Kemana Mas Afnan? Kenapa belum pulang? batin Nazifa.
"Di makan, Zee. Jangan bengong terus," ucap Mama saat melihatnya termenung.
"Iya, Ma," jawab Nazifa pelan.
"Kamu udah coba hubungin nomernya?" tanya Bara.
"Udah, Bar," jawab Nazifa.
"Mungkin Bang Afnan ada meeting dadakan lagi, Nazi." Bara mencoba menenangkan Nazifa yang terlihat gelisah.
"Ayo, sayang. Di makan," ucap Mama lagi.
Nazifa mengangguk.
Saat mereka tengah makan malam, tiba-tiba ponsel dalam saku gamisnya bergetar.
Mungkin ini pesan dari Mas Afnan, batinnya.
Cepat-cepat Nazifa membuka pesan itu. Namun hatinya kecewa saat mendapati ternyata bukan Afnan yang mengirim pesan.
Nomer siapa ini? Aku nggak kenal, pikir Nazifa.
Karena rasa penasaran, dengan cepat ia membuka pesan itu.
Deg!
Mas Afnan? Sama siapa?
Kesal! Sungguh! Ada yang terasa sakit di hati saat ia melihat foto Afnan tengah duduk dan tersenyum manis bersama seorang wanita. Nafasnya bahkan sedikit memburu karena menahan emosi.
"Nazi ... Kenapa?" tanya Bara yang menyadari perubahan pada raut wajah Nazifa.
"A-aku nggak apa-apa, Bar," jawabnya berusaha terlihat tenang. "Ma, Zee pamit ke kamar dulu, ya."
"Makananmu belum habis, Zee," ucap Mama.
"Zee udah kenyang, Ma."
"Ya sudah kalau begitu. Nggak apa-apa."
Nazifa pergi ke kamar dengan perasaan kesal. Duduk di bibir kasur dengan tangan masih memegang ponsel. Nazifa menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan.
Nggak! Aku nggak boleh mikir yang aneh-aneh dulu. Lagian nomer siapa itu tadi?
Astaghfirullah ... Tenang Zee! Jangan suudzon dulu.
Pukul 9 malam, Afnan akhirnya tiba di rumah.
"Assalamu'alaikum." Afnan masuk ke dalam kamar saat Nazifa sedang duduk di sofa memainkan ponsel.
"Wa'alaikumsalam." Nazifa bangun menghampiri dan mencium tangannya. "Mas mau makan?"
"Aku udah makan, Zee."
"Ooh," jawab Nazifa datar.
Afnan tiba-tiba memeluknya dari belakang saat ia hendak menyimpan tas kerja.
"Aku kangen, Zee," ucap Afnan manja.
Kangen tapi pulangnya telat terus, batin Nazifa kesal.
"Mas dari mana? Kok baru pulang?"
"Aku ada janji temu sama klien, sayang," ucapnya seraya mengecup kepala Nazifa.
"Klien?"
"Hmm. Klien dari perusahaan papanya Andre," jawabnya masih dengan memeluk Nazifa.
"Apa nggak bisa di selesaikan pas jam kantor, Mas?"
"Tadi Christine telfonnya dadakan, sayang. Aku udah bilang supaya diundur besok aja. Tapi dia bilang ini penting."
Christine? Aku tak suka mendengar nama itu.
"Mas mandi dulu aja. Biar aku buatin teh hangat." Nazifa melepaskan pelukannya dan berjalan keluar kamar.
Nazifa duduk di kursi meja makan. Menghela nafas berat. Memposisikan kepalanya tidur miring bertumpu meja. Saat Nazifa membuka matanya, ia dikejutkan oleh kehadiran Bara yang ikut membaringkan kepala di meja menghadapnya.
"Astaghfirullah! Kamu ngagetin aku, Bara," ucapnya seraya mengusap dada.
Bara hanya tersenyum melihat keterkejutannya.
"Kamu yang aneh, Nazi. Sampe nggak sadar aku dateng. Kamu kenapa?" tanya Bara menyelidik.
"Nggak apa-apa, Bar," jawab Nazifa pelan.
Bara tau, ada sesuatu yang mengganggu pikiran dari gadis yang masih memiliki tempat istimewa di hatinya itu. Meskipun statusnya kini telah menjadi istri dari Kakaknya.
"Jangan bohong sama aku, Nazi. Aku tau kalau kamu lagi nggak baik-baik aja."
Nazifa menghela nafas panjang. "Kamu memang selalu peka, Bara."
"Cerita aja, Nazi. Siapa tau aku bisa bantu kamu," ujar Bara seraya menatapnya dalam-dalam.
"Nggak apa-apa, Bara. Aku cuma bete aja."
"Kalau kamu butuh temen curhat, ada aku di sini. Bukannya kita udah temenan lama?"
Ada yang terasa ngilu di hati Bara saat ia mengucapkan kata 'teman'.
"Iya. Makasih, Bara."
Afnan yang telah selesai membersihkan diri di kamar mandi, terlihat menautkan kedua alisnya saat ia tak mendapati Nazifa di dalam kamar.
"Bukannya tadi Zee mau bikinin aku teh hangat? Kenapa lama banget?" gumam Afnan.
Afnan memutuskan untuk menyusulnya ke dapur hingga akhirnya matanya menangkap sosok Nazifa dan Bara yang tengah duduk di meja makan. Keduanya tengah berbincang sambil sesekali saling melempar senyum. Afnan menghela nafas panjang kemudian kembali melangkahkan kakinya ke kamar.
Tidak taukah kamu ada yang terasa panas di dadaku sini, Zee?
