mengobrol satu sama lain.

"Ayo dek," Ajak Abi.

"Ah! Iyo-iyo"

Setelah sampai di depan kamar yang akan ku tinggal, katanya Aku akan berbagi tempat dengan beberapa santri disini. Satu kamar berisi 6 anak santri. Dan kasurnya pun berlantai. Sama seperti waktu Aku nyantri dulu.

Pintu itu ku buka perlahan, disana ada 4 anak perempuan yang saling menghafalkan buku bacaan mereka, ada juga sambil tiduran dan menutup matanya.

"Assalamu'alaikum... Anak-anak ini ada teman baru kalian. Silahkan di sapa dan saling memperkenalkan diri yah" Ucap Ustadzah sambil tersenyum.

"Waalaikumsalam. Na'am Ustadzah" Jawab mereka bersamaan.

"Nah, dek. Wes yo. Abi tinggal. Belajar seng rajin koyo koe belajar neng pondok di Jojga. Nggeh?" Ucap Abi sembari mengelus kepalaku.

"Iyo bi. Salam buat Mbak Tery lan Umi yo" Ucapku sedikit gugup.

Kemudian, abi berbalik badan dan pergi bersama Ustadzah tadi. Aku pun kembali menengok di bilik pintu, melihat Abi yang berjalan sambil berdiskusi dengan Ustadzah semakin menjauh.

"Halo! Nama kamu siapa? Aku Ara" Ujar salah satu santri mengagetkanku.

"Ah! A. Aku.. Aku,, Aku Mery" Ucap ku semakin gugup dan bergetar hebat.

"Oh iya, mery. Perkenalkan mereka teman sekamarku namanya Putri, Lela dan Willy. Sekarang kamu teman baru kami. Hehe" Jawab Ara sembari menunjuk teman satu persatunya.

Lantas Aku yang tadinya gugup dan tangan terasa dingin seperti es batu, mendadak mencair dengan sambutan mereka yang ramah. Wajah mereka semringah senang dengan kedatanganku.

Aku pun turut ikut senang dengan sambutan mereka. Wajah Ara terlihat ramah, Willy terlihat manis saat senyum, Putri terlihat cuek tapi yang ku lihat dia itu baik, dan Lela, sedari tadi dia terdiam dan hanya menatapku lamat-lamat. Entahlah, dia semacam melihat makhluk halus saja.

"Kalian lagi belajar apa? Boleh ikut gabung?" Tanyaku sedikit resah.

"Boleh, sini duduk di sampingku. Kau taruh saja tasnya di pojok." Jawab Willy.

"Eh jangan!" Teriak Lela sontak menghentikan Aku berjalan mengarahnya.

"Kenapa La?" Tanya mereka bersamaan. "Apa kau melihat sesuatu?" Lanjut Putri mendekatinya.

"Ah.. Eng! Maaf Mer, aku enggak bermaksud begitu kok." Ujar Lela langsung melipat bukunya dan pergi keluar kamar.

Aku pun terkejut dengan sikapnya, mengapa ia berteriak menolak Aku untuk bergabung. Seolah-olah Aku adalah orang jahat yang akan menyakiti mereka perlahan.

Aku sedikit murung, dengan sikap Lela terhadapku. Namun, Putri menghampiriku yang sedang berdiri membelakangi pintu.

"Mery, kau jangan sedih. Dia memang orangnya seperti itu. Awal Aku kenal pun sama denganmu. Susah sekali untuk mendekati dirinya." Nasehat Putri sambil mengelus lenganku.

"Iya Mer. Kau sabar saja. Dia butuh ketenangan sekarang jadi kita tidak perlu mengganggunya" Lanjut dengan suara Ara.

"Udah, kok ada temen baru malah sedih-sedihan. Haha, ayok Mery ikut gabung dengan kami menghafal surah Al-baqarah ayat 10 sampai 15." Ucap Willy serentak membuyarkan kesedihanku.

Aku kembali tersenyum dan ikut bergabung dengan mereka. Walaupun Aku sudah hafal semua surah Al-baqarah itu tapi Aku sudah di nasehati oleh Umi untuk tidak sombong.