Chereads / Kutitipkan Dia Yang Berharga Padamu / Chapter 15 - Part 15 - Ciuman pertama

Chapter 15 - Part 15 - Ciuman pertama

Afnan berdiri mematung di depan pintu. Tatapan matanya bahkan tak berkedip memandang lurus ke depan. Jantungnya berdegup sangat kencang. Semua mendadak sunyi. Seolah yang terdengar di telinganya hanya bunyi detak jantungnya sendiri.

Nazifa.

Sosok gadis pujaan hatinya itu seolah telah berhasil menghipnotisnya.

Indah! Sangat indah! Rambut hitam lurus yang tergerai sampai ke pinggang. Ini pertama kalinya ia melihat rambut Nazifa.

Perlahan ia mulai melangkahkan kakinya dengan debar di dada yang tak tertahankan lagi. Matanya terpaku pada Nazifa yang tengah menggosok rambut basahnya dengan handuk kecil. Sebuah senyuman manis pun tak ayal tersungging di bibir Afnan.

🌸🌸🌸

Nazifa mendapati kamar Afnan kosong saat ia terbangun dari tidur. Setelah sedikit berkurang lelahnya, Nazifa memutuskan untuk menyegarkan badan. Tak ada satupun perlengkapan mandi wanita di sini.

Tentu saja! Ini kan kamar mandi Mas Afnan. Aku lupa tak membawa satupun punyaku, gerutu Nazifa dalam hati.

Sebelum keluar kamar mandi, Nazifa membuka sedikit pintunya. Matanya celingukan melihat ke seluruh ruangan kamar.

Alhamdulillah, ternyata Mas Afnan nggak ada, batinnya.

Nazifa keluar kamar mandi menggunakan piyama. Saat ia tengah mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk kecil, tiba-tiba sebuah sentuhan lembut mengejutkannya.

"M-Mas ...." Nazifa terperanjat kaget dan langsung menyambar kerudungnya yang ia letakkan di kasur.

Hendak ia pasang lagi kerudungnya namun tangan Afnan menahannya. Afnan mengambil kerudung itu dan melemparkannya kembali ke kasur.

"M-Mas Afnan?" Nazifa bersusah payah menelan ludah melihat tingkah aneh Afnan yang terus menerus tersenyum.

Kedua tangan Afnan tak berhenti memainkan rambut Nazifa. Membelai setiap helaian rambutnya. Jantung Nazifa berdetak cepat tak karuan. Tubuhnya mematung seketika. Namun bola matanya mengikuti ke mana arah tangan Afnan bergerak. Ada desiran aneh yang terasa di setiap sentuhan Afnan.

"Cantik," ucap Afnan saat mencium helaian rambut Nazifa.

Matanya menatap lekat pada Nazifa.  Nazifa pun mulai merasa takut dengan tatapannya itu. Bermaksud lari dari hadapannya, namun tangan kekar Afnan berhasil menahan Nazifa dan menariknya ke dalam pelukan. Tubuh Nazifa seketika kaku saat menerima pelukan itu. Mencoba melepaskan diri dari pelukannya, namun gagal. Pelukan Afnan malah semakin bertambah erat. Hingga bisa ia rasakan detak jantung Afnan yang berdegup kencang. Afnan mencium pucuk kepala Nazifa. Kemudian,

"Aku cinta kamu," bisiknya lembut di telinga Nazifa.

Seketika sekujur tubuh Nazifa merinding mendengar bisikannya. Rasa hangat kembali menjalar di wajah Nazifa. Perlahan kekakuan pada tubuhnya berkurang. Berganti dengan rasa nyaman berada dalam pelukan tubuh atletis itu. Hembusan nafas Afnan begitu terasa di ubun-ubun kepala Nazifa.

"Makasih, Zee," ucap Afnan seraya melepas pelukannya.

"Makasih untuk apa?" tanya Nazifa tak berani menatapnya.

Afnan mengangkat dagu Nazifa lembut.

"Makasih karena kamu bersedia menjadi istriku," ucap Afnan dengan senyuman.

Nazifa tersipu malu dan menganggukan kepala.

Afnan kembali memeluk Nazifa. Namun ada yang berbeda!

Kali ini tak ada kekakuan lagi. Tubuh Nazifa seolah pasrah menerima pelukannya. Afnan mengangkat wajah Nazifa dengan kedua tangan memegang pipi.

Mata mereka saling menatap untuk beberapa saat, hingga Nazifa rasakan jantungnya berhenti berdetak saat sebuah kecupan singkat mendarat di keningnya, kedua mata lalu ...

Bibirnya!

Mata Nazifa mengerjap cepat tak percaya saat menerima sentuhan manis itu. Kakinya gemetar, lemas seolah tak bertulang.

Afnan mengulum senyum saat melihat Nazifa yang masih berdiri mematung sesaat setelah kecupan itu. Tangan kanannya terulur menyelipkan rambut Nazifa ke telinga.

"Aku wudhu duluan, ya. Kita shalat maghrib jamaah," ucap Afnan lalu berlalu pergi ke kamar mandi.

Nazifa menepuk-nepuk kedua pipinya kemudian mencubit lengan.

"Aww!" Nazifa meringis sakit. "Ternyata tadi bukan mimpi," gumamnya seraya menyentuh bibirnya.

Nazifa menutup wajah yang terasa hangat dengan kedua tangannya.

Ya Allah! Malu sekali rasanya! jeritnya dalam hati.

Afnan terlihat keluar kamar mandi dan berjalan ke arahnya. Namun dengan langkah cepat, Nazifa melesat masuk ke dalam kamar mandi dengan wajah tertunduk. Afnan terkekeh melihat tingkah Nazifa.

