Chereads / Antara Aku & Kakak / Chapter 7 - episode 7

Chapter 7 - episode 7

Pindah Nyantri

Suara burung gereja terdengar di atas atap kamarku, aku terbangun dengan suara ngaji di radio yang biasa Umi dengar di kamarnya. Terdengar sangat jelas, jelas sekali membuat Aku tidak bisa untuk melanjutkan tidur nyenyakku di hari ahad.

Setelah Aku membuka mata, sambil mencari beker yang ada di dekat meja belajar. Ternyata hari sudah pagi. Cahaya matahari pun sudah terlihat jelas yang menembus gorden di kamarku.

Bahkan Aku sampai lupa untuk memasang alarm untuk bangun lebih awal. Kak Tery sudah tidak ada di kasur, sekiranya mungkin dia bangun lebih awal tetapi tidak berani membangunkan Aku.

Padahal jika Aku terlambat sedikit saja bangun pagi, kak Tery selalu memarahiku karena dikira Aku lah wanita pemalas. Sebenarnya sih tidak juga, karena terlalu capek itulah mengapa Aku bangun lebih siang sedikit.

Entah mengapa, di hari ahad ini Kak Tery tidak membangunkan Aku begitu juga dengan Umi. Ada apa sebenarnya dengan mereka? Semalam seharusnya Aku lah yang sedikit marah karena soal perjodohan itu. Tapi ya sudahlah, aku berusaha bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju ruang tamu.

Disana sudah ada Abi yang sedang menyeduhkan kopi hitam kesukaanya dan Umi sibuk dengan radio yang mengotak-atik ganti FM.

"Pagi Umi. Abi." Ucapku sembari duduk di sofa panjang.

"Piye boboke, nyenyak toh" Umi langsung membuka pembicaraan denganku, sibuk pada radionya.

"Iyo, mbak Tery iki mendi Umi" Tanyaku sambil melihat sekeliling dalam rumah.

"Mbakmu wes lungo karo koncone, iku loh, arekke Om Jaya." Jelas Abi sembari nyeruput kopinya.

Aku hanya menggangguk mengiyakan pembicaraan Abi, aku bahkan tidak mau lagi membahas mereka. Pembicaraan ku tutup dengan mengubah topik soal pendidikanku.

"Abi, piye soal Pondok Pesantrenku. Aku iki pengen nyantri maneh"

"Iyo, sesuk Adek siap-siap wae yo. Mengko Abi lebokno neng Pondok Darussalam. Neng kono mesti Adek seneng." Ucap Abi sambil tersenyum.

Aku hanya mengangguk sambil mulut terdiam. Umi pun tiba-tiba bangkit dari tempat duduknya dan pergi ke kamar. Tidak lama, umi kembali lagi dengan membawa surat di lapisi dengan map coklat.

Aku bingung, hanya terdiam sembari melihat Umi yang sedang berusaha membuka surat tersebut.

"Iku opo mi?" Tanyaku sambil mengangkat wajah.

"CV dek, buat Ta'arufan." Katanya.

Aku langsung menghindar segala pertanyaan dari bibirku. Ku tarik semua yang tadinya masih terbenam oleh pertanyaan, dengan wajahku yang cepat sekali berubah ekspresi. Aku langsung menjawab "Oh" dan pergi menuju ke kamar.

CV itu mengingatkan dengan ucapan Abi yang semalam. Walaupun Aku hanya bertemu sekali dengan Mas Indra, tapi Aku yakin bahwa dia pantas untuk menjadi calon imam. Setelah Abi membicarakan perjodohan Kak Tery, sejak itu. Aku tidak mau lagi mendengar soal CV,CV dan CV.

Aku akhirnya lebih mempentingkan lanjutan pendidikanku yang katanya akan di masukkan di Pondok Darussalam. Aku melihat laptop Kak Tery tertinggal di atas meja belajar. Akhirnya Aku search Pondok Darussalam itu di Google.

"Pondok Darussalam"

Klik! Terdengar suara laptop tersebut dan langsung saja semua judul yang ku tulis keluar secara menyeluruh. Aku melihat berbagai lokasi Pondok itu. Tapi sepertinnya yang dekat adalah di Tanggerang.

Disitu tertulis "Santri Pondok Pesantren DARUSSALAM wajib menetap di dalam komplek pesantren dan semuanya wajib mengikuti rangkaian disiplin pesantren yang telah ditentukan. dengan pola hidup yang berdisiplin dan terpola secara sistemik diharapkan seluruh santri dapat mengatur pola hidupnya." Artinya Aku akan menetap jika melanjutkan santriku disana.

Iya benar saja! Dengan cara menginap disana otomatis Aku tidaklah lagi mendengar soal perjodohan Kak Tery dengan Mas Indra. Jika dengan cara itu Aku bisa saja melupakannya dengan sekejap, aku akan lebih fokus dengan berbagai hafalan Qur'an dan kegiatan sebagainya.

