Jika kalian berada di posisiku saat ini, bisa di pastikan kalian juga akan merasakan hal yang sama dengan apa yang kurasakan sekarang. Jam 22.30 malam .Orang gila mana yang mau bermalam di kantor polisi dengan segudang masalah yang di dapatkan tanpa kau tak ketahui dimana kesalahan yang kau lakukan.
Bahkan setelah Alfon memberitahu tiap rinci dari detil perkara yang terjadi , aku masih bungkam tak bisa mberkata apa-apa. Dalam hal ini aku berkata sebenarnya. Bukan sebuah kiasan. Orang-orang di sekitarkupun juga sama terkejutnya . Carl diam tak bisa memberikan pendapat apapun. Polisi yang mendampingi kami juga bungkam, mungkin itu menghormatiku. Menghormati kebingungan yang terjadi padaku.
Berkali-kali ku pandangi wajah Jackqulin Rossera Fianka. Aku bahkan tak pernah bertemu dengannya atau melihatnya berjalan-jalan di sekolah. Ku singkapkan rambut di sebelah kanan telingaku. Aku harus mencoba untuk tetap professional dan tabah dalam menghadapi semua ini. Jika aku rapuh maka semuanya akan selaesai begitu saja. Aku tak mau itu terjadi. Miracle Class, Kelas keajaiban, aku benar-benar mebutuhkan keajaiban saat ini.
Sudah hampir tiga puluh menit aku membisu, aku akan mencoba membuka mulutku untuk bicara.
"Dimana guru-guru kita sekarang?"
" Di ruang tahanan , lantai 4 kamu mau menemuiny?" Tanya Alfon kepadaku.
Aku mengiyakan tebakanya itu.
" Aku juga ingin seseorang memeriksa CCTV yang ada. Lakukan tes kejiwaan pada mereka. " aku terdiam lagi. Jantungku berdebar tambah kencang. Dan kepala ku mulai pusing.
" Dimana pengacara sekolah kita?" tanyaku serius.
" Datang dalam 30 menit dengan semua yang kita butuhkan."
Alfon bangkit dari tempat duduknya.
" Aku ingin bicara dengan Tuan dan Nyonya Fianka. Apa bisa?"
Kali ini polisi di sebelahku yang menjawab.
" Kuarasa tidak . Mereka sangat emosi saat ini. Kami takut sesuatu terjadi pada Anda bu. Mungkin tunggu sampai situasinya agak tenang. "
" Aku ingin tau apa yang media katakana tentang semua ini. Apa boleh.?" Itu hak anda Bu.
" Cherin akan menyampaikan pada kita , Dia didepan membaur dengan mereka."
Jawab Alfon sambil mengintip dari jendela.
" Tunggu siapa itu Cherin?" Carl menyela pembicaraan kami.
" Sesorang yang bisa mengintai dengan sangat baik, sekertarisku untuk urusan lapangan "
" Pak menurut Anda, apa ada kemungkinan aku juga akan menjadi tersangka dalam kasus ini?" Tanyaku pada polisi bernama Marodius Yusri.
" Apa anda yang merencanakan pembunuhan in?" Tanya nya balik padaku dengan sangat serius.
"Tidak"
" Berarti kemungkinannya kecil. Begini cara kami bekerja Bu, Korban melaporkan adanya pembunuhan, kami menagkap saksi atau pelaku jika ada bukti yang kuat. Tugas kalian para tersangka hanyalah membutkitan bahawa pelapor salah dan kalian bebas. Jika tak terbukti , otomatis bebas. "
Aku mengerti sekarang. Jadi kami hanya harus buktikan bahwa ini adalah unsur kecelakaan murni tanpa ada unsur kesengajaan.
" Baiklah mari kita mulai! " sahutku.
" Alfon pertama-tama aku ingin tahu apa pendapat media tentang semua ini, kedua aku ingin Sekolah mengirimkan karangan bunga tanda duka cita pada orang tuanya! Aku akan bicara pada Mr. Foe dan Ms. Elissa secara terpisah terlebih dahulu. "
Akupun keluar menuju lantai empat didampingi oleh polisi bernama Yusri. Aku meminta Carl untuk menunggu di luar dengan Alfon. Jadi hanya ada aku, Ms. Elissa dan pak Yusri.
" Aku tidak membunuhnya Ms. Reveline sungguh aku tak membunuhnya…Aku tak tahu kalau ini semua akan terjadi…Jika aku tahu, Pasti akan ku hentikan kelas ini."