"Ini baru awalnya, Zee," gumam Afnan seraya tersenyum simpul.

🌸🌸🌸

Jam 10 malam, Nazifa dan Afnan baru kembali ke rumah setelah pergi ke minimarket untuk membeli semua kebutuhan Nazifa di sini. Nazifa duduk menyandarkan diri di kepala ranjang setelah menata semua barang belanjaan. Memainkan benda pipih di tangannya. Mengecek pesan-pesan Wa.

Tunggu!

Rasanya aku tak pernah membaca pesan dari Dimas ini? Apa Mas Afnan yang membacanya?

Afnan muncul dari dalam kamar mandi dan ikut duduk di sampingnya.

"Zee?" panggil Afnan.

"Hmm."

"Aku boleh tanya sesuatu?" tanyanya hati-hati.

"Boleh mas," jawab Nazifa dengan mata masih fokus ke smartphone.

"Dimas siapa?"

Glek!

Tepat seperti dugaannya. Kalau ternyata, Afnanlah yang baca pesan Wa nya.

"Temen, Mas," jawab Nazifa.

"Oh, ya? Tapi kayaknya lebih dari sekedar temen."

"Dia temen sekolah aku, Mas. Aku bisa merantau ke sini pun karena Dimas yang bantu. Kalau saja Dimas tak membujuk Orangtuaku, mungkin aku nggak akan pernah ada di sini," terang Nazifa.

"Dia suka sama kamu, ya?"

Nazifa mengangguk pelan.

"Terus? Kamu suka dia juga?" tanyanya penuh selidik.

Nazifa menghela nafas. "Dulu, Mas. Sekarang nggak."

"Terus?"

Nazifa mengerutkan dahi. "Terus apalagi, Mas?"

"Ceritain semuanya. Aku mau tau sampai sedetail-detailnya," perintah Afnan dengan tatapan tajam.

Kenapa Mas Afnan harus menatapku seperti itu, sih? Bikin takut aja, gerutu Nazifa dalam hati.

"Zee."

"I-iya, Mas. Dulu aku sama Dimas memang saling suka, sejak SMA. Tapi Dimas baru berani nyatain perasaannya pas di sini. Waktu itu aku nolak dia karena emang nggak mau pacaran. Aku minta Dimas buat nunjukin keseriusannya dengan datengin Orangtuaku. Tapi ternyata, Dimas belum siap. Dia minta waktu dan minta supaya aku sabar nunggu dia. Tapi ...." Nazifa menggantungkan kalimatnya.

"Tapi apa?" tanya Afnan penasaran.

"Tapi nggak lama setelah itu, aku nggak sengaja mergokin dia lagi pacaran," ucap Nazifa pelan kemudian menghela nafas panjang.

"Aku benci Dimas. Sejak saat itu aku mutusin buat ngejauh darinya."

Afnan manggut-manggut mendengar ceritanya.

"Sekarang kamu masih benci dia?"

Nazifa menggelengkan kepala. "Nggak, Mas."

Afnan tersenyum.

"Makasih, ya. Udah mau cerita." Afnan mengusap kepala Nazifa.

Nazifa mengangguk.

"Pinjem hapemu sebentar," pinta Afnan.

Nazifa memberikan ponselnya pada Afnan. Terlihat Afnan mengutak-ngatik daftar kontak di ponsel istrinya. Dan ternyata, dia memblokir nomor Dimas.

"Nggak apa-apa kan, kalau nomor Dimas di blok?" tanya Afnan memastikan.

Nazifa mengangguk. "Tapi kenapa, Mas?"

Afnan tersenyum menatapnya.

"Biar nggak clbk," bisiknya lembut di telinga Nazifa.

Nazifa bergidik geli dengan hembusan nafasnya.

"A-aku mau tidur dulu, Mas. Ngantuk," ucap Nazifa dengan gugup.

Namun Afnan malah menahan Nazifa saat hendak merebahkan tubuhnya.

"Buka," perintah Afnan.

Nazifa terkejut mendengarnya.

"M-maksud Mas?" tanya Nazifa panik.

Afnan mengulum senyum.

"Kerudungnya, Zee. Buka, ya?"

Ya Allah, bikin kaget saja, batin Nazifa lega.

Nazifa mengangguk kemudian membuka kerudung dan membaringkan tubuhnya membelakangi Afnan.

"Zee ...," panggilnya lagi.

"Apalagi, Mas?"

"Madep sini tidurnya." Afnan menarik bahu Nazifa agar menghadapnya.

Ya ampun, Mas ... Mana bisa aku tidur kalau diliatin terus begitu!

"Mas jangan liatin Zee begitu. Aku nya jadi nggak bisa tidur," ucap Nazifa  sambil menutupi wajah dengan kedua tangan.

Afnan malah terkekeh.

"Iya. Aku nggak liatin deh," ucap Afnan lalu menutup mata.

Tak lama Nazifa pun telah hanyut di alam mimpi.

Afnan yang ternyata hanya berpura-pura tidur, membuka kedua matanya perlahan. Ia Mendekatkan tubuhnya lebih dekat pada Nazifa yang tengah terlelap. Afnan pria normal. Tentu saja ia pun memiliki hasrat lebih saat sedang bersama Nazifa. Namun ia bertekad tak akan melakukannya sampai Zee siap dan ikhlas.

Tangannya menyibak rambut Nazifa yang menutupi wajahnya. Mencium kening gadis itu sekilas.

"Selamat tidur, sayang," ucapnya lembut lalu menggenggam tangan Nazifa.

★★★