Hana melirik jam di ponselnya, sudah jam sembilan namun Yuuji belum juga menghubunginya untuk menjemput. Apa ada sesuatu yang terjadi? Pikirnya dengan wajah berseri sambil memegang pipinya sendiri dan bergumam tidak jelas.
"Hmm.. itu mungkin saja."
Ponselnya berbunyi. Itu dari Yuuji!
"Yuuji.. kau sudah-" Hana langsung menjauhkan ponselnya saat Yuuji berteriak.
"Tunggu! Tunggu! Kenapa kau marah? … Kau sendiri yang mengiyakan memindahkan tempat makan malam di hotel! … Baiklah, aku masih di lobi. Kita bisa pulang sekarang."
Yuuji tampak kesal saat menghampiri Hana. Auranya benar-benar buruk. Dia berjalan melewati Hana dan berseru supaya mengikutinya.
Hana mengikuti Yuuji yang masuk lift dengan bingung. "Memangnya apa yang sudah terjadi?"
"Banyak." ujarnya jengkel sambil menekan tombol B1.
***
Mereka menaiki lift menuju basement, berjalan beriringan menuju mobil. "Kau menyadarinya?" bisik Hana tiba-tiba.
"Mm, seseorang mengikuti kita." Ucap Yuuji tenang.
"Kau tunggu di mobil biar aku yang mengurus." Ucap Hana, namun Yuuji menahan kepergiannya.
"Biarkan saja, mungkin dia dari Interpol."
"Kau bukan hanya berurusan dengan Interpol. Kau memiliki banyak musuh, ingat? Biar aku yang mengkonfirmasi."
"Hati-hati."
Hana mengambil jalan yang lain dengan Yuuji. Memutar dan berakhir dibelakang mata-mata itu tanpa suara.
"Siapa kau?" ujar Hana dingin. Pria berpakaian serba hitam itu berbalik dan kaget, "aku harus mengkonfirmasi siapa dirimu supaya aku bisa memutuskan apa yang harus aku lakukan." Lanjutnya sambil berjalan mendekat.
Pria itu terpojok dengan raut bingung, karena tugasnya hanya mengawasi bukan menyakiti apalagi didepannya seorang gadis, dia tidak tau harus berbuat apa. Kabur pun dia tidak bisa.
Hana menekan lengannya di dekat leher pria tersebut, memandangnya dengan raut dingin. Dia tidak sadar jika pria itu sedikit merona. "Katakan siapa kau?"
Pria itu mendorong Hana, namun gadis itu bisa menghalaunya dan mengunci gerakan tersebut membuat mereka terkesan lebih intim. "Sekali lagi kau tidak menjawabku, kau akan mati dengan pistolmu sendiri."
Pria itu kaget, sejak kapan?
"Katakan kau siapa? Dan siapa yang menyuruhmu memata-matai kami?!" Hana sudah mulai merasa kesal dan bersiap menarik pelatuknya dan mengarahkan pada kepala pria itu.
"Aku Matsunaga Hiro. Aku hanya ditugaskan mengawasi kalian." Walaupun Hana seorang gadis, dia cukup kuat menahan Matsunaga dengan satu tangan.
"Siapa yang menyuruhmu, sialan?! Aku tidak menanyakan namamu!!" Hana tampak kesal, dia membuang isi peluru dengan satu tangan dan melemparkan pistol yang dipegangnya.
"Kau membuat kesabaranku habis!"
Bugh!
Hana memberi satu pukulan diwajahnya. Kemudian meninggalkan pria itu yang sedang mengambil pistolnya. Namun, tak jauh dari sana Hana berbalik dan melemparkan sesuatu.
"Sampai jumpa, Agen-san!" ucapnya sambil menyeringai.
Pria itu tersenyum dan tertawa kecil, "Sialan. Dia seksi sekali." Ucapnya sedikit merona sambil menatap tanda pengenalnya yang baru saja dilempar Hana.
Yuuji menatap Hana yang baru saja masuk ke dalam mobil, "Siapa dia?"
"Dari FBI. Woah..! Akhir-akhir ini aku sering melihat pria-pria tampan. Beruntungnya aku.." racau Hana berbunga-bunga. Yuuji melihatnya dengan datar.
