Chereads / Kutitipkan Dia Yang Berharga Padamu / Chapter 21 - Part 21-Dinner

Chapter 21 - Part 21-Dinner

Nazifa dan Afnan akhirnya tiba di sebuah restoran yang cukup ramai. Nazifa mengira Afnan akan mengajaknya makan malam berdua dengan suasana romantis. Ternyata semuanya di luar ekspektasi.

Gini nih, kalau kebanyakan nonton drama, jadi kebanyakan menghayal, keluhnya dalam hati.

Seorang pelayan menghampiri mereka dan menyodorkan buku menu.

Ya ampun! Aku tak mengerti dengan semua daftar menunya. Yang aku tau itu cuma pecel lele, Bakso dan makanan sederhana lainnya tapi menggoyang lidah, batin Nazifa.

"Kamu mau makan apa, Zee?" tanya Afnan saat melihatnya kebingungan.

Nazifa menutup buku menu dan meletakkannya.

"Mas aja ya, yang pesenin. Aku nggak ngerti. Yang penting Ayam."

"Beef suka nggak?" tanya Afnan.

Nazifa menggelengkan kepala cepat.

"Aku kalau daging-dagingan, sukanya ayam doang," ucap Nazifa pelan-pelan.

Afnan mengulum senyum. "Ya udah. Aku aja ya, yang pesenin."

Beberapa lama kemudian, seorang pelayan datang mengantarkan pesanan mereka. Cantik! Tertata begitu rapi di piring. Tapi Nazifa belum tau kalau untuk rasanya. Bisa enak, bisa tidak. Namun ada yang membuatnya bingung.

Mana nasinya?

"Mas," panggilnya pelan.

Afnan menatap ke arah Nazifa.

"Ini nggak ada nasinya?" tanya Nazifa setengah berbisik.

Afnan menahan tawanya. "Nggak ada, Zee."

Nazifa mengerucutkan bibir mendengar jawabannya.

Mana kenyang makan nggak pake nasi. Kecil banget lagi dagingnya, batin Nazifa.

Afnan terlihat begitu menikmati makanannya. Sedangkan Nazifa, masih termenung menatap makanan di hadapannya.

"Di makan, Zee," ucap Afnan saat melihatnya belum menyentuh makanan.

"Iya, Mas."

Kenapa aku nggak inget-inget cara gunain pisau ya, pas nonton drama, gumam Nazifa dalam hati.

Akhirnya Nazifa memutuskan untuk menggunakan garpu saja. Ini lebih praktis! Sekali tusuk, langsung digigit.

Afnan tertawa dan menggelengkan kepala melihat cara Nazifa makan. Di tengah makan malam mereka, tiba-tiba seseorang menepuk bahu Afnan.

"Hey!" sapanya.

Mereka berdua sama-sama menoleh ke arah suara.

"Christine," sapa Afnan.

"Kebetulan kita ketemu di sini. Sama siapa?" tanya Christine dengan tersenyum ramah.

"Sama istri saya," jawab Afnan tersenyum ke arah Nazifa.

Christine langsung menatap ke arah Nazifa dan seketika senyum ramahnya hilang.

"Oh. Jadi ini istri kamu," ucap Christine dengan menaikkan satu alisnya.

Ya ampun! tatapan wanita itu seolah sedang mengulitiku, batin Nazifa.

Nazifa mencoba mengulurkan tangannya pada Christine, tapi Christine mengabaikannya. Mau tak mau Nazifa menarik kembali tangannya.

"Aku permisi dulu ya, Mas. Keburu selera makanku ilang," ujar Christine sembari melirik ke arah Nazifa. "Silahkan dilanjut makannya," ucapnya lagi.

Cantik banget kamu mbak, kayak artis korea! Tapi sayangnya jutek, gumam Nazifa dalam hati.

"Terima kasih," ucap Afnan sambil tersenyum padanya.

Selera makan Nazifa langsung hilang saat melihat Afnan tersenyum pada wanita itu.

Menyebalkan!

Nazifa diam tak berkata apapun saat wanita itu sudah pergi. Hatinya kesal! Kenapa juga Afnan harus tersenyum padanya.

"Diabisin makannya, Zee," kata Afnan saat melihatnya diam.

"Kenyang, Mas," jawab Nazifa singkat.

