Chereads / Kutitipkan Dia Yang Berharga Padamu / Chapter 20 - Part 20-Pria Menyebalkan

Chapter 20 - Part 20-Pria Menyebalkan

Dugh!

Nazifa terjatuh dan keningnya membentur kaki kursi.

"Aww!" Ia meringis kesakitan sambil menyentuh kening.

Nazifa berdiri dan menoleh ke belakangnya. Menatap tajam pada pria yang tengah bersandar di pintu sambil melipat kedua tangannya di dada.

"Sorry, nggak sengaja," ucap Andre cuek lalu melangkah pergi masuk ke dapur.

"Tunggu! Mas Andre sengaja, kan?" tanya Nazifa.

Andre memutar balik badannya menghadap Nazifa.

"Kalau iya, kenapa? Loe mau ngadu?" tanya Andre dengan sinis.

"Apa aku punya salah sama Mas Andre? Kenapa Mas Andre jahat?" tanyanya.

Andre terdiam untuk beberapa saat. Tatapan matanya menyelidik dari ujung kaki sampai ujung kepala.

"Nggak ada. Gue nggak suka aja sama loe. Emang harus ada alasan?"

Nazifa menggelengkan kepala mendengar ucapannya.

"Astaghfirullah." Nazifa mengusap-usap dada lalu berbalik badan dan pergi meninggalkannya.

"Makanya jangan sok kecakepan, Udik!" ucap Andre setengah berteriak.

Nazifa tak menghiraukan kata-katanya dan langsung kembali ke kamar.

Dengan perlahan ia naik ke kasur dan memposisikan tubuhnya miring membelakangi Afnan. Nazifa terkejut saat tiba-tiba Afnan melingkarkan tangan di pinggangnya. Hembusan nafasnya bahkan sangat terasa di tengkuk yang membuat Nazifa bergidik geli.

"Dari mana?" tanya Afnan.

"Dapur, Mas," jawabnya singkat.

Afnan membalikkan tubuh Nazifa yang membuat mereka saling tidur berhadapan.

"Kamu masih marah sama aku?"

Nazifa menggelengkan kepala pelan.

"Maaf, ya. Tadi beneran ada meeting. Aku janji. Aku  nggak bakal bikin kamu kecewa lagi. Besok kita makan malam di luar, ya," rayu Afnan.

Nazifa menghela nafas. "Aku mau makan di rumah aja, Mas. Bareng sama yang lain," jawabnya.

Afnan terdiam kemudian mengangkat dagu Nazifa.

"Katanya udah nggak marah?"

Nggak marah, Mas, cuma masih kesel, batin Nazifa.

"Zee," panggilnya.

"Kenapa Mas nggak ngabarin aku kalau emang nggak jadi? Kenapa nggak angkat telfon? Kenapa nggak balas Wa?" Nazifa mengeluarkan uneg-uneg di hati.

"Hape aku silent, Zee. Jadi aku nggak denger ada telfon," jawab Afnan.

Alasan, batin Nazifa.

"Kan Mas bisa bales Wa aku pas selesai meeting. Atau bisa juga ngabarin aku sebelum meetingnya mulai."

"Iya, aku salah. Aku lupa. Maaf, ya." Tangan Afnan kembali melingkar di pinggangnya.

"Iya," jawab Nazifa pelan.

"Aku janji. Besok kita beneran makan malam di luar, ya."

"Nggak usah janji-janji, Mas. Kalau direncanain suka batal lagi."

"Nggak, Zee. Kali ini aku beneran."

"Terserah Mas aja," jawabnya pasrah.

Afnan tersenyum kemudian mencium keningnya

"Ssshh ... Sakit." Nazifa meringis ngilu.

"Kenapa?" Afnan meraba kening Nazifa yang sedikit bengkak.

"Jangan dipegang, Mas. Sakit."

Afnan turun dari kasur dan menyalakan lampu.

"Ya Allah ... Kamu kenapa, Zee?"

"Kejedot, Mas."

"Kok bisa? Emangnya lagi ngapain?" tanya Afnan khawatir.

"Aku kurang hati-hati aja tadi, Mas," jawab Nazifa.