***
Kanie berada di dalam mobil, dia menunduk saat Souji melewati mobilnya. Pria itu tidak sadar jika Souji melirik mobilnya dan menyeringai. Pria berambut perak itu menyalakan mesin mobilnya ketika mobil Souji 50 meter di depannya,
Souji menjalankan mobilnya dengan santai, dia tersenyum miring sambil menatap spionnya. "Tidak kusangka mereka mulai mencurigaiku. Sepertinya aku terlalu meremehkan mereka." pria itu tidak tampak panik, dia justru menyukainya. Seperti sedang memainkan game yang menegangkan.
Dia melirik spion dengan tatapan yang menggelap, "Rambut perak. Itou.." entah dari awal kalian musuh atau bukan, semuanya sama bagiku. Walaupun kau murid kesayangan paman.. kita tetap bukan di perahu yang sama. Karena dari dulupun, aku ingin membunuh pamanku, sudah seharusnya aku berterimakasih pada pembunuhnya kan? Atau mungkin tidak?
Mobil Souji memasuki area mansionnya. Kanie tidak bisa masuk lebih dalam lagi. Tidak menyangka jika di sekitar jalan menuju mansion tersebut terpasang CCTV.
Kanie menepikan mobil di tempat yang menurutnya titik buta kamera. Dia mengeluarkan teropong kecil dari sakunya mengobservasi tempat itu dari mobil.
"Wah, keamanan yang luar biasa. Tempat ini lebih cocok untuk disebut sebagai safe house dibanding mansion. Karena aku tidak bisa melakukan apapun, lebih baik aku tidur saja. Lagipula tidak ada celah sama sekali."
***
Shinsuke berada di kediaman Souji, Mereka berencana mengadakan rapat karena beberapa tamu dari China datang mengunjunginya. Shinsuke menyambut kepulangan Souji, "Kau sudah datang boss."
"Sepertinya kau harus berhenti menyambutku, Shinsuke-nii. Kau bukan istriku." tapi walaupun berkata begitu dia tetap menyerahkan tas kerjanya dan menyuruh Shinsuke meminta pelayan menyiapkan air mandinya. Kepala pelayan yang ada di dekatnya hanya sweatdrop sambil tersenyum canggung.
"Paman, kau sudah menyiapkan semua perlengkapan untuk tamuku?" Kepala pelayan yang berusia lebih dari setengah abad itu menunduk hormat.
"Seperti yang anda minta, Murakami-sama. Mereka sudah datang satu jam yang lalu. Sekarang sedang beristirahat."
"Oke. Kau bisa beristirahat sekarang."
Souji mengecek ponselnya setelah selesai mandi. Tidak ada yang special. Hanya berisi pesan bisnis dan laporan dari laboratorium miliknya. Aku lupa, dia tidak memiliki nomorku.
Pria itu melempar ponselnya ke atas ranjang, berjalan menuju walking closet miliknya sambil menggosok rambutnya yang basah dengan handuk. Sesaat berjengit kaget saat hendak membuka pintu, Aku berharap?! tidak mungkin aku berharap dia menghubungiku kan?
Souji melanjutkan pekerjaannya di ruang kerja, masih banyak yang harus diselesaikan untuk mencapai tujuannya. Dia tidak bisa menundanya lebih lama, dia harus mengubah negeri ini secepatnya. Dia ingin android ciptaannya bisa mengubah dunia lebih baik. Dia tidak ingin ada anak mengalami hal sepertinya. Dan itu sangat menyakitkan.
[Flashback]
Di sebuah yatch pribadi yang bernama persephone, sosok pria dewasa yang mirip seperti Souji merangkul seorang wanita. Mereka tampak tersenyum saat melihat anak laki-laki yang tampak bahagia berlarian diatas kapal.
"Bagaimana? Kau suka?" tanya pria itu.
"Um! Kita akan berlayar!! senangnya.. ayah, biarkan aku jadi kaptennya!!" ucap Souji kecil.
"Ho..ho. Baiklah. Semua dalam kendalimu kapten!" ucap sang ayah sambil memberi hormat.
"Serahkan padaku!" Souji juga ikut hormat seperti tentara dan semuanya tertawa.
"Oh? Onee-san? Kau baru datang?" gadis berusia 18 tahun yang baru saja datang tersenyum lembut sabil mengusap kepala Souji. Dia adalah Murakami Kaori, anak pertama dari keluarga Murakami. Mereka memang memiliki selisih 10 tahun karena itu Kaori sangat menyayangi adiknya.
