Hari ini Nazifa berencana masak besar untuk menyambut kepulangan Bara. Masih tak percaya rasanya dengan statusnya sebagai Kakak ipar Bara. Takdir memang tidak bisa ditebak.
Mama memberitahu Afnan kalau Bara sudah diperbolehkan pulang meskipun dengan cara sedikit memaksa pada Dokter. Itu juga karena Bara tak berhenti merengek. Afnan pun sudah berangkat dari tadi untuk menjemputnya. Namun Nazifa tak bisa fokus dengan masakannya. Bayangan kejadian kemarin malam dan wajah Afnan selalu membayangi pikirannya.
Ciuman itu!
Ciuman Afnan yang begitu terasa berbeda. Tak sesingkat saat pertama kali ia melakukannya. Bahkan Nazifa sampai harus mendorongnya karena kesulitan bernafas.
Ya ampun! Kenapa juga saat itu aku tak memberontak, tanya Nazifa dalam hati.
Membayangkannya saja sudah membuat wajahnya memerah dan berdebar-debar.
Bahkan sejak bangun tidur, Nazifa tak berani untuk menatap wajah Afnan. Malu! Beda lagi dengan Afnan yang tak henti-hentinya tersenyum menggoda Nazifa.
"Neng Zifa demam?" Pertanyaan Mbok Tini membuyarkan lamunannya.
"Ng-nggak Mbok. Kenapa?" tanya Nazifa bingung.
"Wajah Neng Zifa merah. Kalau demam istirahat aja, Neng. Biar Mbok yang ngerjain ini," ucap Mbok Tini.
"A-aku nggak apa-apa Mbok. Cuma kegerahan aja," ucap Nazifa bohong.
Ya ampun! Ini semua gara-gara Mas Afnan, gerutunya dalam hati.
"Neng, sayurannya ini udah pada habis. Mbok beli ke depan dulu, ya."
"Eh, nggak usah Mbok. Biar Zee aja yang beli."
"Tapi Neng ...."
"Nggak apa-apa Mbok. Biar aku aja. Belinya deket, kan?"
"Iya. Di toserba depan komplek," jawab Mbok Tini.
"Ya udah, aku keluar dulu ya, Mbok." Nazifa pamit pada Mbok Tini.
Namun sebelum itu, Nazifa mengirim pesan terlebih dahulu pada Afnan.
[Mas, aku izin keluar rumah, ya. Mau beli sayuran dulu. Habis.]
Beberapa detik kemudian Afnan membalasnya.
[Mbok aja yang beli, Zee.]
[Mbok kan udah tua, Mas. Masa aku yang muda nyuruh-nyuruh, sih. Boleh, ya?]
[Ya udah. Tapi hati-hati, ya. Terus langsung pulang. Aku bentar lagi juga nyampe rumah.]
[Iya.]
Nazifa pergi ke toserba dekat komplek dengan berjalan kaki, karena jaraknya yang memang tidak begitu jauh. Ternyata toserbanya cukup ramai dan antri. Setengah jam kemudian, ia baru selesai belanja dan hendak kembali ke rumah. Saat Nazifa tengah berjalan di pinggir, tiba-tiba muncul mobil yang ngebut dari arah belakangnya. Mobil itu melindas genangan air yang tepat berada di sampingnya.
Alhasil! Baju serta kerudung Nazifa basah dan kotor terkena cipratan itu. Nazifa menatap tak percaya pada mobil yang terus melaju.
"Astaghfirullah. Nggak bisa pelan-pelan apa, ya?" gumamnya.
Nazifa termenung sesaat.
Kayak kenal mobilnya. Bukannya itu mobil Mas Andre, ya? batinnya.
Dengan langkah cepat Nazifa bergegas pulang ke rumah. Mobil Afnan pun sudah terparkir di halaman rumah saat ia tiba. Dan ternyata benar, mobil Andre baru saja tiba. Terlihat dia turun dari mobilnya sambil cekikikan menatap ke arah Nazifa.
Menyebalkan! Batin Nazifa kesal.
Nazifa berjalan masuk ke rumah tanpa menoleh ke arahnya. Andre berjalan di belakang Nazifa masih dengan cekikikannya.
"Assalamu'alaikum," sapa Nazifa saat masuk rumah.
"Wa'alaikumsalam," jawab Bara dan Mama.
"Lho, Zee ... Kamu kenapa?" tanya Mama saat melihat pakaian Nazifa kotor dan basah.
"Nggak apa-apa, Ma. Tadi kecipratan mobil di jalan. Zee ganti baju dulu, ya."
"Iya." Mama menganggukan kepala.
Nazifa pergi ke dapur untuk menyimpan sayuran terlebih dahulu lalu bergegas naik ke kamar.
"Kenapa loe?" tanya Bara pada Andre yang cekikikan.
"Nggak. Nggak apa-apa. Tadi gue ke Rumah Sakit. Tapi kata perawat di sana, loe udah pulang. Jadi langsung aja gue ke sini," jelas Andre.
"Muka loe mencurigakan," ledek Bara.
"Suudzon aja loe!" Sewot Andre.
🌸🌸🌸
Nazifa terkejut saat masuk ke dalam kamar, ternyata Afnan tengah bertelanjang dada dan hanya mengenakkan celana pendek selutut.
"M-Mas, kalau ganti baju jangan di situ. Di kamar mandi aja," kata Nazifa gugup seraya membalik badan memunggungi Afnan.
Afnan hanya tertawa mendengar perkataannya.
Tunggu!
Nazifa mencoba mengintip sedikit ke belakang lalu kembali membalik badan.