"Mubazir loh, dosa," ucap Afnan lagi.

Nazifa pun akhirnya menuruti kata-kata Afnan untuk menghabiskan makanan itu.

Beberapa menit kemudian, Afnan menerima telfon yang Nazifa tak tahu dari siapa. Karena Afnan malah pamit pergi untuk menerima telfon itu. Tak lama ia pun kembali duduk.

"Mas," panggil Nazifa.

"Ya?" jawabnya dengan tangan masih sibuk di ponsel.

Nazifa menghela nafas, malas untuk lanjut bertanya.

"Kenapa, Zee?" tanya Afnan lembut setelah meletakkan ponselnya.

"Nggak jadi, Mas."

Afnan mengernyitkan dahi. "Ada apa, Zee?" Afnan menyentuh lembut jari tangan istrinya.

"Telfon dari siapa, Mas?"

Afnan tersenyum. " Dari Pak Fikri, asisten pribadiku."

"Kok nerima telfonnya harus ngejauh sih, Mas? Nggak di sini aja?" tanya Nazifa cemberut.

Afnan terdiam sesaat. Sepertinya ia sulit untuk menjelaskan sesuatu pada Nazifa.

"Iya. Nanti aku nggak gitu lagi deh. Maaf ,ya," ucap Afnan lembut.

Nazifa mengangguk pelan.

Suasana makan malam ini tak seindah yang ada di bayangan Nazifa. Ditambah kemunculan Christine dan tingkah Afnan yang menghindar saat menerima telfon, membuatnya benar-benar bad mood.

Selama perjalanan pulang mereka dari restoran itu, Nazifa hanya diam. Sesekali menjawab pertanyaan dari Afnan dengan seperlunya saja.

"Kamu kenapa, Zee?" tanya Afnan.

"Aku nggak apa-apa, Mas," jawab Nazifa dengan tetap menatap lurus ke depan.

"Jangan bohong. Kok diem terus?"

"Aku nggak apa-apa, Mas. Cuma bete aja."

"Bete kenapa, Zee? Kamu nggak suka dengan makan malamnya?"

Nazifa menggelengkan kepala.

"Terus?"

"Christine siapa, Mas?" tanya Nazifa.

Afnan mengulum senyum mendengar pertanyaannya. Ia menepikan mobil, mematikan mesinnya kemudian membuka safety belt. Ia terlihat melipat satu kakinya ke atas jok dan duduk menghadap Nazifa.

"Zee," panggilnya.

Nazifa menoleh ke arahnya. Tatapan mata mereka saling beradu sebelum akhirnya Nazifa memalingkan kembali pandangannya lurus ke depan. Nazifa tak tahan dengan tatapan Afnan. Membuat jantungnya berdebar-debar. Tangan Afnan terulur membuka masker yang selalu Nazifa pakai setiap saat naik mobil.

"Kok dibuka, Mas? Nanti aku pusing."

"Kan mobilnya berenti, Zee," ucap Afnan.

Nazifa terdiam dengan tatapan tetap lurus ke depan.

"Kamu cemburu, ya?" tanya Afnan.

"Nggak," sanggah Nazifa.

"Apa itu artinya kamu mulai mencintaiku?" tanya Afnan dengan senyum dan mata berbinar.

Nazifa tak menjawab. Hanya debaran jantung yang ia rasakan semakin berdegup kencang. Tangannya meremas-remas ujung kerudung.

"Zee," panggil Afnan.

Nazifa menoleh ke arahnya dan tiba-tiba,

Cup!

Sebuah kecupan lembut mendarat di bibirnya.

Nazifa terkesiap dengan kecupan tiba-tiba itu.

"Aku cinta sama kamu. Hanya kamu. Nggak ada yang lain," ucap Afnan lembut dengan terus menatap Nazifa.

Seketika wajah Nazifa langsung merona mendengar ucapannya. Nazifa merundukkan wajah untuk menyembunyikan kegugupan dalam dirinya.

"Terus Christine itu siapa, Mas?"

"Dia sekretaris di perusahaan ayahnya Andre, temannya Bara. Dia sering ke kantorku untuk mengurus kerjasama perusahaan kami. Nggak ada yang lain," jelas Afnan.

"Tapi ... Keliatannya dia menyukaimu, Mas."