"Um, aku harus melakukan sesuatu sebelum kemari. Aku membawa beberapa snack untukmu. Jangan sampai kelarparan, kapten!"
"Um!" Souji menerima bingkisan itu dan mencari tempat untuk memakannya. Anak itu mencari tempat untuk memakan snack yang dibawakan oleh kakaknya.
"Ayah, bisa bicara sebentar?" samar-samar Souji mendengar apa yang kakaknya katakan. Akhir-akhir ini, kakaknya sering berbicara secara pribadi dengan ayahnya. Itu membuatnya penasaran. Pernah sekali dia mendengar tanpa sengaja, mereka berbicara mengenai bisnis. Anehnya, kenapa mereka menyembunyikannya? Padahal walaupun ada masalah mereka akan membicarakannya bersama. Sepertinya ada masalah cukup serius.
Souji membawa makanannya ke tempat tersembunyi didekat ayah dan kakaknya berbicara. Anak-anak seusianya mungkin tidak mengerti. Namun, karena IQnya yang cukup tinggi dia bisa mengingat dengan mudah. Ditambah dengan guru privat yang selalu membimbingnya membuat dia mampu memahami maksud apa yang dia baca, dengar atau lihat.
"Aku sudah melakukan apa yang ayah minta."
"Mm, baguslah. Dengan itu, dia tidak bisa mengambil alih dengan mudah jika aku mati."
"Ayah.. berhenti berkata seperti ayah akan meninggal cepat. Itu membuatku sedih.." gumam Kaori yang terdengar sedih bagi Souji.
"Akhir-akhir ini, pergerakan Shouyo sangat mengkhawatirkan. Dia mulai bertindak agresif. Kebakaran dan percobaan penculikan Souji waktu itu ku yakin itu ulahnya. Kecelakaan waktu itu.. Hah.. Apa yang harus aku lakukan untuk mengendalikannya?"
Souji membulatkan matanya, 'paman?'
"Sebenarnya apa isi dari surat wasiat itu ayah?" tanya Kaori.
"Berisi kepemilkan sah dari Murakami Enterprise. Perusahaan itu akan menjadi milik Souji yang sah ketika dia sudah menikah. Aku menyembunyikan berkas kepemilikan perusahaan atas nama Murakami Souji di brangkas villa kita di Irlandia, tanpa itu Shouyo tidak bisa melakukan apapun pada perusahaan."
"Ada laporan masuk," sela Kaori. "dia mengatakan jika Shouyo diam-diam membeli alat peledak dalam jumlah besar." ayah Souji tampak kaget.
"Aku harap dugaanku tidak benar." dia berlari mencari hal yang mencurigakan. Dia takut jika Shouyo benar-benar meledakan kapal ini.
Souji tampak kaget, 'paman.. kau tidak akan melakukannya kan?' dalam otaknya dia mengingat bagaimana senyum hangat pamannya. Dia selalu membelikannya mainan, mengajaknya main, dia tidak terdengar jahat, tidak seperti apa yang ayah dan kakaknya katakan.
Souji berjalan keluar menuju ujung kapal dan memegang tiang pembatas. Tiba-tiba dia merasa khawatir jika apa yang dikatakan ayahnya benar. 'Paman tidak seperti itu, kan?'
Duarr!!
[Flashback Off]
Souji membuka matanya, ternyata dia tanpa sengaja tertidur di ruang kerjanya dan mimpi buruk itu membayanginya lagi. Sudah lama dia melupakannya dan kini dia memimpikannya lagi. Itu adalah kenangan terburuk dalam hidupnya. Dia kehilangan keluarganya dan juga kehilangan paman yang baik dalam pikirannya. Itu sangat menyakitkan.
Tok! Tok!
Pintunya terketuk, dan tak lama setelahnya suara kepala pelayan menggema, "Tuan, sarapan sudah siap. Anda ingin makan di ruang makan atau saya bawa kemari?"
"Oh, aku akan ke ruang makan saat siap."
"Baiklah, saya akan meminta tamu anda menunggu."
Souji menuruni tangga menuju ruang makan dengan setelan jas berkelas miliknya, kekuasaan dan segalanya seolah terpancar dari dirinya. Dia memang selalu mempesona. Tidak ada yang bisa membantahnya.
"Youkoso, Hantā kyōkai*.." sapanya pada beberapa orang dihadapanya yang masih belum diketahui identitasnya.