Chereads / Kutitipkan Dia Yang Berharga Padamu / Chapter 23 - Part 23-Kemesraan

Chapter 23 - Part 23-Kemesraan

Menjelang subuh, Afnan terbangun  dengan senyum yang tak henti-hentinya terukir di bibir tipisnya. Malam ini terasa begitu sempura bagi Afnan, karena akhirnya ia telah memiliki Nazifa seutuhnya. Jiwa dan raganya.

Tak bisa dijelaskan dengan pena seperti apa perasaan Afnan saat ini. Seolah ia ingin waktu berhenti di malam itu. Malam di mana wanita yang dicintainya itu, akhirnya menyerahkan seluruh jiwa dan raganya pada Afnan.

Afnan tersenyum menatap Nazifa yang masih terlelap tidur membelakanginya. Ia menciumi kepala istrinya itu.

"Makasih, sayang," ucapnya pelan seraya mengusap lembut rambut Nazifa.

Afnan mencium mesra Bahu Nazifa yang masih terlihat polos tanpa kain. Menyibak rambut hitamnya yang menutupi leher, lalu menciumnya dengan lembut beberapa kali.

Nazifa menggeliat geli saat merasakan ada beberapa kali sentuhan di lehernya. Ketika ia membuka mata, ia melihat Afnan tengah tersenyum menatapnya. Afnan memposisikan tubuhnya miring menghadap Nazifa. Melihat tubuh atletisnya yang masih polos tanpa kaos, membuat Nazifa seketika teringat akan kejadian semalam.

Refleks ia menarik selimut untuk menutupi wajahnya. Semakin malu lagi saat mendapati tubuhnya pun masih polos tanpa sehelai kain yang menutupi. Nazifa memejamkan mata sambil menggigit bibir bawahnya untuk menahan rasa malu.

"Zee," panggil Afnan.

Ya Allah! Malu sekali rasanya, batin Nazifa.

Afnan mencoba membuka selimut yang menutupi wajahnya, tapi Nazifa menahannya.

"Zee. Udah mau subuh, lho. Kamu nggak mau mandi?"

"I-iya, Mas. A-aku mau mandi," jawabnya terbata.

Nazifa menyibak sedikit selimut yang menutupi matanya untuk mengintip Afnan. Ternyata ia tengah duduk di kasur masih dengan menatap Nazifa.

"M-Mas," panggilnya.

"Hm?"

"Tolong madep sana dulu, Mas. A-aku mau ngambil baju."

"Emang kenapa?" tanya Afnan.

"Zee malu, Mas." Nazifa memalingkan pandangannya ke arah lain.

Tiba-tiba Afnan mendekatkan kembali tubuhnya dengan kedua tangan bertumpu di sisi kiri dan kanan kepala Nazifa. Sontak jantung Nazifa kembali berdegup kencang.

"M-Mas?"

"Nggak usah malu, Zee. Bukannya aku udah liat semuanya?" godanya.

Ya ampun! Wajahku terasa panas karena malu. Kenapa juga Mas Afnan harus mengatakan hal itu? batin Nazifa.

"Sakit, ya?" tanya Afnan tiba-tiba.

Nazifa diam tak berani menjawabnya.

"Maaf ya, Zee," ucapnya tulus lalu mencium kening Nazifa.

Afnan kembali mengangkat tubuhnya menjauh dari Nazifa.

"Bangunlah. Aku nggak akan liat kok," ucapnya seraya turun dari kasur memunggungi Nazifa.

Nazifa bergegas memunguti piyamanya yang tercecer di lantai dan langsung memakainya.

Tapi ... Kakiku terasa lemas sekali. Ya ampun!

Tiba-tiba Afnan sudah berdiri tepat di depannya. Tanpa aba-aba, ia langsung mengangkat tubuh mungil Nazifa dan menggendongnya di depan.

"Mas, turunin aku! A-aku bisa jalan sendiri kok," kata Nazifa gelagapan.

"Diamlah, Zee. Aku tau kalau kakimu lemas," ucap Afnan seraya menahan senyum.

"Ta-tapi aku mau mandi."

"Kita mandi bareng," godanya sambil mengedipkan sebelah mata.

Nazifa menutupi wajah yang merona dengan kedua tangannya. Sedangkan Afnan, ia malah tertawa sambil terus melangkah ke kamar mandi.

Setelah kejadian mandi bersama, Nazifa jadi tak berani untuk menatap wajah Afnan. Ditambah lagi Afnan yang selalu dengan sengaja menggodanya.

"Zee, bisa tolong bantu aku pasang dasi?"

"Iya, Mas."

Karena tubuh Afnan yang tinggi, Nazifa jadi sedikit kesulitan saat hendak memasang dasi. Afnan yang menyadari akan hal itu, langsung  membawanya ke depan meja rias kemudian duduk di kursi. Afnan melingkarkan kedua tangannya di pinggang Nazifa saat ia tengah membantunya memasang dasi.

