Pagi itu Dyani meminta izin pada Mark kalau dia akan pergi ke rumah Julian untuk mengambil beberapa barang yang sangat penting baginya. Mark tampaknya keberatan, namun dia tak ingin melarangnya. Mulai saat ini dia ingin Dyani juga mempunyai perasaan khusus padanya.
"Aku akan antar kamu nanti! " Kata Mark
"Aku bisa bisa sendiri! "Jawab Dyani. karena dia khawatir, jika Mark mengantarnya mereka akan bertengkar seperti kemarin.
"Aku akan antar" Kata Mark keras kepala.
"Terserah, tapi aku tak ingin ada keributan! " Kata Dyani kesal.
"Aku janji! " Jawab Mark. Akhirnya Dyani membiarkan Mark ikut dengannya.
Di depan rumah itu, terdengar suara ribut Julian dan Ketty. Sehingga Mark menahan Dyani agar tak masuk. karena Mark tertarik dengan pembicaraan mereka
"Kalian sudah bercerai! "
"Tidak.. ! Dia masih istriku "
"Kau tak mencintai ku lagi? "
"Semenjak kejadian itu, perasaanku padamu sudah hilang! "
"Kau pikir dia masih mau menerimamu setelah kau menjualnya.? "
"Tapi aku akan mengembalikan uang itu lagi jika saja kau tak membawa kabur uang itu! " Kata Julian semakin meninggi. Dyani langsung tertunduk. Mark merasa cemas.
"Aku pernah baca, dalam islam, perkataan cerai dari mulut seorang suami telah sah untuk menceraikan seorang istri. Dan kau telah mengucapkan hal itu. berarti menurut agamamu, kalian sudah bercerai! " Kata Ketty tak kalah tinggi. Dyani mendongak tak percaya ke arah Mark, sementara Mark tampak tersenyum bahagia. Dia merasa bersyukur ikut dengan Dyani saat itu. Dyani akhirnya menerobos masuk.
"Dyani..! " Kata Julian tak percaya, dia berlari hendak memeluk Dyani namun Dyani segera melangkah mundur sehingga dia menabrak Mark yang berjalan mengikutinya dari belakang.
"Sayangnya tak ada iddah bagi istri yang belum pernah disentuh! " Kata Dyani menatap Julian dengan tatapan rumit. Julian langsung membeku.
"Perceraian kita sudah sah. Aku bukan istrimu lagi. Kau bisa menikah dengan siapapun. Urus saja surat perceraian kita!, aku akan terima. !" Kata Dyani tersenyum lembut.
"Aku tidak mau..., Apa kau bercanda? " Tanya Julian tak percaya. Dia tak tau kalau tak ada iddah bagi istri yang belum pernah di sentuh.
"Ya... iddah itu adalah masa menunggu bagi seorang wanita. untuk memastikan keadaannya. sementara kau tak pernah menyentuhku, jadi tak ada yang perlu di pastikan bukan? Aku hanya akan mengambil barang-barang ku! permisi " Kata Dyani sambil menuju ke kamarnya.
Sementara Mark dan Ketty tampak bingung, karena mereka tak paham dengan perkataan Julian dan Dyani yang menggunakan Bahasa Indonesia.
Julian mengikuti Dyani ke kamar itu, Begitu juga Mark dan Ketty, sepertinya mereka tak ingin membiarkan kedua insan itu hanya berduaan di dalam kamar.
"Dyani... uangnya terkumpul sedikit lagi, hanya sedikit lagi. ku mohon kau bersabar. aku ingin kita kembali. Aku bekerja di kontruksi jalan selama ini, aku mengumpulkuan uang itu lagi. Aku gak pernah lagi berjudi ataupun mabuk-mabukan..., Aku akan jadi suami yang baik untukmu! "
"Sayangnya kau bukan suamiku lagi! "Kata Dyani memotong perkataan Julian.
"Lantas..., kau ingin menyerahkan dirimu pada pria itu? " Kata Julian sedikit emosi.
"Bukankah kau yang menjualku? " Tanya Dyani tajam. Julian terdiam beberapa saat lalu memeluk Dyani tapi Dyani segera mendorong nya.
"Lepaskan aku! "
"Dan kau mau melayaninya? " Tanya Julian lagi.
"Aku adalah orang yang sudah di jual. Orang yang di jual adalah budak, dan seorang budak, harus menerima apapun perlakuan Tuannya. Kata Dyani ketus sambil menatap marah Julian.
"Dyani..., Ku mohon..., Jangan siksa aku dengan kata-kata itu.! "
"Tapi Aku mengatakan yang sebenarnya. Kita sudah berakhir! "
"Apa kau mencintai Mark? " Tanya Julian kesal. Mark yang mendengar namanya di sebut langsung menatap Dyani.
"Bukan urusanmu! " Jawab Dyani dan langsung melangkah, tapi Julian langsung menahan tangannya.
"Kenapa sekarang kau begitu keras? tak seperti dulu? " Tanya Julian dengan tatapan heran. Dyani hanya tersenyum sinis dan menaikkan alisnya, lalu melepaskan tangan Julian.
"Kita pergi! " Kata Dyani singkat pada Mark dan Mark langsung mengangguk. Mark langsung mengambil tas ransel Dyani. Sementara Julian..., hanya bisa menatap kepergian mereka.
Sesampai di luar rumah, Dyani tak bisa lagi menahan emosinya. Air matanya langsung tumpah. Tiba-tiba dia merasa amat pusing dan akhirnya jatuh pingsan. Untung saja Mark segera menyambutnya.
Mark tampak sangat khawatir, berkali-kali dia mencoba menyadarkan gadis itu, tapi tak berhasil. Akhirnya Mark melarikannya ke rumah sakit terdekat.
"Bagaimana keadaannya Dokter? " Tanya Mark cemas.
"Apa Anda suaminya? " Tanya dokter itu.
Dengan sedikit ragu Mark menjawab "Iya! "
"Dia tak apa-apa. Dia hanya lelah. Apa dia terlalu banyak pikiran? " Tanya dokter itu lagi.
"Iya..., sedikit banyak!" Kata Mark gugup.
"Mulai sekarang jangan biarkan dia berfikir terlalu keras, jauhkan dia dari masalah. Jika tidak, itu akan mempengaruhi janinnya! " Terang dokter itu.
Mark melotot kaget, dia tak percaya dengan yang baru saja di dengarnya.
"A... apa dia hamil? " Tanya Mark gugup.
"Iya..., baru satu bulan. Apa ini anak pertama kalian? " Tanya dokter itu. Mark mengangguk kuat, sehingga dokter itu hanya tersenyum.
Mark segera menggenggam tangan Dyani dan menciumnya.
"Kau akan jadi milikku! " Katanya tersenyum lembut sambil mengusap kepala Dyani yang masih belum sadarkan diri.
Mark ingat sesuatu. Dyani pasti tak akan menginginkan bayi itu. Dia pasti akan bertambah stres. Dan Mark mencemaskan itu.