Yuuji berdiri dibalik tirai jendela kamarnya yang berada dilantai dua. Dia memegang teropong berbentuk silinder berwarna perak dan melihat keluar. Dari dekat gerbang terlihat seseorang yang tampak berusaha menutupi jejak dirinya supaya tidak terlihat cctv.
Apakah dia orang sama yang mengikuti kita waktu itu?" tanya Yuuji sambil menyerahkan teropongnya pada Hana.
"Matta! Kare wa.. Agen-san! Bagaimana ini, Yuuji? Sepertinya dia menyukaiku? Dia mengikutiku sampai kesini!" gumam Hana.
"Sadarlah! Tidak semua pria akan menyukaimu." Yuuji melipat tangannya di depan dada dan duduk ditepi ranjang.
"Hai.. Hai.. aku hanya berusaha menyenangkan diriku sendiri. Apa itu tidak boleh? Hm!"
"Apa ada info baru dari Yu Long?"
"Tidak ada."
"Apa sudah ada informasi mengenai mata-mata yang bunuh diri waktu itu?"
"Maaf, tidak ada informasi yang bisa saya sampaikan.." Hana tampak lesu, dia menyesal tidak bisa menggali informasi lebih detail dari mata-mata itu dan membiarkannya mati.
"Tidak apa-apa. Pasti kita akan menemukan titik terangnya. Mungkinkah ada hubungannya dengan Murakami Souji?"
"Saya kurang yakin."
"Ok!" tiba-tiba Yuuji berdiri dan menepuk tangannya. Hana tampak bingung. "Aku ingin menangkap ikan, kau ikut aku." Yuuji menyeringai dan pergi diikuti Hana yang tampak bingung.
***
Yuuji menutup bagasi mobil setelah memasukan peralatan memancing, Hana tampak tidak habis pikir dengan apa yang ada di kepala Yuuji sekarang.
"Serius? Kau sungguh ingin memancing? Pernikahanmu besok, lho?!" Hana mengekori Yuuji yang menuju kemudi.
"Kalau kau tidak ingin tertinggal cepat naik. Aku kan sudah bilang akan menangkap ikan."
"Yuuji.." Hana tampak frustasi tapi tetap ikut naik di mobil. Bagaimana tidak frustasi, besok hari pernikahannya dan sempat-sempatnya Yuuji pergi memancing. Dia tidak tau apa yang ada dipikirannya. Apa yang dicetuskan Yuuji kadang tercipta dengan tidak terduga.
***
"Ya ampun, aku tidak menyangka kau benar-benar ingin memancing." Hana menghela nafas sambil duduk dikursi lipat sebelah Yuuji. Mereka sedang duduk ditepi danau menunggu umpan mereka dimakan oleh ikan.
"Sttt! Kau harus fokus Hana. Jangan berisik. Ikannya bisa kabur.." ucap Yuuji. Hana diam dan hanya menurut. Dia melihat pancingannya dan melirik Yuuji. Gadis itu tampak menyeringai.
Hana nyaris tidak merasakannya, tapi memang.. sepertinya ada yang mengawasi mereka. Apa ini yang dimaksud Yuuji menangkap ikan.
"Apa kau yakin akan bisa menangkap ikan disini? Sudah dari tadi umpan kita tidak dimakan. Apakah kita harus pindah tempat?" tanya Hana.
"Tidak perlu, setidaknya tiga ikan bisa kita dapatkan. Jika tidak mendapatkannya, mungkin aku bisa meminta suamiku untuk membelikan ikan."
"Oke, saya akan membelikan anda minuman. Tolong tunggu sebentar."
***
"Yuuji, hanya mereka yang berkeliaran disekitar sini. Mereka tampak mencurigakan." mereka berada disebuah pondok yang tidak jauh dari tempat mereka memancing. Hana membawa dua orang pria yang sudah diikat.
"Hanya dua?"
"Hai."
"Apa mungkin itu perasaanku saja?" pikir Yuuji.
Yuuji menatap Matsunaga kemudian menatap pria yang satunya lagi. "Apa kau kenal pria ini?" Yuuji menunjukan gambar pria berdarah campuran pada pria itu. Itu adalah gambar mata-mata yang bunuh diri waktu itu.
"A-aku tidak tau!" Yuuji menyerngit menatap pria itu, dengan gerakan cepat dia berpindah berjongkok didepan pria itu dan mengarahkan belati di leher pria itu. Membuat semua orang yang ada disitu kaget. Termasuk Hana.
