Chereads / Sebuah Kesepakatan (Dealing With) / Chapter 2 - Sebuah Saran Dari Orang Terdekat

Chapter 2 - Sebuah Saran Dari Orang Terdekat

Aku pun duduk di meja ini. Sebuah meja yang selalu tertata rapi. Dengan sebuah pulpen berlapis emas di atasnya. Lalu ada beberapa hiasan.

" Baik aku siap." , seruku seraya meraih pulpen .

Alfon mengambil beberapa dokumen dari meja lain. Ia membuka yang pertama dan diletakkanya di depanku.

"Ini adalah Program Culture Day. Memperingati HUT RI. Mereka punya program yang cukup mengesankan. Hari kebudayaan, dalam acara tersebut mereka akan adakan open house. Dengan beberapa bazar kebudayaan di dalamnya. Semua siswa akan terlibat di dalamnya. Mereka akan memakai baju daerah. Satu kelas satu stand. Ada yang menjual baju adat makanan khas ada pula yang sudah siap dengan pertunjukannya, semua itu gratis dan siapaun boleh masuk untuk melihat."

Alfon berhenti bicara dan membuka halaman berikutnya. Ini memang keahliannya untuk menyeleksi dan memberikan beberapa masukan, apakah aku akan menandatangai program ini atau tidak.

Walaupun demikian harus ku akui. Semua program yang sampai di mejaku. Bukan program asal jadi. Melainkan sebuah program yang sudah melalui beberapa tahap seleksi dan revisi. Sehingga ini akan jadi lebih mudah bagiku untuk memutuskan apakah akan berjalan atau tidak.

"Akan ada beberapa sponsor datang dan budgetinya ada di belakang jika kau mau memeriksanya."

"Kapan program ini di laksanakan?"

"Tanggal 16, apa terlalu cepat?"

Kami bangsa Indonesia merayakan kemerdekaan setiap tanggal 17 Agustus. Jika acara lain di rayakan tanggal 16 menurutku tidak terlalu cepat.

" Tidak, aku hanya perlu menandatanginya saja kan?"

Mr Alfon menghela nafas panjang. Aku tau maksudnya pasti sebentar lagi ia akan mengeluarkan kata ajaib wejanganya.

"Lain kali baca dulu. Mengingat tak semua orang bisa kau percaya dan mungkin empat tahun dari sekarang aku akan pensiun."

Hmmmmhmmm aku hanya membalasnya dengan seyuman. Di ambilnya dokumen lain. Ada satu, dua, tiga, astaga ada lima.

"Hanya lima Ms. Rev, tak perlu sedih begitu....." kata Alfon. Dia bisa menbaca ekspresi wajahku dengan tepat.

"Itu hanya program - program kegiatan biasa. Progress test.Assignment dari pre-school sampai Qualified(Setara SMA) kalau kau mau kau bisa pelajari. Jika tidak, yah sepaerti biasa, cukup Kau tandatangani."

Jika ku baca satu per satu, apa gunanya Alfon bekerja di sini. Dia lebih dulu mampelajarinya. Jika sudah ada di sini artinya semua sudah OK. Lagi pula jika aku baca hanya akan membuat kepala jadi sakit saja. Tapi mungkin sedikit akting akan membuat Alfon senang. Jadi aku membuka buka sedikit. Sambil ku kernyitkan keningku. Mungkin sedikit bertanya akan membuatku terlihat sedikit peduli pada pekerjaanku.

"Tak ada yang membutuhkan fasilitas khusus Alfon?"

Dia tampak serius menatapku. Lalu maju dan membuka satu dari halam belakang sebuah dokumen.

"Ruang Penelitian luar angkasa. Kita tidak punya planetarium, bagaimana menurutmu?"

Mana ada sekolah dengan planetarium di Indonesia. Gawat apa yang harus ku katakan ya.

"Bosca....Bandung...?"

Ya bawa saja mereka ke sana. Toh juga tidak terlalu jauh dari Jakarta.

"Ku rasa itu menarik. Tapi kita tak akan ke sana. Terlalu jauh. Ada beberapa donatur yang menginvestasikan sebagian miliknya ke sini..Kita akan punya teropong bintang dan beberapa peralatan dasar."

Apa? Kau luar biasa Alfon. Ku hargai jasamu untuk sekolah ini. Tapi siapa yang mau menyumbang. Entahlah.Yang penting masalah selesai.

"Menarik. Kau ahlinya, akan kutanda tangani semuanya."

