Saat Nazifa sedang berjalan menyusuri pinggir kolam, tiba-tiba tubuhnya seperti terdorong. Tak ayal ia langsung tercebur ke dalam kolam renang yang dalam itu. Seketika suasana pesta menjadi riuh. Namun tak satupun yang mencoba menolongnya.
Kakinya berusaha mencapai dasar kolam, tapi tidak bisa! Kolam ini terlalu dalam dan Nazifa tak bisa berenang. Tak terhitung berapa banyak air yang sudah tertelan olehnya.
Ya Allah! Mas Afnan! Tolong aku! Nafasku sesak! Aku tak bisa berenang! jerit Nazifa dalam hati.
Andre berniat untuk menjaili Nazifa. Tapi belum sempat ia melaksanakan niatnya itu, ia dikejutkan oleh seseorang yang dengan sengaja mendorong Nazifa ke kolam. Andre berusaha bersikap cuek dan menunggu Nazifa untuk berenang ke tepi sendiri. Tapi ternyata ia melihat kalau Nazifa tak bisa berenang.
"Sial! Mana sih, Bang Afnan?" Andre celingukan.
Andre enggan untuk menolong Nazifa. Ia berharap ada orang lain yang melakukannya. Tapi nihil! Tak ada satupun yang berusaha menolong. Mereka hanya heboh menonton Nazifa yang tengah meronta di kolam renang.
"Damn it!" umpat Andre.
Nazifa hampir kehabisan nafas. Tubuhnya lemas. Saat ia mulai pasrah, terdengar seseorang melompat ke dalam kolam.
Byuurr!
Mas Afnan, batin Nazifa.
Seseorang itu dengan cepat meraih tubuh Nazifa yang sudah lemas dan mulai tenggelam kemudian membawanya ke permukaan air. Ia memegang erat tubuh Nazifa. Ketika Nazifa membuka matanya, ia terkejut melihat pria itu. Ternyata bukan Afnan.
Dia Andre!
Nazifa refleks meronta melepaskan diri dari pelukannya.
"Diam ngapa! Loe mau tenggelam lagi?" bentak Andre.
Nazifa akhirnya diam tak meronta karena memang ia tak bisa berenang. Andre membawanya ke pinggir kolam dan membantunya naik ke atas. Nazifa terbatuk-batuk mengeluarkan air yang tertelan.
"Zee!" Afnan terkejut berlari menghampirinya.
Afnan memegang kedua bahu Nazifa, menatapnya dengan khawatir.
"Kamu kenapa? Kok bisa kecebur?" tanya Afnan panik.
Nazifa tak menjawab pertanyaannya.
"Kamu nggak apa-apa kan, hm?" tanya Afnan khawatir.
Nazifa mengangguk pelan. Wajahnya pucat karena shock danย tubuhnya menggigil kedinginan. Afnan bergegas melepaskan jas yang dikenakannya dan memakaikannya pada Nazifa lalu membantunya berdiri. Afnan menoleh pada Andre yang tengah duduk dengan basah kuyup.
"Makasih, Ndre," ucap Afnan tulus.
Andre hanya menjawabnya dengan senyuman tipis.
"Kita pulang, ya," ucap Afnan pelan sembari memapah Nazifa berjalan.
Belum sampai di mobil, Afnan menghentikan langkahnya saat mendengar isakan tangis Nazifa.
"Zee."
"Aku takut, Mas. A-aku pikir aku akan mati di sana tadi," ucap Nazifa sesenggukan.
Afnan memeluknya erat. "Jangan ngomong gitu, Zee. Maafin aku. Harusnya tadi aku nggak ninggalin kamu," ucap Afnan penuh penyesalan.
Afnan semakin memeluk erat Nazifa yang tengah menangis sesenggukan. Tangannya tak berhenti mengusap lembut kepala Nazifa untuk membuatnya tenang.
Sementara di tempat lain, Andre yang pakaiannya masih basah kuyup tengah celingukan mencari seseorang. Ia berlari mendekat saat menemukan sosok yang dicarinya.
"Sini loe! Ikut gue!" perintah Andre seraya menyeret tangan orang itu menjauh dari keramaian.
"Sakit, Ndre! Lepas!" Christine mengibaskan tangannya kuat-kuat.
"Maksud loe apa tadi berbuat kayak gitu?" bentak Andre.
"Apa, sih?" Christine berpura-pura tak mengerti.
"Jangan ngeles loe! Gue liat yang tadi loe lakuin! Loe yang dorong dia, kan?"
"Iya. Tapi, kenapa kamu sewot? Bukannya ini rencana kita berdua?" Christine menaikkan satu alisnya.
"Eh! Denger, ya! Gue tau loe naksir Bang Afnan udah lama. Tapi inget! Gue cuma nyuruh loe buat manas-manasin dia doang. Bukan buat ngebahayain nyawanya. Ngerti loe!" Bentak Andre. "Gimana kalau dia mati di sana tadi? Hah!" Bentak Andre lagi.
Christine mengerlingkan malas matanya. "Ok, ok. Gue ngerti!"
"Denger! Gue nggak akan bayar loe seperserpun kalau loe nggak ngelakuin sesuai yang gue perintahin! Inget itu!" ancam Andre lalu pergi meninggalkan Christine yang berdiri dengan raut wajah kesal.
