Chapter 9 - Sedih

Kami mendatangi sidang final dalam kaaus dugaan pembunuhan rencana dengan terdakwa Elissa Istikomah dan Foe Alinski. Kami sengaja datang secara terpisah untuk menghindari para wartawan yang ingin mencari sensasi dalam kasus ini. Alfon dan Cherin datang lebih awal.

Alfon lah yang akan menjawab semua pertanyaan pers seputar kasus ini. Julian bersama team kuasa hukum berada di ruang persidangan.

Sementara Robin harus kembali ke negaranya. Tak ada lagi yang bisa dia lakukan dalam kasus ini. Akupun datang jauh lebih awal lewat pintu belakang. Agar tak terlihat mesia aku sengaja bertukar mobil dengan Cherin. Akupun mengenakan pakaian yang tak biasa dan terkesan sanagt berbeda dengan penampilanku biasanya

Bahkan rambut panjangkupun ku simpan baik- baik di dalam wig blonde yang sejak pertama ku beli tak pernah ku pakai. Aku memakai kacamata hitam dan tas biasa saja. Ini agar para reporter tak mencariku. Semua pertanyaan meteka tambah membuatku pusing .

Sangking tak inginnya aku bertemu wartawan. Aku menuliskan namaku dengan Valerine Dars kerabat Fianka. Tapi tentu saja tak ada yang menyadari hal ini. Mengingat tak akan ada yang benar- benar memeriksa buku tamu

Selain itu aku juga masuk setelah Fianka masuk. Aku duduk di barisan paling belakang deretan LSM yang ikut mengawal jalannya putusan hari ini.

Alfon dan Cherin ada di depan. Aku sengajabtak mengeluarkan gadget apapun agar tak menimbulkan kecurigaan. Jarak antara kursi yang satu dengan lain terlalu dekat. Jika aky mengirin pesan lewat apapun

Orang lain akan bisa membacanya . Jika menelephonpun orang di sebelah juga akan dengan mudah mendengarnya.

" 16 Tahun 4 bulan. Terdakwa Elissa akan dititipkan sementara ke rutan Pindok Bambu sementara kami mwnyiapkan Rutan lain Di Kawasan Nusa Kambangan. Apabila terdakwa merasa keberatan makan terdakwa dapat mengajukan gugatan paling langbat dua minggu dari keputusan ini di keluarkan. Besuk kami akan mendengarkan pledoi dari saudara tersangka. Demikian."

Hakim pun mengetuk palu. Sidang selesai. Wartawan di luar mulai ramai mewawancarai dan melaporkan putusan ini ke pelooik negri.

Sidang kedua pun berlangsung satu jam setelah sidang ke satu.

Kali ini wartawan dan LSM yang menunggu di luar jadi lebih tak sabar menantikan keputusan ini. Sementara aku masih dengan rencana semula menghindari meeka dengan duduk di deretan belakang.

"Josep Foe Alinski dengan hukuman seberat 15 Tahun 9 bulan atas dugaan pembunuhan berencana. Apabila saudara terdakwa merasa keberatan , maka saudara di perbolehkan mengajungan banding paling lambat 2 minggu sejak putusan ini dikeluarkan. Selesai. "

Keluarga Fianka langsung mengadakan jumpa pers atas kemenangan mereka dalam pengadilan di dampingi oleh pengacara dan para ketua dari LSM yang mendukung mereka.

Di luar Alfon dan Julien di serbu wartawan lokal maupun wartawan paparazi untuk di mintai komentar.

Aku segera kembali ke mobil. Di dalam mobil aku mengganti wig blonde dengan wig hitam panjang.

Ku lepas cardigan yang kupakai dan mengganti kacamata dengan bentuk berbeda yang lebih modis

Aku menuju ke apatermen di mana aku tinggal. Aku harus bersyukur karana terlalu banyak nonton film- film agen rahasia, aku jadi belajar banyak hal untuk menghindari para wartawan itu.

Bahkan aku tak takut untuk masuk lewat lobi depan.

Di lobi banyak wartawan yang lontang-lantung duduk berdiri ada juga yang berdiskusi rekan sesama jurnalis. Ada menanyakan hal - hal kepada resceptionist. Mereka pasti mencariku.

Tanpa takut sefikitpun aku melalangkah masuk dan mendatangi Gandhi. Bapak recepsionist yang ramah dan baik serta kooperatif itu.

" Permisi tadi pagi saya menitipkan sebuah buku catatan berwarna cokelat"

" Ya nona tentu, akan ku ambilkan dulu." Jawabnya

Seorang jurnalis laki- laki mendekatiku dan melihat ke arahku. Di ID Card nya tertulis Alexander Habiburahman. Ia memberanikan diri mendekatiku.

" Apa kita pernah bertemu? " katanya padaku.

Akupun menoleh dan memperhatikan wajahnya dari balik kacamataku sebelum akhirnya aku mengatakan tidak.

Pak Gandhipun datang dengan membawa catatan yang ku minta. Segera ku ucapkan terimakasih lalu pergi berjalan menuju lift. Di dalam hanya ada aku. Aku membuka bagian yang ada pembatasnya.

Di situ ada tulisan Pak Gandhi ' Tak Ada Semut di atas'. Itu berartu tak ada wartawan yang berani naik ke atas mencariku.

Tadi pagi sebelum pergi aku memang meminta tolong padanya agar tak memperbolehkan wartawan manapun ke atas. Jika aka yang mencariku cukup katakan aku tak pulang sejak seminggu terakhir. Bila mereka tetap ingin meliput hanya samapai lobi saja . Tak lebih dari itu

Kartu ku tempel pada handle dan terbukalah ruanganku. Di meja kerja mesinprinter otomatis terus mencetak pembelaan yang harus ku datangi sebelum akhirnya pengadilan memberi putusan terhadap Yayasan Revelin Untuk Negri besuk.

Aku membaca semuanya perlahan. Di cetakan terakhir terdapat pesan Juliean yang mengatakan' Perasaan Pribadi Terhadap Pendirian Yayasan boleh di tambahkan'.