"Besok aku beliin salep, ya. Sekarang kamu tidur dulu aja," ujar Afnan lembut.

Afnan kembali mematikan lampu kamar.

"Zee," panggil Afnan lagi saat ia sudah merebahkan tubuh di kasur.

"Kenapa, Mas?"

Afnan menarik tubuh Nazifa ke dalam pelukannya lalu mencium kepala Nazifa lama.

"Apa kamu masih belum mencintaiku?" tanya Afnan pelan.

Jantung Nazifa berdebar-debar mendengar pertanyaanya.

Ingin Nazifa jawab. "Nggak, Mas. Kamu salah. Aku sudah jatuh cinta padamu. Aku mulai mencintaimu, Mas."

Tapi kata-kata itu hanya bisa tertahan di tenggorokan. Lidahnya kelu.

Kenapa begitu sulit baginya untuk mengakui perasaan ini?

Afnan semakin mengeratkan pelukannya.

"Aku akan sabar nunggu kamu, Zee," ucap Afnan lembut.

🌸🌸🌸

Seperti biasa Nazifa mengantar Afnan yang hendak pergi ke kantor sampai pintu. Senyum manis tak pernah lupa Afnan berikan padanya. Ada rasa sedih di hati saat melihat senyumnya. Afnan begitu baik dan sayang padanya. Tapi sampai saat ini, Nazifa belum juga memberikan apa yang menjadi hak suaminya. Tak terasa bulir bening menetes di sudut mata Nazifa.

Maafin aku, Mas. Aku janji. Aku akan memberikan hakmu secepatnya, batin Nazifa.

Nazifa kembali ke dalam rumah dan berpapasan dengan Mama yang sudah terlihat rapi.

"Mama mau ke mana?" tanya Nazifa.

Mama tersenyum. "Mama pergi dulu ya, Zee. Ada janji sama temen Mama."

Nazifa mengangguk.

"Ini kenapa?" Mama menyentuh kening Nazifa yang biru dan sedikit bengkak.

"Oh, ini Ma. Itu ... Zee kurang hati-hati jadi kebentur kursi," jawabnya.

"Lain kali hati-hati, ya. Mama pergi dulu. Oh iya, Zee. Kamu jangan masak terus tiap hari. Biarin si Mbok aja yang masak. Kamu istirahat aja, ya," ucap Mamanya lembut.

"Iya, Ma."

"Assalamu'alaikum," ucap Mama lalu berlalu pergi.

"Wa'alaikumsalam."

Nazifa hendak pergi ke dapur untuk membantu Mbok Tini. Tapi ia urungkan kembali niatnya saat melihat Andre keluar dari dapur kemudian berjalan ke arah ruang keluarga dengan membawa segelas jus. Saat Nazifa hendak kembali ke kamar, ia berpapasan dengan Andre. Nazifa berpura-pura tak melihatnya.

Tapi dengan sengaja, Andre menumpahkan jus itu padanya. Nazifa membelalakkan mata tak percaya dengan tingkah Andre. Tapi Andre malah memasang muka seolah tak berdosa dan duduk tenang di sofa.

Apa masalahnya? Kenapa dia begitu membenciku? batin Nazifa.

Nazifa memejamkan mata dan menarik nafas dalam-dalam. Memutar balik badan menghadap Andre yang tengah duduk santai memainkan ponselnya.

Hingga akhirnya, Nazifa memberanikan diri menginjak kuat-kuat kaki Andre dengan sandalnya lalu berlari ke kamar. Nazifa mendengar Andre meringis dan berteriak memanggilnya tapi tak ia hiraukan dan langsung mengunci pintu.

Jantungnya berdetak cepat dan nafasnya pun tersengal-sengal. Nazifa takut. Nazifa takut Andre mengejar dan membalasnya. Tapi ia beruntung, karena sepertinya Andre tak mengejar.

Kenapa dia nggak pergi-pergi dari sini, sih? keluh Nazifa dalam hati.

Setelah kejadian itu, Nazifa jadi parno sendiri setiap mau keluar kamar. Takut Andre akan membalasnya. Beruntung saat makan siang ada Bara dan Mama yang sudah pulang. Nazifa yakin, Andre tidak akan macam-macam saat ada mereka.