"Tapi aku nggak. Aku hanya mencintai satu orang wanita yang sekarang sedang duduk di hadapanku," ucap Afnan sungguh-sungguh.

Nazifa semakin tersipu malu mendengarnya.

"Kamu percaya kan, sama aku?"

"Iya, Mas," jawab Nazifa dengan tersenyum.

"Makasih, sayang." Afnan mengusap kepala Nazifa lalu kembali melanjutkan perjalanan.

'Sayang'. Kata-kata dari Afnan yang selalu terngiang-ngiang di telinga Nazifa. Hatinya terasa berbunga-bunga saat mendengar kata sayang darinya.

🌸🌸🌸

Bara tengah menonton TV bersama Mamanya, saat Pak Fikri datang ke rumah mereka dengan beberapa orang.

"Selamat malam, Bu," sapanya pada Bu Sherli Mamanya Bara & Afnan.

"Ada apa, Pak Fikri? Kok tumben malem-malem dateng ke sini," tanya Mama.

Bara dan Mamanya menatap heran, saat beberapa orang datang dengan membawa begitu banyak bucket bunga mawar.

"Pak Afnan yang memerintahkan saya untuk membawa ini semua ke kamarnya, Bu. Kejutan untuk istrinya," jelas Pak Fikri.

Mamanya terdiam sejenak kemudian tersenyum.

"Ya sudah. Langsung di simpan ke kamarnya aja kalau begitu," ujar Mama.

Pak Fikri dan beberapa orang bawaannya langsung naik ke atas menuju kamar Afnan. Menghias kamar itu sesuai instruksi Afnan. Bara yang merasa penasaran, akhirnya memutuskan naik ke atas untuk melihatnya.

Bara menatap ke dalam kamar Afnan yang pintunya sedang terbuka. Kemudian dengan langkah perlahan, ia berjalan masuk ke dalamnya. Terlihat beberapa orang sedang sibuk menghias kamar Kakaknya dengan lilin-lilin dan bucket bunga mawar yang cukup banyak. Ada yang terasa ngilu di hati, saat Bara melihat semua itu. Ia beberapa kali menghembuskan nafas kasar. Kemudian matanya terpatri pada sebuah foto berukuran besar, yang dipajang di tembok atas kepala ranjang. Foto pernikahan Afnan dan Nazifa.

Penampilan Nazifa yang sedang mengenakkan gaun pernikahan terlihat begitu cantik di mata Bara. Meskipun terlihat jelas dari foto itu, gadis pujaan hatinya tengah memberi senyum yang dipaksakan. Kepalanya terasa berdenyut saat melihat foto itu. Ia memijat keningnya dan melangkah keluar dari kamar Kakaknya.

Namun Bara tiba-tiba menghentikan langkahnya sebelum mencapai pintu. Memutar balik badan dan kembali mendekat pada foto itu. Bara mengeluarkan ponsel barunya dari saku. Ia memotret foto pernikahan Nazifa kemudian memotong bagian Afnan. Ia berjalan keluar kamar Afnan dengan memandangi ponselnya. Ia bahkan menjadikan foto Nazifa sebagai walpapernya.

Maafin Bara, Bang, ucapnya dalam hati.

Bara tak menyadari akan kehadiran Andre yang sudah berdiri di belakangnya. Andre tersenyum tipis saat melihat layar ponsel Bara.

"Hey!" Andre menepuk bahu Bara.

Sontak Bara yang terkejut langsung menyembunyikan ponselnya.

"Ada apa, sih? Ngagetin aja," ketus Bara.

"Gue pamit pulang dulu, ya. Kapan-kapan gue ke sini lagi," ucap Andre.

"Nggak ke sini lagi juga nggak masalah," jawab Bara cuek.

"Sialan loe!" Andre menepuk bahu Bara dengan kencang.

Bara meringis kesakitan, sedangkan Andre malah tertawa.

"Gue pergi dulu, ya," ucap Andre seraya berjalan pergi meninggalkan Bara.

Bara hanya mengangguk kemudian berjalan ke arah kamarnya.

"Woy!" Andre memanggil Bara dari anak tangga.

Bara menghentikan langkah kakinya dan menoleh ke arah Andre.

"Loe jangan khawatir! Semua akan indah pada waktunya! Percaya sama gue!" teriak Andre kemudian melangkah pergi begitu saja.

★★★