Selesai ku tanda tangani. Alfon mengambil dokumen lain untuk ku baca. Yang ini tidak terlalu tebal

"Ini hanya dokumen tentang kerusakan . Perlu perbaikan. Terutama kolam renangnya. Kau tandatangani sekarang. Nanti malam akan dikerjakan. Besuk pagi selesai, bagaimana?"

Tak perlu banyak tanya untuk yang ini. Cukup di tanda tangani saja.

Jam 10, aku harus segera pergi. Terlalu lama duduk hanya akan meningkatkan resiko serangan jantung.

" Apakah sudah semuanya?!"

Alfon menghela nafasnya dalam-dalam.

"Sebenarnya ada dua orang yang harus kau temui. "

Dua? siapa.? Pasti tidak penting. Aku harus cari cara untuk menghindar.

"Seorang pelamar. Psycholog, sekolah ini membutuhakan seorang ahli menangani anak berkebutuhan khusus. Untuk terapi lebih tepatnya. Dari 10 orang satu yang kupilih."

" La...lu?"

"Ku jadwalkan dia wawancara denganmu! Tunggu akan ku panggilkan.."

"Apa yang harus ku katakan Mr. Alfon? Kau ahlinya! Kenapa tidak kau saja?"

Dia tak mendengarku. Malah meninggalku keluar. Lalu masuk dengan Nona,

"Joshepine Widya, ini Reveline. "

Alfon membawanya masuk dan memperkenalkan wanita berambut pirang hitam berkacamata . Dia menyalamiku. Terlihat sangat ramah. Jauh lebih dewasa dariku.

" Ms. Reveline akan menanyakan beberapa pertanyaan. Silahkan duduk."

Skak mat! Alfon, sungguh apa yang harus ku tanyakan? Sangking paniknya saat Alfon menghadap ke arah ku kutarik tangannya dan ku tanyakan.

"Apa yang harus ku tanyakan?"

Ia melepas tanganku dari pergelang tangannya. Ia tersenyum sambil berbisik,

"Tanyakan apa yang ingin kau tanyakan saja. Ingatlah saat kau menanyaiku dulu."

Dan tanpa menunggu komentar dariku ia memalingkan wajahnya dariku.

Aku benar-benar panik. Aku mencoba untuk menyusun kata-kata dengan beranjak dari kursiku. Seraya mengulur waktu. Aku berjalan ke depan dan berhenti di depan mejaku sambil sedikit bersanda. Alfon, Berdiri di dekat sofa di mana Joshephine duduk. Wajah ceria tak bisa hilang darinya. Ia tampak bersemangat. Baiklah kita mulai wawancaranya.

" Nona Joshephine"

"Ya?" Dia menjawab dengan cepat dan semangat.

" Apa pendapat anda tentang, anak - anak berkebutuhan khusus?....mungkin kau bisa jelaskan?"

" Menurutku mereka luar biasa."

"Luar biasa?...." Jawabanya membuatku terkejut.

"Ya luar biasa! Tanpa mereka dunia ini tak akan menjadi indah. Mereka ibarat bunga di tengah padang rumput yang hijau. Tak banyak memang ,namun warna mereka membuatnya menjadi tampak indah. Apakah anda bisa bayangkan sebuah taman bunga tanpa bunga itu sendiri?.....Ya itulah mereka, terlalu indah. Namun tak semua orang menyadarinya. Bunga yang mahal harganya adalah bunga yang langka dengan spesifikasi dan bentuk yang unik, bukan yang umum karena bunga yang umum membutuhkan perawatan yang biasa aja..."

Woow jawabannya terlihat cerdas. Sebaiknya tak kulanjutkan. Jika tidak aku pasti akan terlihat bodoh. Alfon diam dan menatapku. Mengharap aku berikan respon yang cerdas dengan dosis yang tepat.

"Kau sudah pernah berhadapan dengan mereka sebelumnya?"

Joshepine hanya diam dan terkejut.

" Oh, belum! Maksudku iya,kebetulan aku pernah magang sebagai terapis saat masih kuliah...dan di tugas akhirpun saya mencoba untuk membuat penelitian pada mereka."

"Dan hasilnya?"

Dia terdiam sambil menelan ludahnya. Ia berfikir

Aku kembali ke meja kerjaku. Ku lipat tanganku dan menaikkan alisku sedikit sambil menunggu jawabannya.

"Kita harus lebih peduli pada mereka. Mereka bukan sampah Nona. Rev. Mereka butuh perhatian lebih. Kita harus menolong mereka. Percayalah!Tuhan menitipkan mereka pada kita, maka Tuhan pasti akan membukakan jalan untuk menyembuhkan mereka."

Ku ubah posisi dudukku sambil menilai jawabannya. Kali ini aku bersandar ke belakang dan kaki kananku berada di atas kaki kiriku.

