Chereads / Sebuah Kesepakatan (Dealing With) / Chapter 43 - Masa Penantian

Chapter 43 - Masa Penantian

Frada meninggalkan kami semua dalam satu ruangan pengap tanpa jendela. Hanya ada satu pintu utama dan terkunci dari depan. Sekeras apa pun Jacob dan Ficaso mencoba mendobrak, tetap saja pintu ini tak bergerak sedikit pun.

"Jadi kita harus bangimana Nona?" tanya Arna sambil menangis.

Aku menoleh ke arah Arna. Ia menggendong batu kecil mungil yang tak berdaya.

Aku jadi ingat perkataan para ahli tarot.

Menurut mereka, kesialan dan hal buruk bisa dihilangkan melalui beberapa ritual. Sebut saja ruwatan. Suku jawa percaya jika ruwatan, akan bisa mengubah takdir buruk menjadi jauh lebih baik. Secara teknis itu semacam pemurnian.

Tapi apa gunanya semua itu saat ini? Kami terjebak dan tidak memiliki apapun untuk berjuang.

"Kita akan mati", jawabku pelan.

Jacob menghela nafas.

"Kata Mati terdengar begitu mudah menurutku."

"Apa yang kau harapkan saat ini, Jacob? Lihat keadaan ini. Kita akan mati perlahan. Kita tak memiliki apapun saat ini. Tanpa air, kita hanya akan bertahan kurang dari tiga hari."

Jacob tertawa sinis.

"Aku pikir, orang Indonesia adalah orang yang percaya Tuhan. Ternyata hanya dimulut saja!", ejeknya.

"Benar! Apa gunanya pergi ke tempat ibadah jika dalam keadaan seperti ini Kau malah menyerah?"

Aku menggeleng. "Apa yang Kau tahu tentang Tuhan?", belaku pada diriku sendiri,

Jacob menjawab dengan santai. "Aku memang tak tahu banyak tapi aku pernah dengar satu kalimat penting."

"Apa?"

"For we live by faith, not by sight. Kami hidup dari iman bukan dari penglihatan kami!"

Kata-kata Jacob membungkam mulutku.

tiba-tiba Ficaso menyahut.

"Aku dibesarkan dalam orang tua yang takut akan Tuhan. Sebenarnya, aku percaya adanya Tuhan. Tidak ada salahnya jika kita berharap kepadaNya."

Aku melihat salah satu bahu Ficaso. Bahunya masih sangat segar dengan darah. Dia terlihat menahan kesakitan.

"Bagimana, Jika Tuhan tidak menolong kita?", tanyaku.

Ficaso menunduk.

"Kalau tak tahu harus jawab apa, sebaiknya diam."

Ficaso berusaha duduk dengan baik. Ia menyinglangkan kakinya. Ia hela nafas, tangan kanan yang memengang bahu kiri kini ia lepaskan begitu saja.

"Jika itu terjadi, Maka Tuhan tetap baik. Dia baik buat semua orang yang jahat. Juga baik kepada mereka yang berbuat baik. Jika kita mati hari ini, pasti suatu hari kematian kita akan membawa dampak baik bagi orang lain."

Arna semakin keras menagis.

"Aku hanya pelayan, mengapa harus mengalami semua ini?", tangisnya dalam bahasa perancis. "Jika aku tahu akan jadi seperti ini, aku tak akan pernah bekerja dengan kalian." Erangnya lagi.

"Cry doesn't stop anything!" kata Jacob menasihati.

"Bagaimana kalau kita mulai saling mengenal satu sama lain? Bukan kah selama ini kita saling mengenal hanya karena kita berada dalam suatu lingkungan yang sama?", kata Ficaso.

Aku befikir sejenak. Jika direnungkan, kata-kata Ficaso ada benarnya.

Kami hanya saling mengenal secara profesional, bukan secara personal.

Arna tiba-tiba mengerang lagi dalam bahasa Perancis. Jika diterjemahkan kira-kira artinya, apa gunanya mengenal jika kita semua mati. Kalian semua bertanggung jawab atas ini! Aku memiliki keluarga, kenapa kalian tak memikirkan ku sedikit pun! Orang macam apa kalian semua?

Mendengar perkataannya aku sedikit kesal. Aku pun juga tak mengharapkan mengalamai semua ini. Tapi sebagai seorang yang berada di atas mereka, aku harus berbuat sesuatu.

"Jacob, berapa nilai sirkam ini?"

Jacob berfikir sejenak. "Ada mutiara dan emas yang tebal. Mungkin sekitar 1,5 sampai 1,7 Milliar rupiah."

"Apakah cukup mahal untuk orang Perancis?"

"Tentu saja, itu masih mahal meskipun diuangkan dalam bentuk Euro."

Aku mendekati Arna. "Ambillah! Kau bisa memilikinya jika kita selamat. Hanya tolong, berhenti menangis dan bereriak. Telingaku sakit." kataku.

Setelah Jacob menterjemahkannya, Arna berhenti menangis. Ia mengambl Sirkam itu dariku dan mengamat-amatinya. Matanya tampak berbinar bahagia.

Satu masalah selesai.

Aku melanjutkan apa yang harus aku katakan pada mereka.

"Jadi, mari kita mulai dengan siapa kalian sebenarnya dan apa yang kalian inginkan jika keajaiban datang dan kita bebas dari maut ini?"