Terpakunya Aku dengan perkataan Willy, aku menyadarinya. Namun, tiba saja Willy tersenyum padaku sembari mengangkat alis kanannya.
Entah apa yang di pikirannya, dia langsung menarikku keluar dari toilet dan berlari menuju lapangan tadi. Berjumpalah Aku dengan Ara, Putri dan Lela yang sedang bersorak-ria di pinggir lapangan.
Yah! Aku melihat di sana, di sana ada Mas Indra yang sedang fokus berlari dan berusaha mengejar bolanya. Aku tertegun melihat keagungan ia yang sedang terpapar oleh matahari.
Wajah yang di penuhi keringat itu, rambut yang sedikit basah itu, begitu sangat mempesona.
Teriakan berbagai teriakan dari pendukungnya semua mengarah ke satu nama, nama itu ialah orang yang Aku kagumi dan yang ku sukai sejak pertama kali.
Sudah beberapa minggu Aku tidak berjumpa dengannya. Namun, hari ini juga, detik ini dan di jam ini. Aku menyaksikan dengan kedua pasang bola mataku, ia sedang berlari dengan gagahnya dan wajah bersinarnya itu ada di hadapanku.
Sungguh sejak detik ini juga Aku langsung tersadar apa yang ku lakukan saat ini. Aku sedang mengagumi calon kakak iparku sendiri.
Rasanya begitu aneh, jika rasa ini terus menumbuh dan menumbuh di lubuk hatiku. Aku hanya takut mengecewakan Kak Tery jika ia tahu Aku mengagumi calon suaminya.
Kak Tery, andai saja engkau tau. Orang yang sekarang Aku tatap dan Aku pandangi tanpa mengedipkan mata ini ialah calon suamimu. Apakah Kau akan marah denganku Kak? Gumamku dalam hati.
"Hei, boleh kenalan nggak?"
Suara pria tiba saja menepuk pundakku dan Willy. Kami pun langsung berbalik badan dan melihat sosok pria tersebut yang kami belakangi.
Willy terdiam dan menatapnya sadis begitu juga dengan Ara yang datang menghampiri kami di tengahi oleh beberapa pria yang sama sekali tidak kami kenal.
Ara tergesa-gesa, langsung menegaskan pada pria tersebut untuk tidak mengganggu santri wati yang ada di Pondok ini. Namun, salah satu di antara mereka tidak ada yang terima saat Ara menjelaskannya tadi.
"Memangnya kenapa? Aku hanya ingin berkenalan dengannya" Kesalnya sembari menunjuk ke arahku dan Willy.
"Kok di kasih tahu nyolot sih" Ujar Putri nimbrung.
Suasana kian semakin memanas. Aku hanya terdiam sembari memegangi tangan Ara dengan pelan, ia terlihat lebih mudah untuk marah, maka dari itu Aku berinisiatif untuk pergi dan mengajak temanku dari sekumpulan mereka yang sama sekali tidak ada gunanya.
Di sela-sela Aku melangkahkan kaki, lantas mereka juga mengikuti kami, di mana kami berjalan. Aku bahkan sampai bingung harus berbuat apa lagi selain kabur dari mereka.
Pertandingan yang di penuhi kejadian tak terduga ini sangat mengacaukan mood kami berlima. Putri dan Willy masih terdiam. Lela yang sedari tadi melototi pria tersebut kini menundukkan kepalanya sembari memeluk buku yang di pelajarinya.
Ara masih menentang mereka untuk tidak menggangguku dan Willy. Sebenarnya kami pun bingung tujuan mereka mendekati kelompok kami, padahal sejak kami ada di dekat lapangan tidak ada satu orang pun yang kami bicarakan, selain Mas Indra alias Indra.
"Sebenarnya kalian mau apa dari kami?" Kataku sedikit menentang.
"Kamu, berani sekali membentakku." Katanya ngotot.
"Apa lu, dasar orang enggak tau diri" Lanjut Ara menambahkan cabe di pembicaraan.
"Apa lu bilang? Enggak tau diri?" Katanya mengulang dengan keras.