๐ธ๐ธ๐ธ
Afnan dan Nazifa sampai di rumah yang disambut dengan raut wajah terkejut dari Bara dan Mama.
"Ya Allah! Kamu kenapa, Zee?" tanya Mama panik dan langsung berdiri menghampiri.
"Nanti Afnan ceritain, Ma. Sekarang biar Zee ganti baju dulu, ya."
"Ya udah. Cepet bawa Zee ganti baju. Nanti masuk angin," ujar Mamanya khawatir.
Bara menatap bingung keduanya yang berlalu pergi ke kamar.
"Kamu ganti baju dulu aja, ya. Biar aku buatin teh hangat," ucap Afnan.
"Mas nggak ganti baju juga? Itu kan kemejanya jadi basah gara-gara meluk tadi."
"Iya, kamu dulu aja. Nanti aku ganti setelah bikin teh," jawab Afnan tersenyum.
Nazifa mengangguk, mengambil baju ganti dan melangkah masuk ke kamar mandi.
Afnan keluar kamar berjalan ke arah dapur. Mamanya yang melihat Afnan keluar, langsung mendekatinya diikuti Bara.
"Nak, gimana Zee bisa sampai basah kuyup begitu?" tanya Mamanya penasaran.
"Afnan juga nggak tau jelasnya kenapa, Ma. Pas Afnan dateng, Zee udah diselametin sama Andre. Zee nggak bisa renang," ungkap Afnan.
"Kok Bang Afnan bisa nggak tau? Emang Nazi abang tinggalin?" tanya Bara heran.
"Tadi Pak Brian manggil aku karena ada yang mau diomongin secara pribadi. Jadi mau nggak mau, aku tinggalin Zee sebentar," jelas Afnan.
"Terus, kenapa bisa Zee kecebur?" tanya Mamanya sambil duduk di kursi meja makan.
"Zee bilang, dia lagi liat-liat halaman belakang. Pas lagi jalan di pinggir kolam, tiba-tiba dia kesenggol orang. Makanya nyebur," tutur Afnan.
"Ya Allah ... Untung aja ya, ada Andre yang nolongin," ucap Mamanya lega.
Afnan hanya menganggukan kepala.
"Afnan ke kamar dulu ya, Ma." Afnan pamit dengan membawa secangkir teh hangat di tangannya.
Afnan masuk ke kamar lalu menyimpan teh hangat itu di nakas. Ia duduk di sofa menunggu Nazifa yang belum keluar dari kamar mandi.
Afnan berdiri menghampiri Nazifa saat ia baru keluar kamar mandi.
"Kemarilah." Afnan menuntunnya lalu mendudukan Nazifa di bibir kasur.
Ia mengambil teh hangat di nakas dan memberikannya pada Nazifa.
"Minumlah," ucap Afnan seraya ikut duduk di sampingnya.
"Makasih, Mas."
Afnan tersenyum. Tatapanya tak beralih dari Nazifa
.
"Mas Mau?" Nazifa menawarkan teh itu padanya.
"Mau," jawabnya singkat.
Nazifa menyodorkan cangkir teh itu pada Afnan namun ia malah menggelengkan kepala. Nazifa mengernyitkan dahi bingung.
"Bukan dari situ," ucap Afnan pelan.
Mata Nazifa mengerjap pelan tak mengerti maksudnya. Afnan mengulum senyum. Sedetik kemudian ia mendaratkan sebuah kecupan di bibir Nazifa yang membuatnya terkesiap dengan yang dilakukan suaminya itu.
"Manis," bisik Afnan menggoda.
Nazifa merasakan pipinya menghangat dan mencoba menahan senyum.
"Mas mah curang ih! Suka tiba-tiba gitu." Nazifa tersipu malu menundukan pandangan.
Afnan terkekeh. "Oh ... Jadi harus aba-aba dulu, gitu? Hmm ... Ok!"
Afnan menyentuh dagu Nazifa, mendekatkan wajahnya dengan menutup mata. Hingga jaraknya tinggal beberapa senti,
Cup!
Nazifa menempelken cangkir teh yang masih hangat di bibirnya. Afnan langsung membuka matanya terkejut. Sedangkan Nazifa malah tertawa melihat ekspresinya.
"Nakal ya, berani ngerjain," ucap Afnan langsung mengambil cangkir teh itu dan menyimpannya di nakas.
"Maaf, Mas. Maaf," ucap Nazifa sambil menahan tawa.
"Harus di kasih hukuman gelitikin kayaknya." Afnan menyeringai.
Nazifa bersusah payah menelan ludah. Berdiri dan beringsut mundur menjauhi Afnan.
"Ampun, Mas. Jangan digelitikin," ucap Nazifa memelas.
"Telat," ucap Afnan dan langsung berlari mengejar Nazifa.
Nazifa berlari menghindar hingga terjadi aksi kejar-kejaran di kamar. Namun tentu saja, Nazifa kalah cepat dari Afnan.
"Ampun, Mas! Jangan digelitikin lagi." Nazifa merengek di sela tawa gelinya.
Afnan akhirnya menghentikan hukuman itu, menatapnya dengan senyum.
"Ok! Tapi hukumannya diganti yang lain," ucap Afnan seraya mengedipkan sebelah mata.
Oh, No! batin Nazifa.
โ โ โ