Akhirnya Aku keluar dari kamar dan ingin membicarakan soal ini dengan Abi dan Umi.

"Abi, adek arep ngobrol" Kataku.

"Iyo opo dek!" Tanya Abi dengan menatapku lamat-lamat.

"Aku mau lanjutken nyantri maring Pondok Darussalam neng Tanggerang, oleh ora bi?" Tanyaku berseru senang sambil tersenyum.

Abi dan Umi saling melirik bertatapan sambil melirikku sebentar, ekspresi mereka mengisyaratkan bahwa Aku tidak di perbolehkan untuk tinggal di sana. Pikirku.

"Dek, nang opo koe jaluk neng kono?" Tanya Umi mendekat.

"Gak popo mi, adek cuma pengen wae" Kataku memastikan mereka.

Abi langsung tersenyum menyeringah menengahiku dan Umi, aku pun menatap Umi lamat-lamat. Umi hanya menatap Abi sambil menggelengkan kepalanya.

Justru Aku di buat bingung oleh Abi dan Umi, ekspresi mereka tidak bisa di tebak sama sekali. Rasanya pengen memecahkan keheningan dengan tatapan mereka berdua yang bberlawanan arah itu.

"Piye dadine, adek oleh ora maring iku, pondok Darussalam." Kataku memastikan, lagi.

Abi tersenyum melepaskan keheningan sambil tertawa, umi pun mengangguk-angguk menatapku sambil tersenyum. Akhirnya mereka menyetujuiku untuk pergi kesana dan harapanku untuk melupakan soal perjodohan Kak Tery pun bisa terwujudkan.

Alhamdulillah, aku bisa bebas dari hati yang meresahkan ini begitu juga, dengan cara Aku menginap di sana pun bisa mendapatkan teman baru lagi.

Aku tersenyum, dan pergi menuju ke kamar lagi. Aku berpikir panjang sembari tersenyum sendiri, sejenak membuatku bingung dan berpikir kembali.

Jika Aku menginap di sana dengan tidak memiliki telepon genggam, bagaimana Aku menghubungi Umi dan Abi kalau kangen?

Sontak pertanyaan itu melintas di pikiranku, masa iya Aku kalah dengan ANAK JAMAN NOW, anak SD saja sudah memiliki ponselnya masing-masing.

Dengan umurku yang sudah dewasa ini, umi pun masih belum mengizinkan Aku untuk memiliki ponsel. Bahkan Kak Tery pun baru 1 tahun memiliki ponsel telefonnya. Apakah Aku juga akan seperti Kak Tery? Yang benar saja. Pikirku mengeras.

***

Di hari Ahad ini serasa sepi sekali tidak ada Kak Tery di rumah. Aku merasa jenuh, biasanya dialah yang selalu jahil menggangguku. Tiada hentinya untuk membuatku menangis merengek ngadu dengan Umi.

Entah ada apa dengan Kak Tery bisa betah pergi dengan seseorang yang baru saja ia kenal. Walaupun dia adalah anak dari Om Jaya. Namun, tetap saja. Mereka masih belum sah suami-istri mengapa sudah jalan berdua asyik kesana-kemari.

Tiba-tiba hatiku serasa kesal saja yang membayangkan mereka jalan berdua, dengan gandengan tangan. Uuhh! Kesal sekali. Aku akhirnya berontak dengan sendirinya sambil meremas-remas barang yang ada di sekitarku, contohnya ya bantal ini yang ku pangku.

Seketika, pintu kamarku terbuka dan seperti yang ku duga dia adalah Kak Tery. Wajahku terpasang murung melihat Kak Tery tersenyum senang.

"Adek ngerti ora wektu,,..." Kata Kak Tery terpotong.

"Adek ora reti, terus Adek yo moh ngerti ceritone Mbak Tery iku" Kataku sambil menarik selimut.

Segitu kesalnya Aku ditinggal olehnya, pertama pagi-pagi dia tidak membangunkanku, kedua menghilang entah kemana dan ketiga Kak Tery bahkan mau memamerkan kemesraan mereka.

Rasanya kesal, kesal sekali. Kak Tery langsung duduk di kasur sambil mendekatiku, ia memelukku dari belakang sambil membisikan sesuatu.

"Dek, ojo jengkel toh, mbak sayang maring Adek." Katanya terdengar lembut di telingaku, aku pun berbalik badan dan menatap lamat-lamat dengan penuh harap, bahkan Aku sampai mengerutkan dahi mengharapkan bahwa yang di katakan itu adalah benar.

"Yakin Mbak?" Tanyaku memastikan.

Kak Tery langsung mengangguk dan memelukku lagi dengan erat, aku juga tersenyum dan merasa tenang. Setidaknya rasa kasih sayang seorang Kakak tidak akan terbagi setelah ia mendapatkan calon hidupnya.