"Aku, akan membuat Frada menyesali hidupnya"
Jacob telihat tenang mendengar jawaban dariku. Sebaliknya Arna dan Ficaso tersentak kaget.
"Ini tentang balas dendam?" , tanya Jacob.
Aku menggeleng, "Tidak, kalian salah sangka. Aku bukan pendendam. Aku hanya seseorang yang berfikir realistis?"
"Baik, kau punya waktu yang cukup untuk menjelaskan kalimat anda, Nona muda."
"Jika aku selamat, artinya kita semua juga selamat. Hal ini berarti seseorang menolong kita, atau sesuatu. Mungkin keadaan bisa keberuntungan! Bisa lebih tepatnya adalah Mukjizat!"
Mereka mengganguk-angguk. Kalimatku memang terdengar masuk akal bagi seseorang yang hanya tinggal menunggu jam kematiannya.
"Jadi, kesimpulannya yang perlu kita lakukan adalah berusaha. Apakah diantara kalian ada yang tidak sengaja membawa ponsel di saku secara diam-diam tanpa sepengetahuan siapapun?"
Mereka menggeleng bersamaan.
"Apakah ada alat pelacak atau semacamnya yang ada pada kalian?"
Mereka menggeleng lagi.
Aku masih belum menyerah.
"Katakan kalau diantara kalian ada yang menghubungi seseorang sebelum kita semua terjebak di sini?"
Mereka menggeleng.
"Baiklah, kita tamat! Tak ada CCTV di ruangan ini. Kutarik kembali kata-kataku. Terimaksih"
Bagaimana seseorang bisa menolong kami. Tak ada CCTV di sini? Lagi pula seseorang pasti sedang berjaga di luar. Ini kamar tertutup yang sempurna.
Tanpa sadar aku mendekatkan telinga ku ke pintu. Sepi tak ada apapun di luar. Suhu udara di ruangan ini semakin panas. Sepanas bekas jahitan di perutku.
Tiba-tiba aku teringan pesan dokter Cress, agar setidaknya semua aktivitas berat dihentikan sampai satu bulan kedepan. Tidak mengangkat benda-benda berat, serta menghindari depresi adalah kunci penyembuhan setelah operasi.
Hal ini disebabkan oleh perut yang sudah di silet dan tampak kering dari luar, belum tentu bagian dalamnya sudah kembali normal. Butuh konsumsi obat secara rutin untuk mempercepat proses penyembuhannya.
"Kau baik-baik saja?" tanya Jacob mendekatiku.
Aku tak menjawab. Aku Secara tak sadar memegang perutku. Jacob duduk disebelah ku dan menyingkapkan tanganku dari perut.
"Kau berdarah, jahitannya pasti lepas" serunya.
"Kita harus segera keluar dari sini. Pendarahan Ficaso juga harus dihentikan"
Aku berusaha tersenyum sambil menahan sakit.
"Kapan terakhir anda meminum obat anti nyeri?"
"Delapan sepuluh jam yang lalu."
Jacob terlihat cemas.
"Reaksi obatnya pasti sudah habis. dengan begitu banyak tekanan membuat luka Anda semakin parah."
Aku mencoba menenangkan Jacob dengan berkata aku baik-baik saja.
"Kau terlihat pucat seperti vampir." katanya menunjukkan bukti bahwa aku sedang tidak baik.
"Katakan, apa kau memiliki saudara atau semacamnya? Apa kau mengabari bahwa Kau akan pulang ke Indonesia hari ini?"
Aku membeku. Dengan terpaksa aku katakan,
" Ada"
"Bagus, saat mereka menyadari Anda tidak muncul atau memberi kabar pasti mereka akan mencoba mencari tahu."
Aku Hela nafas panjang dan bersandar.
"Aku bahkan tak yakin mereka menyadari aku berada di luar negri."
"Mengapa seperti itu? Apa yang terjadi."
"Ceritanya panjang jawabku lirih."
Jacob terlihat tak keberatan. "Kita punya banyak waktu untuk bercerita. Ceritakanlah. Siapa anda sebenarnya? Apa yang terjadi dengan keluargamu?"