"Cepat jawab, sebelum kepalamu terpisah." ucapnya dengan tatapan berkilat tajam.
"Su-sungguh! Sa-saya hanya diperintah Tuan Murakami untuk memperhatikan anda dari jauh. Beliau mengkhawatirkan keselamatan anda."
"Siapa namamu?!"
"Ya-Yamada Sagaru desu."
"Hana, hubungi sekertaris Souji." Yuuji berdiri meminta ponsel Hana. Matsunaga yang melihat mereka berdua tampak ngeri. Perempuan yang menakutkan.
"Yuuji? Bukankah aneh kita akan menikah tetapi tidak saling menyimpan kontak satu sama lain?"
"Kau kenal Yamada?" tanyanya tanpa basa-basi.
"Ah, kau mengetahuinya? Dia penjaga yang aku kirimkan."
"Penjaga? Mana mungkin. Kau mengawasiku, kan? Aku tidak bisa menerima pengawasan ini setelah menikah nanti. Aku harap kau ingat itu!"
Pip
"Saa.." mata Yuuji tampak berkilat, dia mengarahkan perhatiannya pada Matsunaga, "Haruskah kita lanjutkan lagi perbincangan kita?"
***
Dua cangkir berisi kopi hitam tampak mengepul di meja, dua orang beda gender yang saling berhadapan di sebuah cafe tampak diam tanpa ada yang berniat membuka percakapan. Sampai Mari membuka suara.
"Sudah sejauh apa kau menyelidiki bos kami?"
"Tidak ada yang special. Hanya seorang bos yang memiliki catatan sangat rapih dan bersih. Bukankah itu mencurigakan?"
"Silahkan kau cari yang ingin kau cari. Aku tidak akan berhenti dijalanku." Mari menatap dalam Kanie dan menjeda beberapa detik. "Sepertinya, jalan kita tidak bisa bersisian. Aku berharap kita tidak bertabrakan ketika bertemu dimasa depan nanti."
Gadis itu mengalihkan pandangan kemudian mengalungkan tasnya di lengan kemudian beranjak, "Aku pergi."
"Aku ingin berada disisimu." langkah Mari terhenti namun tidak berbalik matanya membulat dan berkaca-kaca, "Tapi aku juga tidak bisa berhenti dijalanku. Mari kita bertemu di masa depan tanpa perlu bertabrakan." Mari melanjutkan jalannya sambil menahan tangis.
***
Shinji tampak sibuk di meja kerja dengan berkas yang cukup banyak. Ditengah kesibukannya itu, tiba-tiba dia bertanya pada sekertaris pribadinya, Ichijou.
"Bagaimana persiapan pernikahan Yuuji?" Ichijou yang sedang duduk di sofa tampak melongok kaget. Dia berhenti memilah dokumen dan memperhatikan Shinji dengan tatapan jenaka.
"Bukankah kau berlebihan, bos? Kau tampak seperti mengkhawatirkan pernikahanmu sendiri. Sudah kuduga! Sepertinya kau memang tsundere!"
"Apa?! beraninya kau-"
"Hai.. Hai.. kau bukan tsundere tapi siscon." sambungnya tenang, tidak merasa takut memotong ucapan bosnya.
"Ichijou!!"
Pria paruh baya itu tertawa, namun kemudian dia terdiam dan menatap Shinji serius. "Bukankah kau juga harus memikirkan masalahmu sendiri? Bukankah kau juga sadar dengan perasaan Hana-ojousan? Jika kau memang tidak menyukainya tolong ucapkan dengan jelas. Hana-ojousan juga gadis yang memasuki usia pernikahan. Dia juga akan menikah. Tolong jangan saling membebani."
Shinji menghela nafas berat. Selama ini dia tidak pernah memikirkan apapun selain pekerjaan dan keluarganya. Dia juga tidak bodoh untuk mengetahui jika Hana menyukainya. Namun, dirinya tidak bisa memutuskan apapun. Dia sendiri juga tidak mengetahui apa yang hatinya inginkan. Baginya jika keluarganya bahagia, itu sudah cukup. Dan keberadaan Hana, memang sudah semestinya ada disana. Dia terbiasa dengan keberadaannya.
Untuk mengetahui adakah perasaan cinta antara pria dan wanita, dia sendiri juga tidak tahu. Baginya, Hana memang harus ada diantara Shinji dan Yuuji.