Chereads / Kutitipkan Dia Yang Berharga Padamu / Chapter 17 - Part 17-Cemburu

Chapter 17 - Part 17-Cemburu

Nazifa hendak pergi keluar dari dalam kamar rawat Bara tapi tiba-tiba Bara memanggilnya.

"Nazi," panggil Bara.

"Ya?" Nazifa menoleh ke arahnya.

"Kamu mau ke mana?"

"Aku mau nyusul Mama dulu, Bar," jawab Nazifa.

"Aku haus. Boleh tolongin ambil minum, nggak?"

Nazifa mengangguk dan mengambilkan minum untuknya.

"Makasih."

"Iya." Nazifa mengangguk dan tersenyum. "Aku keluar dulu, ya." Nazifa hendak berbalik ke arah pintu.

"Nazi," panggilnya lagi.

"Hhm?" Nazifa kembali menoleh ke arahnya.

"Aku lapar," rengek Bara.

Nazifa menyipitkan matanya mendengar ucapan Bara.

"Tadi bilang ke Mama udah kenyang," ledek Nazifa.

"Tapi sekarang laper lagi," ucap Bara dengan wajah memelas.

Nazifa mendesis mendengar rengekkannya.

"Ya kamu makanlah kalau laper," ucap Nazifa cuek.

"Ini?" Bara mengkode dengan mata menunjuk ke arah tangan kanannya yang digips.

"Iya, ya. Bentar. Aku panggil Mama dulu, ya, buat nyuapin kamu," ujar Nazifa hendak pergi.

"Zee," panggilnya lagi sedikit berteriak.

"Apalagi sih, polem? Aku mau panggil Mama dulu," sahut Nazifa kesal.

"Kamu sekarang jahat. Aku laper di cuekin." Bara cemberut.

Nazifa menghela nafas. "Ia, maaf."

Nazifa mengambil kotak makan dan memberikannya pada Bara.

"Gimana aku makannya?" tanyanya lagi.

"Ya ampun ... Pake tangan lah, Bara," jawab Nazifa.

"Tangan kananku nggak bisa. Masa pake tangan kiri, kan susah," rengeknya lagi.

Nazifa mendecak sebal.

"Ish ... Manja deh. Sini." Nazifa mengambil kotak makan itu darinya.

"Aa ...." Nazifa menyodorkan sendok berisi makanan ke depannya.

Bara tertawa kemudian membuka mulutnya.

"Masakanmu enak, Zee," ucap Bara sambil mengunyah.

"Makasih."

"Nazi ...."

"Apa?" tanya Nazifa sambil menyuapinya.

"Nggak jadi deh," ucap Bara lagi.

"Ih ... Kamu mah nggak jelas deh. Buruan ah makannya."

"Aaa ...." Bara membuka mulut dengan gaya manjanya.

"Makasih ya, Nazi," ucapnya di sela makan.

Maafin aku, Bang! Aku pinjem istrimu sebentar, lirihnya dalam hati.

🌸🌸🌸

Sementara itu Afnan tengah mencari Mamanya yang sedari tadi belum kembali. Namun ia tak menemukannya. Maka dari itu, Afnan pun langsung menghubungi ponsel Mamanya.

"Assalamu'alaikum, Ma."

[...]

"Mama di mana? Afnan cariin kok nggak ada?"

[...]

"Oh. Ya udah kalau gitu. Assalamu'alaikum."

Afnan pun bergegas kembali ke ruangan Bara. Namun ternyata, ada pemandangan yang membuat ia mengepalkan tangannya.

🌸🌸🌸

"Kapan kamu bakal dibolehin pulang?" tanya Nazifa pada Bara.

"Entah. Besok mungkin. Dokter bilang sih, udah nggak apa-apa. Tinggal tangannya aja yang nggak boleh dipake gerak dulu," jawab Bara.

Aku manggut-manggut mendengar jawabannya.

"Kenapa? Kangen, ya?" godanya.

Nazifa mengerlingkan mata malas. "Inget ya, Polem. Aku sekarang Kakak iparmu. Jadi kamu harus sopan sama aku," ledek Nazifa..

Bara hanya menjawabnya dengan helaan nafas berat.

"Udah makannya?" tanya Nazifa.

"Belum!" jawab Bara ketus.

Saat Nazifa hendak menyuapinya lagi, tiba-tiba ...

"Ehemm!" Afnan muncul dari belakang.

"Mas." Nazifa berdiri. "Mama mana, Mas?"

"Mama lagi pulang dulu sebentar. Jadi kita di sini dulu, ya. Tunggu sampe Mama balik ke sini," jawab Afnan.

Afnan dan Bara saling menatap satu sama lain. Nazifa menatap heran pada keduanya. Afnan mengambil sendok dan kotak makan dari tangan Nazifa.

