Ibra melirik Arsyad, sudah dua hari ini Arsyad lebih banyak diam meskipun biasanya begitu. Ibra dan Lintang saling menyikut.
" kenapa lo? " Lintang berpindah tempat ke samping Arsyad, ia mengambil pulpen di atas meja.
Arsyad menggeleng, dia melirik ke jendela tanpa sengaja melihat Dina melintas. Sudah dua hari Dina sama sekali tidak mau bicara dengannya, dia memang masih mengerjakan pekerjaan rumah tapi berhenti bicara pada Arsyad terlebih dua hari ini Arsyad sangat sibuk di kantor. Arsyad menghela nafas kasar kemudian berdiri beranjak keluar kelas.
" kemana lo? " tanya Ibra namun Arsyad tidak menjawab. " anak itu "
Karena bingung mau kemana, Arsyad memilih ke perpustakaan sepertinya dia butuh istirahat sebentar, dua malam ini ia selalu tidur larut karena pekerjaan yang menumpuk ditambah lagi ia masih harus belajar untuk UN.
Arsyad terbangun saat mendengar bel berbunyi dengan terburu ia kembali ke kelas. Setelah berjam jam akhirnya bel pulang berbunyi.
Dina berdiri di pintu gerbang menunggu Arsyad dengan beberapa murid yang menunggu jemputan. Tak butuh lama Arsyad sudah datang dia pun langsung naik.
" mau makan di luar? " tanya Arsyad sebelum menjalankan mobilnya, Dina hanya menggeleng tanpa menoleh ke Arsyad.
Sesampainya di rumah, Dina bergegas berganti pakaian dan langsung ke dapur untuk makan siang.
Saat asik asiknya memasak Arsyad datang dan mematikan kompornya, tanpa berkata apa apa Arsyad meraih pergelangan tangan Dina. Sesampainya di kamar Arsyad mendudukkan Dina di tepi ranjang mereka sedangkan dia langsung jongkok di depan Dina dan menumpukan kedua tangannya di tepi ranjang di kedua sisi Dina. Dina membuang muka ke samping.
" masih marah? " tanya Arsyad
" aku tidak marah " jawab Madina.
" kalau tidak marah, sekarang lihat Aa' " perintah dengan sedikit bersungut Dina tetap menatap Arsyad meski dengan muka masamnya.
Arsyad membuka laci nakas dan mengambil foto yang menjadi penyebab Dina mendiaminya.
" apa kamu cemburu karena mendapati ini di dompetku? " Mata Dina membulat mendengar pertanyaan Arsyad.
" ce..cemburu? Tidak! " baru akan memalingkan wajahnya Arsyad sudah menangkup wajahnya lebih dulu menghadapkan wajah Dina agar menatapnya.
" lalu, kenapa dua hari ini mendiamiku? "
" i..itu.. Pengaruh tamu bulanan, yah pengaruh tamu bulanan " Dina menatap Arsyad agar pria itu percaya, Arsyad mengangkat keningnya.
" bulan bulan sebelumnya tidak begitu " ucap Arsyad, Dina mencebik.
" sudah, adek mau memasak " Dina hendak beranjak namun dicegah Arsyad.
" kita belum selesai " tegas Arsyad membuat Dina menggerutu kesal dalam hati. Mereka sama sama diam, Arsyad masih menatap Dina lekat.
" ok ok.... Ya adek kesal karena mendapati foto perempuan itu di dompet Aa', adek kesal tapi itu bukan cemburu, maksudku bagaimana Aa' bisa menyimpan foto perempuan lain sedangkan Aa' sudah menikah. Puas " Dina lanngsung berdiri dan hendak beranjak, baru ia akan memegang handle pintu Arsyad sudah menariknya lebih dulu membawanya ke pelukannya.
" dia bukan siapa siapa " bisik Arsyad
" adek tidak peduli " balas Dina, Arsyad mengeratkan pelukannya.