Aku menganggukan kepalaku sedikit pada Alfon. Dengan sigap, ia segera mengambil alih keadaan dari sini. Ia menjelaskan pada Joshephine tentang apa yang harus ia lakukan setelah ini. Tak lama Alfon membuka pintu dan Joshepine..Menyalamiku lalu keluar dari ruangan ini. Situasipun kembali cair. Alfon mengambil cangkir dan membuat kopi dari mesin kopi di ujung pintu dekat kaca. Sesekali ia melihat ke arah luar.

" Aku terkesan dengan pertanyaan anda Nn. Re...." kata Alfon sambil mencicipi kopi yang ia buat. Ia pun menawarkan cokelat tapi aku menolaknya.

"Dari mana kau dapatkan pertanyaan yang membuatnya berpikir keras seperti itu?"

"Entahlah, aku hanya berfikir, dan terlintas begitu saja"

" Oh ya? Aku terkesan"

Alfon menyeruput kopi buatanya. Ia selalu meraciknya sendiri walapun ada yang bisa membuatkanya. Ia tak pernah mau di buatkan. Tak ingin merepotkan siapapun.

"Jam berapa sekarang?".Alfon hampir tersedak saat aku nenanyakan jam padanya. Aku ingat Alfon tidak muda lagi . Seharusnya aku menunggunya selasai minum agar tak membuatnya tersedak.

"11.45"

" Ok"

Kataku bangkit dari tempat dudukku. Aku berjalan keluar sambil membawa tas dan kontak mobilku. Jika sudah begini tak ada satupun yang bisa menghentikanku.Aku punya kebebasan penuh untuk hidupku.

"Dah, aku pergi dulu ya?!"

Pintu ini ku buka sendiri. Alfon hanya diam di tempatnya memandang langit- langit sambil menikmati kopi buatannya. Apa benar se-enak itu?.Aku akan pergi ke Mall hari ini. Ada banyak hal yang akan ku lakukan. Ke Salon, berbelanja sepatu, baju, perhiasan, paket liburan promo. Wah!!! sangat menyenangkan.

Tombol lift ku tekan. Nampaknya akan butuh waktu beberapa menit sebelum lift sampai. Tapi tunggu, ada yang datang dari gerbang kaca . Seseorang dengan mobil putih. Keluar dengan jas putih. Ia turun dengan bunga. Berjalan tanpa ragu melewati scurity tanpa hambatan apapu. Oh tidak. Carl Ferduson Louis!

Dalam hitungan kurang dari lima menit dia akan sampai ke sini. Oh tidak!!!

Tidak. Aku harus lari. Aku perlahan aku berjalan mundur. Akupun kembali membuka pintu ruangaku. Alfon masih berdiri di tempatnya dengan cangkir kopi . Ia meliriku sebentar dan menayakan hal yang sepertinya ia sudah tau.

" Sudah selesai shoppingnya? Cepat sekali!"

Hmmmm. Dia sangat membuatku kesal dengan ekspresi tanpa rasa bersalahnya.

" Hmmmm???!, Carl menuju kemari! "

" Lalu...?"

Apa lalu? "Lalu...? Apanya yang lalu. Kau pasti sudah merencanakan semua ini!"

Aku kesal dan melempar tubuhku ke sofa putih di depan ku.

"Ya baiklah. Dewasalah. Temui dia....sebagai informasi saja dia menjadi donatur untuk planetarium kita. Menurutmu apa yang harus ku lakukan? Mengusirnya atau memperbolehkanya bertemu dengan mu? Satu lagi dia menelopon recsepsionist berkali-kali sejak jam 6 pagi ini. Bahkan sebelum yang lain datang. Hanya untuk memastikan kau ada, jadi selamat berjuang!"

Dalam hal inilah aku membencinya. Aku tau, mungkin aku tidak jelek. Tapi Alfon dan Carl lupa?

Seseorang butuh wanita yang jelas dengan latar belakang jelas juga bukan untuk dinikahi. Aku mungkin adalah Chair women di sini. Tapi suatu saat jika orang tuanya menanyaiku, selesailah aku. aku tak memiliki latar belakang sebagus dirinya.

Jadi mengapa tak menyerah saja. Jangan munafik, cinta itu tidak sepenuhnya buta.

Selesai mengatakan itu Alfon meninggalkan ruangan dengan cangkir kopinya. Seseorang mengetuk pintu.

"Boleh aku masuk.?"

"Masuklah" teriakku. Ternyata Carl sudah datang dengan bunga dan senyum di wajahnya. Dia menghampiriku yang duduk . Lalu aku berdiri menyalaminya.