"Aa!" perintah Afnan pada Bara.

"Nggak mau. Udah kenyang," jawab Bara ketus.

"Aa!" ucap Mas Afnan dengan nada meninggi.

Bara akhirnya menuruti kata-kata Afnan untuk membuka mulutnya. Namun belum habis makanan itu dikunyahnya, Mas Afnan sudah menyuapinya lagi.

"Belum kosong, Bang!" ucap Bara dengan mulut penuh.

Namun  Afnan tak menggubrisnya. Ia malah menambah suapannya lagi.

"Bang!" teriak Bara sampai-sampai makanannya menyembur keluar mulut.

Seketika Nazifa terbahak melihat keduanya. Nazifa tak tahan melihat keduanya bertingkah seperti anak kecil. Namun tawanya seketika terhenti saat mengetahui keduanya  tengah menatapnya datar tanpa senyum.

.

"Oops, maaf." Nazifa  menutup mulutnya dengan tangan.

Namun sekarang, giliran mereka berdua yang terbahak. Entah apa yang mereka tertawakan. Tapi Nazifa  pun ikut kembali tertawa.

"Nih, minum." Afnan memberikan minum pada Bara saat tawa mereka sudah berhenti.

🌸🌸🌸

Sudah cukup lama mereka berada di Rumah Sakit. Hingga Adzan Ashar mulai terdengar berkumandang, namun Mama masih belum juga kembali dari rumah.

"Mas, aku ke mushala duluan, ya." Nazifa izin ke Afnan.

"Iya," jawabnya.

Tinggal Bara dan Afnan yang ada di ruangan itu. Hening. Tak ada yang bicara.

"Bara," panggil Afnan memecah keheningan di antara mereka.

"Hhm."

"Aku udah mutusin, kalau aku nggak akan bawa Zee pindah."

"Ooh," jawab Bara pura-pura cuek. Padahal jauh di lubuk hatinya, ia merasa senang karena masih memiliki kesempatan untuk melihat Nazifa. Namun di sisi lain, ia pun harus siap dan terbiasa melihat kebersamaan Nazifa dan Kakaknya.

"Maaf kalau kebersamaan kami menyakitimu. Aku harap, kamu bisa mulai terbiasa dan ikhlas dengan semuanya. Dan mulailah membiasakan diri menerima Nazifa sebagai Kakak iparmu. Kamu masih muda. Jalanmu masih panjang. InsyaAllah, kamu akan dapat pengganti yang lebih baik," tegas Afnan.

Benarkah itu, Bang? Bisakah aku mendapatkan yang lebih baik darinya? batin Bara.

"Bang Afnan nggak usah khawatir dan nggak usah peduliin perasaanku. Aku hanya butuh waktu. Ini nggak mudah buatku, tapi aku akan berusaha melupakannya. Kutitipkan Nazi padamu. Tolong jaga Nazi baik-baik! Karena sekali saja Bang Afnan menyakitinya, aku nggak akan tinggal diam," tegas Bara dengan nada penuh penekanan.

Mata mereka saling menatap tajam. Hingga akhirnya, sebuah ketukan di pintu membuyarkan tatapan keduanya.

"Assalamu'alaikum." Mamanya masuk mengetuk pintu.

"Wa'alaikumsalam," jawab keduanya serempak.

"Maaf ya, sayang. Mama lama."

"Nggak apa-apa, Ma," jawab Afnan.

Mamanya melirik ke kotak makan yang awalnya masih penuh.

"Wah ... Sudah habis rupanya. Tau gitu tadi Mama bawain lagi, Bar," ucap Mamanya.

Bara hanya tersenyum tipis menanggapi ucapan Mamanya.

"Kalau gitu Afnan mau nyusulin Zee ke Mushola ya, Ma. Habis itu Afnan mau langsung bawa Zee pulang."

Afnan mencium tangan Mamanya.

"Iya. Makasih, ya. Udah jagain Bara dulu."

"Iya, Ma. Kalau ada perlu apa-apa, Mama langsung telpon Afnan, ya."

Mamanya mengangguk dan tersenyum.

"Aku pulang dulu, ya." Afnan mengusap kepala adiknya.

Bara hanya mengangguk. Kemudian Afnan berlalu pergi meninggalkan mereka.

🌸🌸🌸

Nazifa sedang menyiapkan makan malam dibantu Mbok Tini. Kemudian setelah itu bergegas naik ke atas untuk memanggil Mas Afnan yang sejak pulang dari Rumah Sakit lebih banyak diam. Bahkan menggoda saja tidak. Eh?

"Mas," panggil Nazifa.

"Hhm," jawabnya dengan mata dan tangan fokus di laptop.