Selesai makan, Nazifa cepat-cepat kembali ke kamarnya. Ia tak berani lama-lama berada di luar kamar selama pria menyebalkan itu masih ada di rumah ini. Di dalam hati, Nazifa sangat menyesali perbuatannya. Seharusnya saat itu ia tak mengikuti amarahnya untuk membalas. Harusnya ia biarkan saja pria itu.

Kamu cari gara-gara Zee, kacau!

Bahkan saat Afnan pulang kerja, Nazifa tak berani menyambutnya di depan pintu rumah. Ia masih di kamar mengunci pintu.

"Zee," panggil Afnan sambil mengetuk pintu kamar.

Nazifa segera membuka kunci pintu kamar saat mendengar suaranya.

"Mas." Nazifa mencium tangan Afnan.

"Kok dikunci Zee pintunya?" tanya Afnan heran.

"Iya. Itu, Mas. Tadi Zee lagi ganti baju," jawabnya.

Maafin Zee, Mas. Aku jadi bohong terus, sesalnya dalam hati.

"Kita shalat maghrib bareng, ya. Habis itu kamu siap-siap," ucap Afnan seraya berjalan ke kamar mandi.

"Kita mau ke mana, Mas?"

"Kita makan malam di luar," jawab Afnan seraya tersenyum lalu masuk ke kamar mandi.

Nazifa sangat senang saat mendengar mereka akan pergi makan malam di luar.

Setelah shalat berjamaah, dengan semangatnya ia segera bersiap-siap. Saat Nazifa hendak memasang kerudung untuk menutupi rambut panjangnya, Afnan tiba-tiba memeluknya dari belakang. Ia melingkarkan kedua tangannya di pinggang Nazifa dan mencium pipi kanannya. Nazifa bergidik geli dengan sentuhannya itu.

"M-mas? Kita jadi pergi, kan?" tanyanya dengan jantung berdebar.

Afnan malah semakin erat memeluknya dan menciumi kepalanya.

"M-Mas?"

"Kamu sangat cantik, Zee," bisiknya di telinga Nazifa.

Nazifa merinding saat hembusan nafasnya terasa hangat di telinga.

Afnan memutar tubuh Nazifa menghadapnya. Mengangkat dagu lalu memandangnya dengan senyuman manisnya.

"Ternyata bener kata Mama kemarin. Kamu cantik, Zee. Maafin aku, ya. Kemarin udah bikin istri secantik kamu nunggu sia-sia," ucap Afnan dengan penuh penyesalan.

"Iya, Mas. Nggak apa-apa," Nazifa tersipu malu.

Afnan tersenyum lebar. Ia mulai mendekatkan wajahnya dan Nazifa tau apa yang akan dilakukannya.

"Kita nggak jadi pergi, Mas?" tanya Nazifa dengan sengaja saat wajahnya tinggal beberapa senti.

Afnan menghentikan aksinya dan tertawa kecil.

"Jadi, Zee. Maafin aku. Aku suka lupa diri kalau deket-deket sama kamu," ujar Afnan dengan wajah merona.

Nazifa mengulum senyum melihat wajah suaminya yang merona.

Lucu sekali kamu Mas, saat kamu tersipu malu seperti itu, katanya dalam hati.

"Ayo," ajak Afnan

Mereka menuruni tangga bersama. Tangan Afnan tak pernah lepas menggenggam tangan Nazifa.

Saat melewati ruang keluarga, Nazifa melihat Andre sedang berjalan ke arah mereka. Rasa takutnya muncul. Refleks Nazifa beringsut mundur bersembunyi di punggung Afnan. Tangannya memegang kemeja Afnan.

Afnan terlihat heran melihat tingkah Nazifa. Sedangkan pria menyebalkan itu berjalan dengan santai melewati mereka.

"Kenapa, Zee?" tanya Afnan.

"Ah, eng. Nggak apa-apa, Mas," jawabnya gugup.

Nazifa dan Afnan lanjut berjalan keluar. Sebelum benar-benar keluar dari pintu, Nazifa sempat melirik ke arah belakang. Dan ternyata, Pria menyebalkan itu tengah berdiri dengan menatap sinis ke arahnya.

★★★