Isak Ms. Elissa , wanita 37 tahun beranak dua berkacamata denagn rambut hitam panjangnya. Matanya sembab . Munhkin ia terus menangis dari tadi.
"Bagaimana jika ternyata kau memang membunuhnya?" Aku kembali bertanya dengan wajah dingin. Bukannya menjawab , malah isak tangisnya semakin kencang dan menjadi jadi.
"Aku mengerti." Jawab ku membalikkan badan member isyarat percakapan kami sudah selesai. Saat handle pintu hendak di buka Ms. Elissa memohon sesuatu padaku.
"Bisa Kau katakan pada anak dan suamiku bahwa aku akan baik-baik saja?" pintanya.
Aku hanya diam memandang wajahnya. Bertanya-tanya apakah ia berdusta atau tidak.
" Kumohon…" Ia memohon kepadaku namun aku langsung pergi begitu saja.
Berikutnya, ruangan di sebelah.
Ada Mr. Foe di dalamnya. Sebenarnya secara teknis, baik Mr. Foe dan Ms. Elissa tidak ditempatkan pada sel umumnya seorang criminal. Mereka hanya diletakkan pada sebuah ruangan be-AC dan memiliki meja kursi serta Tv di dalamnya. CCTV lah yang mengawasi mereka.
" Kalau Kau bertanya padaku, jawabanku tentu tidak Ms. Reveline." Kata Mr. Foe.
Berbeda dengan Ms. Elissa , bagiku ia terlihat lebih tenang. Walaupun sebelumnya aku tak pernah melihatnya sama sekali. Ia terlihat pucat seperti seseorang yang telah di sedot habis darahnya oleh seorang vampire. Di tambah matanya yang sipit terlihat merah sama seperti mayat hidup.
Mungkin ini tanda-tanda depresi. Dari profil yang kubaca sebelum menemuai orang ini, Ia cenderung mudah depresi dan tertutup. Ia tak banyak bicara namun orang yang jujur walaupun jika seseorang melemper pekerjaan padanya ia takkan pernah bisa menolaknya. Benar-benar tipe orang yang mudah diperdaya bagiku.
"Jadi apa Kau bisa membuktikannya?" tantangku pada orang oriental ini.
Dia hanya menggelengkan kepalanya. Mayat hidup! Itulah yang bisa kukatakan .
Aku segera keluar karena bagiku tak ada yang bisa membantu dari pembicaraan kami. Tidak penting sama sekali, juga tak membatu sama sekali.
Carl dan Alfon langsung menghampiriku.
" Bagaimana?" Tanya Carl.
Aku hanya menggelengkan kepalaku sambil meletakkan ke dua tanganku di pinggang.
"Aku ingin seseorang memeriksa mereka dengan detil. Kurikulum yang mereka kerjakan. Dan kemungkinan-kemungkinan yang mungkin bisa menjadi motif pembunuhan ini. "
"Tuhan, ini pasti akan menjadi sangat sulit. Kata Alfon sambil hampir membenturkan kepalanya ke tembok. "
Tiba-tiba saja , Cherin memanggin melalui telephon Alfon.
"Tuan York dari Jepang ingin bicara dengan Nona Reveline. Ia minta klarifikasi tentang apa yang terjadi. Dia ingin memastikan tidak mendanai orang yang berpotensi menjadi criminal, Mr Suratman?"' Jawab Cherin.
Alfon tambah pusing dan dan tak bisa berpikir dengan jernih. Seseorang keluar dari lift.
Itu Abraham Julian. Pengacara sekolah. Aku melirik kearah jam tangan ku. Bagiku ia sangat terlambat berjam-jam.
" Maafkan aku." katanya saat menemui kami.
Kami kembali ke ruangan pertama kami duduk. Kali ini Kami mendiskusikan apa yang harus kami lakukan dengan sangat serius.
" Pertama kita buktikan bahwa kita tak bersalah, rterutama pihak sekolah." Jelas Julian
" Ke Dua mungkin kita harus bisa temukan , apa motif semua ini."
" Bagi ku itu terdengar bodoh Tuan Julian" Sela ku. Dan ini membuat semua orang diruangan itu kaget mendengarnya. Tapi itu memang benar-benar tak pintar sama sekali bagiku.
"Baik apa yang Kau inginkan Re?", seru Alfon yang siap mendengarkan perintah dariku mengingat saat ini kami benar-benar dalam bahaya besar.