"Udah," ucap Nazifa saat selesai memasang dasi.

Namun sewaktu Nazifa hendak memutar balik badan untuk menjauh, Afnan malah menarik lengannya dan membawanya duduk ke dalam pangkuan.

"Mas, bukannya mau berangkat kerja?" tanya Nazifa heran.

Tapi Afnan malah mengulum senyum mendengar pertanyaannya.

"Aku nggak jadi berangkat kerja, deh."

"Kenapa?"

"Mau ngerjain kamu aja di sini," godanya seraya mendaratkan sebuah kecupan singkat di bibir Nazifa.

Nazifa langsung tersipu malu.

"Udah, Mas. Sana berangkat kerja dulu," kata Nazifa langsung berdiri dari pangkuannya.

"Iya, sayang." Afnan mencubit gemas pipi Nazifa.

Setelah Afnan berangkat kerja, Nazifa membantu Mbok Tini di dapur untuk mencuci piring.

Saat Nazifa tengah duduk santai menonton TV, Bara muncul dari kamar dan ikut duduk bersamanya.

"Bang Afnan udah berangkat?" tanyanya.

"Hhm," jawab Nazifa singkat.

"Anterin aku, yuk!"

"Ke mana?" tanya Nazifa masih fokus ke TV.

"Ada yang mau aku beli di supermarket."

"Boleh. Tapi aku izin Mas Afnan dulu, ya." Nazifa mengeluarkan ponselnya untuk mengirim pesan Wa.

Beberapa menit kemudian, ia menerima balasan dari Afnan yang mengatakan kalau ia tidak mengizinkannya menemani Bara.

"Bara ... Maaf, ya. Mas Afnan nggak ngizinin aku. Jadi aku nggak bisa anterin kamu." ucapnya dengan menyesal.

Bara menghela nafas. "Iya. Nggak apa-apa."

"Nanti aja kita perginya bareng Mas Afnan sepulang dia kerja. Ya?"

"Nggak usah," jawab Bara datar.

Nazifa mengerucutkan bibir mendengar jawabannya.

"Bagi sini." Bara mengambil cemilan di tangannya.

"Kuliah kamu gimana, Bara?"

"Cuti dulu sampe tanganku sembuh," jawab Bara.

"Ooh."

"Minta no hapemu, Nazi." Bara menyodorkan ponsel barunya.

Saat Bara sudah memberikan ponselnya, ia baru teringat akan sesuatu yang ada di ponsel itu.

"Sini! Aku aja yang masukin," ucapnya seraya langsung menyambar ponsel di tangan Nazifa.

"Kamu kenapa, sih? Aneh. Mentang-mentang hape baru, nggak mau dipegang," gerutu Nazifa.

"Iyalah. Nanti rusak," canda Bara.

Nazifa mendesis lalu merebut kembali cemilannya yang ia letakkan di pangkuan.

Nazifa menyebutkan nomer ponselnya pada Bara.

Saat mereka tengah asyik menonton TV, terdengar seseorang memanggilnya.

"Bro!"

Mereka berdua menoleh ke arah suara itu. Sontak Nazifa melotot terkejut saat melihat siapa sosok itu. Bergegas ia bangun dari sofa hendak masuk ke kamarnya.

"Nazi! Mau ke mana?" teriak Bara.

"A-aku mau ke kamar dulu," jawabnya seraya buru-buru pergi.

Bara menatap heran pada Nazifa.

"Gue haus, nih," ucap Andre yang duduk di sofa depan Bara.

"Ambil sendiri sana!"

Andre mendecak sebal seraya bergegas ke dapur mengambil minum.

"Ngapain loe balik lagi? Baru juga pamit semalem."

"Yaelah! Emang kenapa, sih? Biasanya juga gue tiap hari di sini, loe nggak pernah protes," ketus Andre.

"Baguslah loe ke sini.  Anterin gue ke supermarket sekarang," perintah Bara.

"Elah! Baru juga duduk," keluh Andre.

"Udah, cepetan!" Bara berjalan ke luar rumah.

Mau tak mau Andre pun mengekorinya di belakang.

🌸🌸🌸

Ponsel Nazifa bergetar saat sedang membantu Mbok Tini menyiapkan makan siang. Ternyata telfon masuk dari Afnan.

"Assalamu'alaikum, Mas," sapanya.

[Wa'alaikumsalam. Kamu lagi apa, sayang?]

"Lagi bantu Mbok nyiapin makan siang, Mas."

[Aku juga mau pulang, Zee. Bentar lagi nyampe.]

"Kok tumben, Mas? Mas mau makan siang di rumah?"

[Bukan.]

"Terus?"