" aku meminta informasi tentang wanita itu pada Andry dan dia memberikannya. Aku menyimpan fotonya di dompet agar lebih muda menunjukkan pada orang orang saat bertanya. " jelas Arsyad, Dina tidak menjawab, entah kenapa ia sudah menangis ini semua karena hormon tamu bulanannya yang membuat emosinya tidak stabil. Arsyad melonggarkan pelukannya, ia menangkup wajah Dina agar menatapnya. " tidak ada perempuan lain. Dua tahun lalu ada sesuatu yang berkaitan dengan perempuan itu " Arsyad menghapus air mata Dina " kenapa menangis "
" tidak tau " Dina makin terisak dia bahkan kembali memeluk Arsyad menempelkan wajahnya di dada suaminya. " maaf...hiks.. Maafin Adek "
Arsyad balas memeluk Dina mengelus rambut Dina hingga gadis itu tenang, dia memaklumi Dina hormonnya sedang labil saat ini. Dina mendongak menatap Arsyad dengan sesekali senggukan.
" adek mau masak " Arsyad terkekeh melihat wajah sembab Dina, dia mencium kening Dina kemudian menariknya keluar kamar.
Sesampainya di dapur, Dina bingung saat Arsyad malah mendudukkannya di depan meja pantry. Arsyad mengambil alih pekerjaan Dina yang sempat di tinggalkannya tadi. Tidak berapa lama Arsyad pun selesai diapun membawanya ke meja makan.
" sudah kukatakan bukan kalau aku lebih baik darimu " ucap Arsyad saat melihat Dina menatap takjub masakannya.
Dina tiba tiba menatap Arsyad saat mengingat sesuatu.
" Aa' aku sudah tau jurusan apa yang cocok denganku "
Arsyad tidak menjawab dan memilih duduk di samping Dina, dia kemudian menatap Dina seolah meminta gadis itu melanjutkannya.
" adek akan mengambil jurusan tata boga. Tapi... " Dina tidak melanjutkan kalimatnya, dia malah menunduk. Arsyad menumpukan tangannya di kepala Dina.
" pergilah "
Dina spontan menatap Arsyad, Arsyad tersenyum.
" sekolahnya tidak ada di sinikan? Aku mengizinkan adek "
Dina lagi lagi menangis dia berdiri dari duduknya mendekati Arsyad memeluknya, Arsyad mengusap punggungnya.
" sekolahnya ada di Amerika " beritau Dina, Arsyad melepaskan pelukannya dan menarik Dina ke pangkuannya.
" aku akan sering mengunjungi adek " Arsyad mencium pipi Dina. " jadi belajarlah dengan baik "
Dina mengangguk, dia masih menangis.
*****
" sudah normal lo " tanya Ibra saat mereka makan bersama di kantin, dari pagi tadi Arsyad sudah terlihat lebih baik dari yang kemarin dan kemarinnya lagi.
" saya memang normal " jawab Arsyad, Ibra memutar bola mata jengah.
" dia juga sudah normal. " Arsyad mengikuti arah pandang Ibra, dia melihat Dina yang juga makan di kantin itu dengan beberapa teman sekelasnya.
Dina tersenyum ke arah Arsyad saat mata mereka bertemu pandang, Arsyad hanya membalasnya.
" ukh... Kapan gue bisa nikah? " gerutu Ibra, dia selalu iri melihat Dina dan Arsyad disaat seperti ini.
" bukannya kamu sudah berkunjung ke rumah Ami ya? " tanya Arsyad yang kembali fokus ke Ibra. Ibra menghela nafas
" Abi dan Uminya sudah memberikan restu tapi... Dia menolak menikah di waktu yang dekat. Melanggar peraturan negara katanya " Arsyad mengangguk sedangkan Ibra malah menopang dagunya.
" bagaimana caranya lo bisa mendapat persetujuan dia dengan muda " Ibra menunjuk Dina dengan dagunya, Arsyad hanya mengidikkan bahunya. " pelit lo "
" Dina bukanlah gadis yang berbelit belit. "
Dina menoleh saat teman disampingnya menyikutnya.
" apa? "
" lo sama si jenius itu, pacaran ya? " Dina mengkerutkan keningnya.