"Ayo duduklah."

" Ini bunga Sakura dan mawar.untukmu!Di pesan khusus dari Jepan, Ini bunga sakura yang sudah di rekayasa sehingga warnanya merah.Tahan kurang lebih satu minggu. Semoga kau menyukainya."

Aku tersenyum dan meraih bunga dari tanyan Carl. Rumayan berat.

"Terimakasih tentu aku menyukainya. Duduklah sebentar"

Aku meletakkannya di meja dan mengambil vas bunga kaca dari salah satu lemari.

Ku isi dengan air dari galon.

Ikatan dari bunga ini pun ku lepas satu persatu untuk kemudian ku simpan dalam vas bunga. Ini terlihat berantakan karena memang aku tak biasa melakukanya. Sebenarnya aku hanya mengulur waktu sambil mencari cara mengusir Carl.

Carl melihat betapa buruknya seni ikebana yang ku perlihatkan dihadapannya. Ia pun bangkit menawarkan pertolongan. Aku menerimanya. Ia mengambil vas lain dari almari kaca. Di tatanya bunga- bunga itu menjadi dua bagian. Satu di vas kaca yang ku ambil. Dan sebagian di vas kaca yang dia ambil.

Hmmm rumayan jadi lebih enak di pandang mata.

" Sudah., mau di letakkan di mana?"

Aku pun celingak-celinguk melihat seisi ruangan.

Tak kutemukan spot yang bagus. Atau lebih tepatnya aku tak tahu mau menaruhnya di mana agar bunga itu terlihat bagus.

"Di meja besar saja bagaimana?"

Ku anggukkan kepala tanda persetujuanku atas usulnya. Satu di meja besar yang lain di sudut dekat cahaya.

" Kopi?"

" Emmm, tidak."

" Aku membuatnya sendiri. " Kataku dengan sedikit memaksa.

" Baiklah kalau begitu"

Walapun aku tak pernah membuat kopi. Aku yakin aku bisa membuatnya . Hampir setiap hari aku melihat Alfon meracik kopi di depanku. Dua bubuk kopi ditambah satu sendok gula. Di seduh dengan krim dan air panas. Pasti ini enak. Setelah diaduk dan kutaruh di atas piring kecil. Ku suguhkan kepada Carl. Carl mencobanya. Dari ekspresi wajahnya tak ada yang aneh

"Emm...enak."

Hatiku lega. Ternyata takaran Alfon tidaklah salah. Secara teknis aku tidak pernah mencobanya.

"Sungguh? Syukurlah....Aku setiap hari melihat Mr.A membuat kopi dengan takaran seperti itu didepanku. "

" Benarkah..? Jadi ini kopi pertama buatan Mu?"

" Begitulah...."

"Aku akan menghabiskannya..." teriaknya kegirangan.

Aku mulai membisu. Tak tahu topik apa lagi yang harus ku bicarakan untuk memecahkan kesunyian ini.

" Carl ....."

"Iya?" jawabnya cepat.

"Trimaksih untuk sumbangannya. Untuk planetarium kami. Aku sangat mengapresiasi perbuatan baikmu. Itu sangat berarti"

Senyum kembali mengembang di wajahnya. Ia taruh cangkir kopi yang sudah mulai kosong di depanya. Dan cepat - cepat menyahut kalimatku tadi

"Tak perlu berterimakasih. Aku hanya coba membatu anak- anak belajar. Kesempatan belajar adalah hal yang berharga. Dulu aku berharap agar ada yang membantu membiayai ku sekolah. Tapi tidak ada. Sejak itu aku berjanji. Akan menolong siapa pun yang memiliki semangat belajar atapun semangat membatu orang lain untuk belajar."

Ia terdiam sejenak lalu melanjutkan pembicaraan kami.

"Jika kau butuh bantuan lagi. Katakan saja. Aku pasti akan membantu."

Aku terdiam lagi. Berfikir sejenak.

Pergilan mencari wanita China yang lebih jelas dariku sebelum kau menyesal. Aku tak memiliki apa-apa yang bisa kubanggakan, teriakku dalam hati. Tentu saja, aku tak bernai menyuaraknnya.

"Sebenarnya aku ke sini untuk mengajakmu makan siang, ada restoran jepang di Mall Cikarawang Aku dengar kau sering ke sana, bagaimana ?"

Gila dia mengajakku makan siang!!. Aku harus bagaimana?

aku harus menolaknya dengan halus agar tak menyakiti perasaannya. Kenapa harus aku? Kenapa tak cari wanita cantik lain lulusan luar negri dari keluarga terpandang seperti sekertais Alfon. Kau akan lebih bangga Calr.