Ya Ampun! Badannya Mas Afnan super sekali, Perutnya kotak-kotak, katanya dalam hati.
Nazifa senyum-senyum sendiri. "Kenapa nggak jadi model aja, ya?" gumamnya pelan sekali.
"Allahu Akbar!" Nazifa terkejut saat Afnan tiba-tiba mencolek pinggangnya.
"Kamu bisik-bisik apa?" tanya Afnan penuh selidik.
"Ng-nggak. Aku nggak bisik apa-apa, Mas." Nazifa malu sendiri.
Saat hendak melangkah pergi ke kamar mandi, tangan Afnan menahannya.
"Kamu kenapa? Kok kotor semua?"
"Tadi kecipratan mobil di jalan, Mas."
"Tapi kamu nggak apa-apa, kan?" Matanya menyelidik Nazifa dari atas sampai bawah.
"Nggak apa-apa, Mas. Nih." Nazifa berputar-putar untuk menunjukan ia baik-baik saja. "Zee ganti baju dulu, ya."
Afnan mengangguk kemudian Nazifa buru-buru mengambil baju dan masuk ke kamar mandi. Nazifa melanjutkan masak dibantu Mbok Tini. Sedangkan Afnan, Bara, Mama dan Andre tengah berbincang di ruang keluarga. Tak lama, makan siang pun sudah siap di meja makan. Nazifa menghampiri mereka untuk mengajak makan siang.
🌸🌸🌸
Bara disuapi oleh Mamanya saat mereka makan siang bersama di meja makan. Mata Bara sesekali melirik ke arah Nazifa dan Afnan yang duduk di depannya. Bahkan Bara beberapa kali harus menarik nafas dalam-dalam saat melihat Afnan yang terus tersenyum ke arah Nazifa. Terlebih lagi saat ia melihat Afnan mengelap sudut bibir Nazifa dengan tangannya, Bara langsung mengepalkan tangan kirinya kuat-kuat untuk menahan rasa cemburu yang ada di hati.
Mamanya yang menyadari perubahan ekspresi Bara, langsung menggenggam tangan kiri anaknya yang berada di bawah meja seraya tersenyum. Bara menoleh, dan mulai membuka kepalan tangannya. Ia menghembuskan nafas kasar untuk mengusir rasa sesak di dadanya.
"Aku dah kenyang, Ma." Bara beranjak dari kursi dan berlalu pergi ke kamarnya.
Andre yang memang sedari tadi memperhatikan ekspresi temannya itu, semakin yakin kalau ada yang nggak beres antara Bara dan Kakaknya.
"Tante, Andre nyusul Bara dulu, ya."
"Iya."
Mamanya menghela nafas panjang. Separuh dari hatinya ikut terluka melihat anak bungsunya. Tapi mau bagaimana lagi? Nasi sudah menjadi bubur. Semua nggak akan terjadi tanpa kehendak yang Maha Kuasa.
Ya Allah ... Berikanlah kekuatan kepada anak hamba. Berikan yang terbaik untuk keduanya, do'a Mama dalam hati.
"Ma ... Mama kenapa?" tanya Nazifa saat melihat Mama meneteskan air mata.
"Ah, ehm, Mama nggak apa-apa, Zee. Mama cuma seneng, akhirnya Bara udah bisa pulang. Mama ke kamar dulu, ya," ucapnya sambil tersenyum lalu pergi ke kamarnya.
Afnan menatap Mamanya dalam diam.
"Mas ...," panggil Nazifa.
"Hhmm?"
"Apa Mama sama Bara lagi ada masalah? Kok aku ngerasa ada yang aneh dengan sikap mereka."
"Nggak ada apa-apa, Zee. Mungkin Mama capek. Udah nggak usah di pikirin, ya." Afnan mengusap-ngusap kepala Nazifa.
🌸🌸🌸
"Hey! Loe kenapa sih?" tanya Andre saat masuk ke kamar Bara.
"Gue nggak apa-apa," jawab Bara.
"Jangan bohong loe sama gue! Gue tau kalau ada yang nggak beres antara loe sama Bang Afnan. Bener, kan?"
Bara tidak menjawab pertanyaan Andre. Matanya memandang ke arah jendela.
"Loe suka sama Kakak ipar loe, ya?" tanya Andre tiba-tiba.
Bara yang terkejut langsung menoleh ke arah Andre.
"Ckckck ... Bener kan, tebakan gue. Sejak kapan?"
"Bukan urusan loe, Ndre. Nggak usah ikut campur," ucap Bara dingin.
"Loe itu temen gue. Kita udah temenan lama. Ceritain ke gue semua!" perintahnya.
Bara menghela nafas panjang sebelum akhirnya menceritakan semuanya.
"Hhmm ... Kakak loe nggak salah, dan loe juga nggak salah. Yang salah ya ... Bocah itu!"
"Maksud loe?"
"Ya siapa suruh bocah itu nongol di kehidupan loe berdua. Ganggu!" cerca Andre.
"Namanya Nazifa. Bukan bocah!" Bara marah dan menatap tajam Andre.
"Iya, iya. Santai Bro."
"Loe mau nggak, gue bantuin buat dapetin dia lagi?"
Bara terkejut mendengar pertanyaan Andre.
"Jaga omongan loe, Ndre. Gue bukan tipe orang yang menghalalkan segala cara kayak loe! Gue cuma butuh waktu."
"Ya udah, terserah. Kan gue cuma nawarin."
Andre tersenyum sinis.
Dasar bocah! Awas loe, ya!
★★★