"We have to go!"
Frada masuk ke dalam mobil mengambil alih semuanya. Jacob berlari-lari mengejar mobil ini. Tak ada yang tau bagaiman ia bisa datang dari tempat antah berantah, menyelinap masuk dan berkendara secepat film fast and furious.
Ficaso, berusaha bertahan dengan posisinya. Ini sudah terlalu cepat, wanita lemah yang ia kenal mendadak menjadi ahli balap liar jalanan.
Menyadari keanehan ini, Ficaso diam-diam merogoh saku kanannya. Aku ingat, di negera ini, siapa pun boleh membawa senjata. Sepertinya Ficaso menyembunyikan senjata di sakunya itu. Frada terus menyetir dengan sangat ngawur namun terlihat lihai. Sesekali, ia mengerem sampai penumbang lain terbentur.
Aku melirik ke arah tab yang terjatuh dibawahku. Tadi aku sempat membuka GPS untuk memastikan Jacob membawaku ke tempat yang benar. Aku yakin ini akan membatu mencari tahu, kemana Frada akan membawa kami pergi.
"Hold On!" katanya, sambil menikung tajam dan menerobos lampu merah.
" Where are we going to go?", tanya Ficaso.
Menyelamatkan kami adalah jawaban yang keluar dari mulut Frada. Ku rasa ia berbohong. GPS terus berpindah dengan sangat cepat. Orang yang tak biasa melihat pasti akan bingung di buatnya. Ada belokan di depan, namun Frada tetap saja melaju lurus. Gawat sekitar 10 km di depan adalah tebing curam. Ia akan membuat kami terjun bebas dari tebing ini. Walaupun di bawahnya adalah laut, pasti bisa di pastikan kami tak akan selamat.
Aku melepas sirkam yang ku pakai. sambil memastikan Frada tak melihatku. Saat ku lepas, rambutku berjatuhan berantakan. dengan perlahan dan susah paya, aku berusha mengatur posisi duduku dan mendekati Frada.
"Don't be afraid. We are Save!" Serunya meyakinkan aku bahawa kami akan baik-baik saja.
Di wajahnya tak menunjukkan keraguan sedikit pun. Ia tak melihat ke arahku. Aku melihat leher mulusnya. Ku tancapkan sirkam emas itu ke lehernya dengan sekuat tenaga. Ia menjerit kesakitan. Spontan ia mengerem. Karena terlalu kencang mobil ini baru berhenti sekitar 1 km dari bibir tebing. Ficaso mengarahkan pistolnya ke arahku.
Begitu mobil berhenti, Frada menamparku yang melihat ke arah Ficaso. Ia meninju wajahku sampai aku jatuh ke jok belakang. Ia bangkit dari tempat duduknya dan mengejarku.
Ficaso kebingungan. Ia arahkan pistolnya ke Frada. Tangannya gemetar. Frada tak takut padanya. Ia tetap berusha memukulku. Arna berteriak histeris dengan seorang bayi mungil ditangannya.
"RUN!", teriakku memerintah Arna untuk lari.
Arna ketakutan tak bisa bergerak. Sampai suatu ketika, ia melihat aku mulai tak berdaya, Arna sadar. Ia harus lari jika tak ingin bernasib sama denganku.
Ia langsung bergegas keluar dari mobil. Ia berlari membawa Servin kecil. Aku berusaha semampuku menghindari Frada. Tetap saja ia lebih kuat dari apa yang terlihat. Ficaso, menekan pelatuk dan membuat sebuah tembakan.
Itu terlihat sia-sia.
Meleset tak berhasil. Tembakan itu tak cukup membuat Frada meninggalkanku. Frada mendatangi Ficaso dan mencoba memukulnya. Aku, sudah sangat lemah dan mencoba menyelinap keluar. Dengan susah payah, ku tinggalkan Ficaso. Ia masih bergulat dengan Frda di dalam.
DORRR!!!!!
Suara tembakan terdengar. Diikuti pintu mobil yang terbuka. Frada menembak lengan Ficaso dan menyeretnya lalu membuangnya ke depanku. Ia mengeluarkan selongsong peluru dan melemparnya jauh-jauh.
Ia bukan seperti wanita kelas atas yang tak tahu cara menggunakan senjata api. Sebaliknya, ia terlihat tenag dan kejam. Seperti sudah di rencanakan. Kemudian tiga mobil menyusulnya. Mereka mengepung kami. Satu di antaranya membuka pintu geser. beberapa orang keluar menagkap Arna.
Jaika kalian ada di posisiku, aku yakin kalian tahu apa artinya ini. Tamat. Tamatlah upanya penyelamatan diriku.
Seorang lain datang dan menyeret Ficaso yang kesakitan tanpa peduli darah yang terus mengalir dari lengannya. Dua orang lain menodongkan pisaunya ke punggungku sambil menyuruhku berdiri dan berjalan.
Frada berjalan dalam angkara murka serta kesombongannya tanpa sedikitpun melihat kebelakang. Ia menyeka darah di lehernya. Ia tak terlihat kesakitan walau hanya sedikit.