"Boleh nggak, kalau aku minta tolong sama Pak Supri buat anterin makan malem ke Rumah Sakit? Kasian Mama kalau harus beli di luar terus."

"Boleh," jawabnya masih cuek.

Nazifa menghela nafas lalu melenggang pergi keluar kamar.

Afnan mendecak sebal. Menutup laptopnya.

"Kok Zee nggak nanya aku kenapa? Padahal kan dari tadi aku diemin," gerutu Afnan.

"Argh!" Afnan menggaruk kepalanya yang tak gatal.

Namun saat ia mendengar langkah kaki yang kian mendekat ke kamar, cepat-cepat ia membuka laptopnya lagi dan berpura-pura sibuk.

"Mas," panggil Nazifa."

Afnan tak menjawab.

"Mas, ayo makan dulu," ajak Nazifa seraya duduk di depannya.

"Nanti aja. Aku belum laper," jawab Afnan cuek.

"Hhm ... Ya udah," jawab Nazifa kemudian berdiri hendak meninggalkan Mas Afnan yang sibuk.

"Zee." Panggilannya menghentikan langkah Nazifa.

"Ya?" Nazifa menoeh ke arah Afnan.

"Bawain makanku ke sini, ya," pinta Afnan.

Nazifa mengangguk lalu pergi keluar kamar.

Tak lama Nazifa, kembali dengan membawa makanan untuk Afnan.

"Ini, Mas." Nazifa meletakkan piring makanan di depannya.

Ia menutup laptop dan menyimpannya di nakas. Setelah itu ia duduk bersila dengan tangan melipat di dada.

"Mas nggak mau makan?" tanya Nazifa bingung.

Afnan tak menjawab.

"Aaaa." Afnan membuka mulutnya tiba-tiba.

"Mas Afnan mau disuapin?" tanya Nazifa heran.

Afnan menganggukan kepala.

Nazifa mengulum senyum melihat tingkahnya.

Kayak anak kecil aja, kata Nazifa dalam hati.

"Aa." Nazifa pun mulai menyuapi Mas Afnan.

"Mas Afnan kenapa? Kok dari tadi ngediemin Zee? Mas marah sama Zee, ya?" tanya Nazifa sambil tetap menyuapinya.

Afnan hanya menggelengkan kepala.

"Bohong. Buktinya Mas Afnan ngediemin aku dari tadi. Aku minta maaf kalau aku bikin salah," ucap Nazifa pelan dengan wajah merunduk.

Mas Afnan mengangkat dagu Nazifa. "Aku nggak marah."

"Terus?" tanya Nazifa bingung.

Aku cemburu, Zee! Teriak Afnan dalam hati.

Tapi Afnan tak mampu mengatakannya langsung.

"Mas?" tanya Nazifa lagi saat Afnan diam tak menjawab.

Afnan menatap Nazifa kemudian tersenyum. Tangannya mengambil sendok dan piring dari tangan Nazifa, lalu meletakkannya di kasur. Setelah itu ia menggenggam tangan kanan Nazifa dan menciumnya.

"Jangan gunain tanganmu ini buat nyuapin siapapun selain aku, ya," ucap Afnan lembut.

Nazifa mengerjapkan mata beberapa kali mendengar perkataannya.

"Kalau nyuapin Mama?" tanya Nazifa polos.

Afnan terkekeh. "Kalau itu boleh."

"Ok," jawab Nazifa singkat.

Afnan menghela nafas. "Tingkahmu itu bikin aku gemes pengen makan."

Nazifa kembali menyendokkan makanan dan hendak menyuapinya lagi.

"Nih, Aa." Nazifa menyodorkan sendok penuh makanan.

"Bukan makan itu," ucap Afnan.

"Lah, terus?" tanya Nazifa bingung.

"Makan kamu!" seru Afnan yang tiba-tiba menggelitiknya.

"Ampun Mas, ampun!" Nazifa tertawa geli sampai mengeluarkan airmata.

Afnan akhirnya berhenti menggelitik Nazifa namun berganti dengan  menatapnya dalam-dalam. Mata mereka saling bertemu. Jantung Nazifa kembali berdegup sangat  kencang. Afnan semakin mendekatkan wajahnya pada Nazifa hingga jaraknya hanya tinggal beberapa senti lalu,

Hup!

Nazifa menutup mulut Afnan dengan tangannya.

"A-a-aku mau ke toilet," kata Nazifa berbohong.

Afnan bergeming. Sedetik kemudian ia mengambil tangan Nazifa dan menahannya.

"Mas, a-ak ...."

Cup!

Sebuah sentuhan lembut dari bibir merah alami itu mendarat di bibir Nazifa.

Mata Nazifa membulat sempurna menerima sentuhan lembut Afnan. Namun perlahan, Nazifa seolah terhipnotis dan mulai memejamkan matanya.

★★★