Nazifa dan Bara terdiam beberapa saat hingga akhirnya Nazifa teringat sesuatu.
"Allah! Aku lupa kalau mau bikin teh buat Mas Afnan." Nazifa menepuk jidat.
Bara tersenyum getir mendengarnya.
"Aku balik ke kamar duluan ya," pamit Bara.
"Kamu nggak mau dibikinin teh sekalian, Bar?"
"Nggak usah, makasih," jawab Bara seraya pergi dari dapur.
Bara menghentikan langkahnya sesaat. Menoleh menatap Nazifa yang tengah membuat teh, sebelum akhirnya kembali melangkahkan kakinya.
Ikhlaskan hatiku ini ya Allah, batinnya.
🌸🌸🌸
Nazifa kembali ke kamar dengan membawa secangkir teh. Afnan tengah duduk bersandar di kepala ranjang dengan kedua tangan melipat di dada.
"Tehnya, Mas." Nazifa meletakkan teh di nakas.
"Kenapa lama?" tanya Afnan dengan nada kesal.
Nazifa terkejut mendengar nada bicaranya. Ini tak seperti Afnan yang biasanya selalu bersikap lembut kepadanya.
"M-maaf, Mas." Nazifa merunduk. Merasa bersalah.
Nazifa berjalan memutari ranjang, lalu bergegas naik ke kasur di sebelah Afnan. Bola mata Afnan tak lepas mengikuti ke mana Nazifa bergerak.
"Zee tidur duluan ya, Mas," ucapnya pelan kemudian berbaring membelakangi Afnan yang masih terduduk.
Hatinya terasa campur aduk. Sedih karena Afnan yang memarahinya, juga kesal karena ia tak pernah memberi kabar setiap pulang telat.
Nazifa merasakan tubuh Afnan berbaring mendekat padanya. Tangannya bahkan sudah melingkar dengan erat diperut Nazifa.
"Maaf, Zee," ucap Afnan lembut.
Bisa Nazifa rasakan hembusan nafasnya di tengkuk yang membuat Nazifa merinding.
"Aku nggak bermaksud buat marah sama kamu, sayang" ucap Afnan penuh penyesalan. Tangannya semakin memeluk erat.
Nazifa bergeming. Memejamkan matanya.
"Zee," panggilnya lagi. "Aku tau kamu belum tidur." Afnan mengangkat tubuhnya mencium pipi Nazifa.
Tapi Nazifa masih bergeming.
"Kalau kamu masih pura-pura tidur, aku gelitikin, nih," ancam Afnan.
Nazifa menyerah kalau harus digelitik Afnan.
"Jahat. Mas Afnan beraninya ngancem," ketus Nazifa.
Afnan terkekeh karena merasa menang melawan istrinya.
Afnan membalikkan tubuh Nazifa menghadapnya. Ia semakin mendekat pada Nazifa lalu mencium keningnya.
"Maafin aku, ya," ucap Afnan lagi.
"Mas egois. Zee nggak suka." Nazifa berkata tanpa menatap wajahnya.
Afnan mengerutkan kening mendengar perkataannya.
"Egois?"
"Iya. Egois! Mas Afnan marah padaku hanya karena aku lama membawa teh. Tapi bagaimana dengan Mas Afnan sendiri? Apa Mas pernah memikirkan perasaanku?" Bibir Nazifa bergetar menahan tangis.
"Zee, aku ...." ucapannya terpotong perkataan Nazifa.
"Apa Mas Afnan nggak tau, kalau aku nunggu di rumah dengan perasaan khawatir? Apa Mas lupa, kalau di rumah ada istri? Aku manusia, Mas. Bukan patung. Mas Afnan tak pernah berinisiatif mengabariku setiap kali pulang telat. Bahkan membalas pesanku aja nggak. Apa sebegitu sulitnya untuk mengabariku? Apa aku nggak boleh kesal dan sedih dengan semua itu?" cerca Nazifa dengan derai air mata yang sejak tadi sudah coba ia tahan namun gagal.
"Mas Afnan jahat. Zee nggak suka!"
Tangan Nazifa mengusap air mata dengan kasar. Afnan memaksa tangan itu untuk berhenti lalu menarik tubuh Nazifa ke dalam dekapan dada bidangnya.
"Ssst ... Jangan nangis, Zee. Maafin aku, ya. Maaf udah tanpa sengaja nyakitin kamu. Maafin aku yang nggak peka, sayang. Aku janji, nggak akan ngulangin lagi," ucap Afnan seraya menciumi kepala Nazifa.
"Mas mah, maaf-maaf terus. Tapi tetep aja diulangin. Ini bukan pertama kalinya Mas begitu," keluh Nazifa.
Afnan melepas pelukannya, mengangkat wajah Nazifa lalu mencium lembut kedua mata istrinya itu.
"Maafin aku, Zee." ucap Afnan lalu mengecup bibir Nazifa lembut.
"Kamu mau kan, Maafin aku, hm?"
Nazifa menganggukan kepalanya.
"Makasih, sayang," ucap Afnan sambil tersenyum lalu mengecup bibir Nazifa kembali beberapa kali.
"Mas ... Udah." Nazifa menutup mulut Afnan dengan tangannya saat Afnan hendak mendaratkan kecupan manjanya lagi.
Afnan mengambil tangan Nazifa yang menutup mulutnya itu lalu tersenyum lebar.
"Aku mau minta nambah yang lain malah," bisiknya menggoda lalu memeluk Nazifa erat.
Ya Allah, tolong jagalah keutuhan rumah tangga kami ini, do'a Nazifa dalam hati.
★★★