Namaku adalah Reveline Exodious. Aku memiliki hidup yang sempurna.setidaknya begitulah yang orang pikirkan melihat penampilanku. Aku adalah seorang Chair Women dari sebuah sekolah internasional. Aku meraihnya bukan dalam satu atau dua malam. Aku membangun semuanya dari minus.
Ayahku, tidak memperjuangkan aku. Ia terpaksa menikahi ibuku karean suatau alasan yang tak pantas diungkapkan. Tapi tak apa, aku memiliki Tuhan disisiku. Memang tak mudah, aku harus membuktikan, aku ada bukan untuk menjadi sampah atau penyesalan.
Jika semua orang mendapatkan sekolah terbaik, aku cukup dengan belas kasihan Tuhan sekolah apa adanya. Jika semua anak normalnya mendapatkan sesuatu yang ia ia ginkan, aku cukup mendapat sesuatu dari Tuhan.
Aku tak pernah bisa memilih dalam hidupku. Tapi aku bersyukur, semua yang aku dapatkan tanpa memilih adalah hal yang terbaik. Tak perlu aku pertanyakan, meski sesekali aku ingin sekali mengajukan banding. Tapi aku sadar, cukup cukup beruntung dengan Tuhan di sampingku.
"Selamat pagi Bu Reveline"
Teguran reseptionist membuyarkan lamunanku.
"Selamat pagi Norda".
Norda Agizioo rupanya yang bertugas pagi ini. Wajahnya tetap cantik walaupaun tampa make up. Membuatku iri saja.
Mari kuperkenalkan tempat di mana aku bekerja. School for Indonesia Sebuah sekolah dengan standar internasional. Bertujuan membantu mencerdaskan kehidupan bangsa dan turut membatu mewujudkan cita- cita yang terpendam bagi anak- anak Indonesia maupun dunia yang berkeinginan besar dalam memberikan perubahan yang lebih baik bagi kehidupan setiap umat manusia .
Kedengaran mulia kan? Tidak juga, terkadang kami memang masih bisa mendapatkan untung untuk pembiayaan operasional baik dari donor maupun dari orang tua wali murid. Ya begitulah yang jelas cukup rumit dan membuat pusing kepala jika aku terangkan dari mana sumber dana kami atau bahkan jika aku ceritakan bagaimana perjuangan kami membuat sekolah ini.
Nah lift sudah didepanku. Aku akan mulai perjalan singkat dengan lift transparan menuju lantai 4. Di situlah aku biasa mengerjakan sebagian besar pekerjaaku. Dari lift ini aku bisa melihat beberapa kelas yang ada. Karena kebetulan ruanganku memang melewati beberapa kelas seperti kelas super Mind Satu yang setara dengan dengan SMP kelas 7, Super Mind 8 dan juga kelas internasional plus bagi anak yang yang kurang bisa berbahasa Indonesia.
Di lantai 3 aku bisa melihat jelas bagai mana tim marketing sekolah ini mengatur segala sesuatunya agar sekolah bisa lebih banyak di kenal masyarakat. Oh ada pula HRD yang sibuk lalu lalang entah apa yang mereka kerjakan.
...Ting.....
Lantai 4
Biar ku tebak, GA sekaligus Direktur ku bapak Alfonso Suratman pasti sudah di depan lift ini menungguku. dan yak tepat sekali. Dia sudah menungguku di depan lift. Pria 56 tahun yang masih terlihat sehat dengan semangat kerja yang luar biasa. Ketelitian dan kesetiaanya tidak di ragukan lagi. Tanpanya mau jadi apa tempat ini.
"Anda yakin tidak datang terlalu pagi nona Rev. ...."
Perlu digaris bawahi pria ini pengingat cepat dan hampir bisa membaca apa yang kita rencanakan
Dia tipe orang peneliti ....ya mungkin sebaiknya dia bekerja jadi mata mata saja.
"Oh 7. 40, Tidak, tidak aku yakin dengan apa yang kulakukan. Kenapa? Apa ada masalah? Atau semacamnya?'"
Dia terseyum mengikutiku...." Sebenarnya mungkin shopping atau ke salon anda harus di kurangi. Anda sudah 30 tahun dan masih menyukai hal-hal seperti membuang buang waktu ke salon atapun Mall..."
"Emm aku hargai saranmu Alfon. Tapi , aku harus benar benar merasa yakin dengan apa yang harus ku lakukan jika aku berhenti melakukan hobiku..."
Alfon tidak menjawab. Sepertinya Ini akan menjadi perbincangan lama tahap akhir jika aku terus mengoceh. Jadi seperti kebiasaanya setiap hari. Aku akan mencoba untuk membuat Alfon tifak bisa bertanya apa-apa lagi kecuali masalah pekerjaan. Walaupaun sebenarnya ia sangat baik dan perhatian padaku, tetap saja hidupku adalah milikku sendiri aku tak mau A ( Nama singkat Alfonso agar terdengar sedikit keren seperti di film mata-mata) membuatku merasa sangat bersalah hanya karena dia memperdulikanku.
" Baiklah Rev, kau bosnya. Aku tak pernah menang jika harus berdebat dengan mu"
" Duduklah, mari kita mulai pekerjaanmu."