Mendengar perkataan Gold, Sergei menodongkan pistonya ke arah Gold. Ia nampak menargetkan kepala Gold. Aksinya terhenti saat ia menyadari banyak polisi lain yang mengarahkan pistol mereka ke arahnya.
"Lihat, tak perlu konfirmasi lagi kekasihmu itu siap membunuhku." kata Gold.
Frada menyilangkan tanganya. Ia terlihat angkuh dan kesal. Ia tak lagi terlihat seperti wanita lemah yang butuh perlindungan.
"Kau sudah mabuk Gold. Mungkin obat membuatmu kehilangan pikiran. Aku tak serendah itu."
Gold menggeleng. "Begitukah?"
"Bagimana kau menjelaskan reaksi kekasihmu itu?"
Frada memegang mukanya.
"Ia adalah pengawalku. Ia akan melakukan tindakan perlindungan tak peduli meskipun itu kau yang adalah suamiku. Selama ia merasa seseorang mengancam nyawaku, ia akan bertindak." jelas Frada.
Gold melirik ke arah Sergei. "Bagaimana ia yang adalah olah Rusia bisa mengerti apa yang kita bicarakan?"
"Ia menggunakan penerjemah sama sepertiku."
"Untuk apa? Bukankah kau harusnya cukup berbicara dengan bahasa Rusia denganku. Mangapa kalian malah repot-repot menyetel alat penerjemah bahasa Indonesia. Dan sejak kapan alat itu sudah terset?"
Frada terdiam. Ia makin terlihat marah.
"Aku berhadapan dengan wanita yang tak bisa bahasa Rusia, aku harus memakai alat penerjamah ini setiap hari. Ayo tanya lagi. Aku akan menjawab semua pertanyaanmu."
Gold menggeleng. "Dan seorang pengawal juga harus menyetel alat penerjemahnya juga? Bahasa Indonesia? Bukankah akan lebih baik jika seseorang yang berada diposisinya tak perlu mendengar apapun yang kau bicarakan? Seorang Nyonya besar butuh privasi , itulah yang selalu kau katakan"
Frada hendak menjawab. Namun Gold menyela. "Alasan mengapa ia mengubah alat penerjamahnya, karena ia telah berbicara banyak pada wanita yang ingin kau bunuh itu. Dan alasan lain kau tak canggung berbicara apa pun dihadapannya, karena ia adalah kekasihmu. Atau mau aku katakan ia adalah suamimu?"
Frada tertawa lepas."Bagimana aku bisa menikah sementara aku masih belum bercerai darimu?"
"Bukankah di Rusia diperbolehkan menikahi lebih dari satu orang?"
Frada diam tak bicara.
"Kau harus kembali ke rumah sakit Gold. Kau sudah tidak waras."
"Frada?"
"Ya?"
"Apa lehermu masih sakit?" .
Tangan Frada mengerayang ke lehernya yang terluka.
"Sedikit,~"
"Sudah ke rumah sakit?"
Ia tersenyum, "Tidak , aku belum sempat."
"Tidak?, bukankah saat aku pingsan karena kepanasan, kau langsung membawaku ke rumah sakit? Mengapa untuk hal sebesar ini kau malah membiarkannya begitu saja?", tanya Gold.
Frada yang lebih tenang kembali menjawab. "Kau adalah prioritasku."
"Apa kau takut, wanita itu lari dari mu?"
Mendengar ucapan Gold yang samakin mengancam, Frada terlihat sedikit terprovokasi. Ia memandang Sergei. Mata mereka bertemu.
"Baiklah. Sergei, ia sudah tak berguna. Bunuh dia" serunya pada Sergei.
Sergei segera mengeluarkan senjata yang ia sembunyikan dari sakunya. Kini kedua tangannya membawa pistol dan mulai menambak. Dibantu dua orang anak buahnya, ia berusaha menembak Gold.
Kepala polis yangi menyadari keadaan kacau ini memerintahkan anak buahnya untuk melindungi Gold. Di luar duagaan beberapa diantara mereka justru membantu Frada. Terlihat sudah mengapa Frada begitu berani.
Ia berhasil menyuap beberapa di antara mereka.
Dalam keadaan yang kacau, Frada melenggang ke arah ku. Polisi di sisi kanan dan kiriku bingung harus berpihak kepada siapa.
"Aku akan memberikan apa pun yang kalian minta, jika kau membiarkan aku membunuh wanita itu." katanya.
kedua polisi saling berpandangan. Mereka mengangguk.
"Bagus, berikan pistol kalian."
Salah satu diantara mereka meberikan pistolnya. Setelah menerima pistol itu Frada menyuruhnya pergi. Dia akan menembakku dan anak ini.
Aku tidak bisa lari.