" Cherin masih di luar?" tanyaku.
"Ya"
" Aku ingin Cherin menghubungi seseorang di alamat ini.
"Ku berikan wajah seseorang dari hp ku. Dengan no telepon dan alamat rumahnya.
" Siapa ini?" Carl selalu ingin tahu.
" Anggap saja seorang teman. Detektif Robinson dari Belanda. Aku menolongnya lima lalu saat tak bisa membiayai risetnya. Aku meberikan sedikit biaya dan membantunya memberi jaminan untuk melakukan penelitian di Indonesia. Di sekolah kita, tanpa ada yang menyadarinya. Anggap saja aku menyelundupkannya. "
Carl terkejut dengan tindakan yang ku lakuakan. Ia tak menyangka betapa liciknya aku. Ya tapi begitulah aku.
"Kenapa kita membutuhkan dia?" Seru Carl.
Alfon menjawab dengan sangat tepat kali ini.
"Anggap saja para polisi di depan sudah disuap dalam kasus ini. Ini hanya kemungkinan. Mungkin tak semua hanya beberapa dari tebakannku, atau mungkin tak satupun dari mereka. Siapa tahu ada pihak lain yang di suap. Membuat seseorang terjerat hukum pembunuhan tak semudah membunuh orang itu sendiri. Nak."
"Tenanglah tak apa kau pasti orang baik-baik ya selama ini?Biasakanlah dirimu."
Kata Alfon menepuk pundak Carl yang terlihat sangat tegang.
"Tunggu jika salah satu dari kami disuap bagai mana caranya? " tanya Pak Rustam.
"Mengingat semuanya sudah lebih sulit untuk di suap saat ini."
" Dia benar" Tambah Julian
" Untuk itulah Robin kita butuhkan. Secara diam – diam tentunya. Aku ingin tahu! Sebelum semuanya terlambat. Katakan andai kata kami kalah setidaknya aku sudah tahu di mana kesalahan kami" Kataku meyakinkan semua orang di sini
Pak Rustam hanya mengangguk-angguk, Alfon sudah bisa dengan ku dan Carl benar-benar pucat mendengarnya. Julian, Jika ia tak bisa membantu sebaiknya aku cari orang lain saja.
"Baiklah Sesuai keinginanmu" kata Alfon.
"Berikutnya , aku ingin akses lengkap ke TKP yang tersegel di sekolah maupun di rumah sakit …apakah bisa?"
"Kau harus bicara pada kepala polisi untuk itu Nona" Jawab Pak Rustam.
Alfon mengerti dan bicara pada Cherin.
"Jika kami gagal semua akan berakhir. Kapan mereka akan mengadakan konferensi pers?"
"Tunggu aku kan menanyakan pada orangku di luar". Tak lama Pak Rustam kembali dengan jawabannya. " Besuk pagi jam 07.00 Live dari rumah duka."
"Jam 10, bisa kita adakan juga di sini? Dengan para tersangka?"
" Baik jam 10. Julian tugasmu sekarang. " Alfon memberinya perintah
" Ia baiklah." Dan Julian pergi meninggalkan ruangan ini.
"Siapa detektif yang menangani ini?" tanyaku Pada Pak Rustam.
"Belum kami putuskan."
"Kami percayakan sepenuhnya pada kepolisian. Kuharap semuanya akan menemukan titik terangnya".
" Sebenarnya aku turut prihatin atas keaadaan Anda. Somoga beruntung Nona Rev. "
Pak Rustam pun pergi meninggalkan kami setelah mengucapkan kata perpisahaannya.
Jam 03.00 pagi.
Carl mendapati seseorang menunggunya di luar. Nona Klairence. Sekertarisnya menjemput untuk berangkat Ke Kanada. Carl berlari menghampirinya sebentar sebelum akhinya mendatangiku.
" Sebaiknya ku batalkan saja." Katanya menghampiri kami yang juga akan meninggalkan Kantor ini.
" Tidak pergilah!! Ini urusan bisnis" Jawabku sambil berlalu. Di belakangku alfon menghentikan Carl yang ingin mengejarku.
"Percayalah, jika kau tahu bagaimana caranya mendapatkan sekolah ini, .Kau pasti akan mati berdiri. Percayalah padaku! Orang baik tak cocok untuk urusan ini".
Sepertinya Carl mengerti apa yang Alfon ingin katakan padanya. Ia segera pergi bersama Nona Klairence. Ia meminta seseorang membawa mobilnya pergi dan