Aku menghela nafas seblum mulai bicara.

" Em, bagaimananya ya ku rasa ti-."

.....kring...kring..kring .....

Tiba-tiba telepon di mejaku berdering. Aku mohon ijin sejenak untuk mengangkatnya. Di ujung sana ternyata Alfon yang sedang dalam sambunganku dari lantai 3 meja kerjanya. Dia bicara menggebu-gebu kepadaku.

" Hanya untuk informasi saja. Futatsu Sirara Internasional Resto di Cikarawang Mall adalah restoran dengan 3 lantai berbintang lima. Untuk menyewa satu meja saja pengunjung harus membayar sekirar 500 ribu. Kabar baiknya di lantai 3 ada sekitar 20 meja dan semuanya di reservasi atas nama Carl Ferduson Louis orang yang di depan anda Nona."

" Jika aku tak salah hitung hanya untuk meja saja ia harus mengeluarkan 10 juta rupiah. Jika Kau! Nona Reveline Exodious menonlak ajakan makan siang hari ini, bisa ku pastikan, Kau adalah wanita terkejam se-Indonesia yang pernah ku kenal, jadi-."

....Prek....

Aku menutup telepon itu dengan sedikit keras karena kesal rupanya. Atau mungkin sangat jelas ya. sampai-sampai Carl kaget di buat nya.

" Apa semua baik- baik saja?"

Aku tak bisa menjawab jujur kali ini. Terpaksa aku harus berbohong lagi.

"Oh maaf, tadi Ada beberapa promotor ingin menawarakan produknya"

Jawabku sambil seyum-senyum tak jelas. Sepertinya Carl bingung. Aku harus menambahkan beberapa kalimat untuk membuatnya percaya.

"Mereka menawarkan produk yang tak masuk akal dan tak ku perlukan.", sambungku.

Aku bangkit dan kembali ke sofa merah depan Carl. Beberapa kalimat pun masih aku tambahkan untuk menutupi kebohonganku, agar Carl semakin yakin. Dari wajahnya tampak ia tak percaya sama sekali.

" Sudah biasa , mereka memaksa kami untuk membeli produk-produk yang tak terlalu penting.Iya....emmm ngomong-ngomong. Apa yang kau biacarakan tadi? Maaf aku tak terlalu memperhatikan karena bunyi telepon tadi."

Wajah Carl berubah. Ia kembali terlihat bersemangat.

"Jadi begini, aku ingin membalas kebaikan Rev yang telah membuatkaku kopi spesial hari ini .Ada restoran Jepang di Cikarang. Sekitar 15 menit dari sini. Bagaimana jika kita pergi untuk makan. Apa Kau mau?"

Aku hanya bengong di buatnya. Batinku berkata TIDAK! Namun demi kemanuasiaan hati kecilku berkecambuk menghujatku jika aku tak mau menerimanya

Carl masih berusaha meyakinkanku. " Setelah kita makan mungkin kita bisa jalan-jalan. Ada pameran batik Nusantara.Ku dengar, batik - batik itu di buat oleh anak- anak dari vocasional school se Indonesia( SMK) pasti akan sangat menarik, bagaimana? Kau juga belum makan kan?"

" Iya, aku mau. Restoran Jepang.Aku suka makan Jepang."

Carl kegirangan. Seandainya dia bisa meloncat aku yakin dia pasti akan meloncat tinggi-tinggi dengan jawabanku. Sebaliknya aku.....aku....aku.....

" Sungguh?"

" Ia. Sungguh. Bagaimana kalau aku ajak beberapa orang di sini. Aku ingin memperkenalkan mereka pada Anda, sebagai donatur baru kami? Tentunya jika Kau tak keberatan."

" Tentu, tentu adalah sebuah kehormatan besar bisa mengenal mereka lebih dekat.", jawabnya dengan raut wajah sedikit berubah.

Yes. Aku berhasil setidaknya aku tidak akan pergi berdua saja . Akan menjadi jamuan makan antara kami dan Carl sang donatur berhati mulia.

" Baiklah jika begitu. Aku akan mengajak Alfon Suratman selaku Durektur Utama. Ms. Denana kepala Sekolah teladan kami. Mr. Lee kepala sekolah untuk Super Mind Class, Nona Diyose, kepala HRD kami."

" Menarik, pasti akan sangat menarik."

Begitu Carl menyetujuinya. Aku langsung meraih tas dari mejaku dan menarik Carl keluar dari ruanganku.

" Kita akan ke lantai 3 kita akan beritahu mereka."