" si Jenius? " temannya menunjuk Arsyad dengan dagunya. " Arsyad? "
" menurut lo? Ck.. Bukan rahasia lagi kalau dia itu sangat menghindari cewek, tapi sama lo? Dia hangat banget "
Dina tidak menjawab dan hanya memberi senyum misterius membuat teman temannya yang lain gemas kecuali Ami yang makan dengan tenangnya karena ia sudah tau.
" dia suami gue " jawab Dina dengan nada bercanda membuat teman temannya memutar bola mata jengah.
" halu lo " seru mereka membuat Dina tertawa.
" dia guru privat gue. Orang tua gue dan orang tuanya teman baik, jadi dia diminta buat ngajarin gue " beritau Dina
" dia suka sama lo, kayaknya " ucap teman yang disampingnya lagi. " dia dari tadi lirik lirik ke arah lo "
" ngak ah. Salah liat kali lo " elak Dina " gue duluan ya, gue mau ngerjain tugas dulu. "
***
Dina sedikit kaget, saat ia keluar dari wc beberapa orang gadis menghadangnya dia coba berpikir, ah... Gadis gadis yang memperingatinya beberapa hari lalu di kantin.
" mau apa? "
" bukankah kami sudah memperingatkanmu? " Dina menghela nafas, ia kemudian menatap gadis gadis itu.
" apa salahnya kalau gue dekat dengan pacar gue? " tanya Dina membuat gadis gadis itu menatapnya tidak suka, Dina bersedekap dada sambil menyeringai... ah... dia suka ekspresi menyebalkan gadis gadis itu
" jangan halu deh lo, kak Arsyad itu ngak mungkin mau pacaran "
Dina menatap mereka menantang.
"Really? " Dina bertanya dengan ekpresi kaget, dia sadar kalau dia tidak akan disukai " tapi nyatanya dia nembak gue. Kalo ngak percaya tanya saja sama orangnya " Dina mengibaskan rambutnya dan hendak menyingkir namun mereka tidak mengizinkan.
Dina meraih ponselnya dan menyalakannya memperlihatkan foto walpaper hpnya, dimana dia tengah tersenyum ke kamera sedangkan Arsyad merangkulnya sambil mencium pelipisnya, foto itu di ambil Andry diam diam dan memberinya ke Dina saat di rumah orang tua Arsyad, karena Arsyad tidak suka berfoto.
" bagaimana? Belum percaya. Awas " Dina menyelip keluar, tapi belum jauh ia berhenti.
" kalian sebaiknya fokus belajar. Satu lagi... " Dina menoleh " sopanlah sedikit pada senior kalian "
Dina bersungut sungut, dia masih kesal bagaimana bisa adik kelas berniat melabrak kakak kelas, harusnya sebaliknya bukan.
" kenapa lagi? " Dina terkejut saat Arsyad sudah berjalan di sampingnya. " Aa' , ngagetin tau ngak. Ck adek lagi kesal " jawab Dina, tak lama ia berhenti tepat di depan Arsyad. " Aa' kasih tau fans Aa' dong, jangan main labrak sembarangan. " gerutu Dina
" maksud adek? " Dina mengatupkan mulutnya kemudian menggeleng.
" aku bisa mengatasinya " Dina cengir kemudian memperlihatkan layar ponselnya.
" itu? " Dina mengangguk.
" Andry memberikannya padaku "
" anak itu " gerutu Arsyad, Dina langsung merangkul lengan Arsyad
" apa masalahnya? kita tidak punya foto berdua selain yang hari akad itu " cicit Dina " lagian adekkan juga mau pergi... jadi.. " Dina menunduk menggantung kalimatnya
" minggu ini kita ke studio foto " kata Arsyad membuat senyum Dina mengembang
" ahhh... terimah kasih A' " serunya, dia ingin mencium pipi Arsyad tapi dia menghentikan niatnya karena sadar mereka masih di sekolah
" hm "
Dina menoleh ke belakang di mana para adik kelas itu menatap mereka dari jauh, Dina makin mengeratkan pelukannya dan menjulurkan lidahnya.
Kekanakan
Dia sadar, tapi dia tidak peduli, dia hanya istri yang tidak mau suaminya dilirik siapapun, dia bahkan tidak masalah kalau di anggap posesif.
******
tobecontinued