Aku pun mencubit pinggang Ara setelah ia mengatakan yang kurang tepat. Sama sekali bukan itu tujuanku untuk mengatai mereka, tetapi justru Ara lah yang menambahkan rasa kesal pria itu kepada kami.
Mereka semakin tidak senang melihat kami yang selalu berkata cuek dan kasar padanya. Salah satu teman dari mereka sedikit aneh, mereka senyum menyeringai seperti akan terjadi sesuatu kepada kami.
Walaupun di area Pondok Pesantren ini, tidak selalu aman untuk kami, karna banyaknya orang lain yang bisa keluar masuk Pondok ini tanpa di pertanyakan. Hari ini bebas pelajaran, di khususkan hanya untuk pertandingan lomba.
Saat kami berusaha untuk menghindar dari mereka tiba saja salah satu bola terlempar di salah satu kepala anak yang gabung bersama pria itu. Dia kesakitan. Bahkan sampai terjatuh dari lantai, tetapi tidak ada yang tau siapa yang melemparkan bola tersebut.
Bugh!
"Auh! Sakit." Teriaknya sembari memegangi kepala yang terkena sasaran bola.
Yana, salah satu anak Pondok Pesantren di Darussalam ini berlari menghampiri kami dan langsung mengajak kabur berlari dari sekumpulan pria itu.
Karena mereka masih mencari narasumber bola itu jadi mereka tidak sadar bahwa kami kabur darinya. Walaupun mereka sempat melihat kami berlari terbirit-birit.
Bersyukurlah kami, sampai terengah-engah nafas kami dan sangat melelahkan hanya karena kabur dari mereka, aku sampai tertawa sejenak mengingat kejadian itu. Mereka semua sama sekali tidak ada hubungannya dengan kami tapi entah mengapa mereka mengincarku dan Willy.
"Haha, seru juga kita lari-lari kaya di kejar kucing" Kataku sembari mengatur nafas.
"Kamu sama Willy ada hubungan kah sama mereka. Segitunya sampai mereka mengejar kita." Ujar Ara.
"Bukan di kejar lagi Ra. Kita sampe di ganggu kan. hah. hah" Lanjut Lela terengah.
"Sudahlah, yang terpenting kalian selamat. Aku hanya membantu kalian sedikit" Kata Yana.
Aku baru mengenal Yana lima hari yang lalu. Sejak saat itu Aku dan Yana kenal dekat, tetapi tidak sedekat Aku dan teman sekamarku.
Oh iya!. Sejenak hatiku berseru.
Mengapa tiba-tiba ada bola yang mengarah ke mereka dan sama persis bantuan Yana tepat sekali saat itu. Apakah Yana yang merencanakan bantuan itu?.
"Yana, bagaimana bisa kamu membantu kami kabur dari mereka pas ada bola yang mengintai kepala salah satu temannya." Kataku heran.
Seketika Ara, Willy dan Putri mengangguk kebingungan. Namun, beda dari Lela. Dia sepertinya memahami apa yang Yana rencanakan.
"Begini, tadi ada salah satu temanku meminta bantuan dariku untuk mengajak kabur setelah ia melemar bolanya ke salah satu teman mereka." Jelasnya sembari duduk di lantai anak tangga.
"Oh jadi begitu, tapi siapa dia? Kamu kenal Yan?" Kataku masih tidak mengerti.
Yana hanya tersenyum dengan pertanyaanku. Ia pun kembali berdiri sembari pamit untuk pergi lebih awal dari kami. Tanpa penjelasan yang lengkap itu membuat Aku semakin penasaran siapa teman Yana yang membantu kami tadi.
"Lela!" Teriak Putri mengejutkan.
Tiba-tiba Lela pingsan tergeletak di lantai, aku sampai panik harus berbuat apa. Ara langsung meminta tolong sembari berteriak di setiap sudut dekat tangga yang menuju lantai 2.
Putri dan Willy membantu Lela supaya terbangun dari pingsannya sedangkan Aku hanya terdiam sembari menatap mereka yang begitu cemas memikirkan Lela. Bodohnya Aku tidak membantu Ara ikut berteriak meminta "Tolong!"