[Aku mau makan kamu] godanya di telfon.

Nazifa langsung tersipu malu mendengar godaannya.

[Zee] panggil Afnan di telfon.

"Mas jangan godain terus. Zee malu," ucap Nazifa pelan.

Terdengar suara Afnan yang sedang tertawa di telfon.

[Siap-siap, ya.]

"Ih! Mas!"

[Assalamu'alaikum] ucap Afnan dan langsung menutup telfon.

"Wa'alaikumsalam," jawab Nazifa pelan.

🌸🌸🌸

Andre membantu Bara mendorong troli belanjaan di Supermarket. Ia heran melihat begitu banyak cemilan yang dibeli Bara.

"Banyak banget sih, beli cemilannya," celetuk Andre. "Bukannya loe jarang ngemil?"

"Bawel loe. Suka-suka guelah! Yang belanja kan, gue," jawab Bara.

"Buat siapa, sih?"

"Yang pasti bukan buat loe," jawab Bara cuek.

Andre mendecak sebal.

Tak lama kemudian, mereka sampai di rumah. Kedua tangan Andre terlihat sibuk menenteng semua belanjaan Bara. Saat mereka masuk, Afnan tengah berbaring manja dengan meletakkan kepalanya di pangkuan Nazifa. Bara dan Andre menghampiri mereka. Bara mengambil satu kresek belanjaan di tangan temannya itu.

"Nazi ... Nih, buat kamu." Bara memberikan satu kresek belanjaan yang penuh cemilan pada Nazifa.

"Buat aku?" tanya Nazifa dengan sumringah.

"Iya," jawab Bara.

"Makasih, Bara," ucapnya dengan riang.

"Hmm," jawab Bara singkat lalu melangkah pergi ke kamar diikuti Andre.

Afnan bangun dari pangkuan dan duduk dengan menatap tajam ke arah Nazifa. Nazifa melirik sekilas ke arahnya.

"Kenapa minta dibeliin cemilan sama Bara?" ketus Afnan.

"Aku nggak minta kok, Mas. Ini dikasih," jawab Nazifa takut.

"Kalau mau apa-apa itu, bilang sama aku. Nanti biar aku yang beliin." Afnan melipat kedua tangannya di dada.

"Aku beneran nggak minta, Mas. Ya udah. Aku balikin lagi aja, ya," kata Nazifa seraya berdiri hendak menghampiri Bara.

Namun tangan Afnan menariknya duduk kembali.

"Nggak usah, Zee."

"Serius, Mas? Aku ... Boleh makan ini?" tanyanya ragu.

"Hhm."

"Alhamdulillah," ucapnya langsung membuka satu bungkus cemilan itu.

"Kamu nggak nawarin aku?" tanya Afnan pada Nazifa yang tengah asik makan.

"Oh iya. Maaf, Mas. Nih." Nazifa menyodorkan cemilan itu padanya.

"Aa." ucap Afnan dengan  membuka mulutnya.

Nazifa tersenyum melihat tingkah Afnan.

"Jangan senyum-senyum terus," ucapnya lagi.

"Kenapa?" tanya Nazifa bingung.

"Bikin aku gemes pengen nambah yang tadi," godanya.

Sontak wajah Nazifa langsung merona mendengar ucapan Afnan.

"Mas Afnan genit!" Nazifa memukul lengan Afnan yang membuat ia meringis sakit.

"Maaf Mas, maaf." Nazifa mengusap lengan yang tadi ia pukul.

"Nggak cukup cuma minta maaf."

Nazifa mengernyitkan dahi. "Terus?"

"Cium," ucap Afnan sembari langsung mendekatkan wajahnya pada Nazifa dengan menutup mata.

Nazifa mengulum senyum lalu melihat ke sekeliling sebelum akhirnya mencium pipi Afnan.

Afnan menghela nafasnya.

"Bukan di situ. Tapi di sini," ucap Afnan dan langsung mengecup bibir Nazifa.

Mbok Tini yang muncul melewati mereka, tersenyum saat tak sengaja melihat hal itu. Hal itu membuat Nazifa malu.

"Mas mah gitu, ih. Zee malu." Nazifa mencubitnya dengan wajah yang merah merona.

Sedangkan Afnan malah tertawa lalu memeluknya.

🌸🌸🌸

Ponsel Andre berdering saat ia tengah berbincang dengan Bara di kamarnya.

"Bentar, ya. Ada telfon penting," ucapnya pada Bara lalu pergi ke balkon.

"Hallo."

[...]

"Iya. Gue tau. Gimana? Loe setuju sama tawaran gue?"

[...]

"Loe tenang aja. Nanti gue bayar 10 kali lipat dari gaji loe. Gimana?"

[...]

"Ok! Loe tunggu aja kabar dari gue," ucap Andre dan langsung menutup telfonnya.

★★★