Chereads / Sweetest Love / Chapter 38 - Bab 38

Chapter 38 - Bab 38

Cecil melirik Bara yang tampak tak nyaman satu meja dengan orang yang baru saja bergabung dengan mereka. Tangan kirinya yang bebas dari sendok, Cecil gunakan untuk mengusap paha Bara di bawah meja. Bara menoleh kemudian tersenyum.

"Mau nambah lagi?" tanya Bara.

Cecil menggeleng. Makanan yang dipesannya saja belum habis. "Makan dong, sayang. Nggak enak ya?"

Bara tersenyum mendengar kalimat tanya dari Cecil. "Enak kok. Kamu mau coba?"

Cecil mengangguk, "boleh."

Bara menyuapi Cecil dengan lembut. Ada sebutir nasi yang menempel di ujung bibir Cecil. Dengan santai Bara mengambil nasi tersebut lalu memakannya tanpa rasa malu ataupun jijik.

Cecil tertawa, "enggak berubah, ya kelakuan kamu, Mas."

Yang bersangkutan hanya terkekeh geli. Ekor mata Cecil melirik seseorang yang duduk tepat di seberangnya. "Kamu ada urusan apa ke sini, Va?" Tanyanya sambil menyendok makanan dipiringnya lalu menyodorkan ke arah Bara. Spontan Bara membuka mulut menerima suapan Cecil.

Iva yang melihat interaksi keduanya hanya diam dengan perasaan campur aduk. Antara cemburu dan kesal. Bara seolah tidak menganggapnya ada. Sementara perempuan di depannya ini berlagak sok manis. Iva membenci Cecil dari dulu. Tidak ada seinci pun yang ia sukai dari perempuan yang membuat Bara tergila-gila itu.

"Oh, itu, kebetulan lewat sini. Dan karena udah jam makan siang sekalian mampir mau ajak Bara makan bareng. Eh, ada kamu juga. Kebetulan banget."

Cecil hanya melirik sekilas. Bibirnya menyunggingkan senyum tipis. "Kebetulan banget ya nggak jadi makan berdua."

Bara yang mendengar penuturan Cecil langsung melirik Iva. Kentara sekali perempuan ular itu tersinggung dengan ucapan tunangannya. Dan Bara lebih suka Cecil yang seperti ini dalam menghadapi Iva.

Iva mencoba tertawa. Tawa kaku. "Berarti kapan-kapan aja makan berduanya."

Cecil tersenyum sinis, "gak ada lain kali. Karena aku nggak akan membiarkan calon suamiku pergi berdua dengan perempuan manapun, apalagi itu kamu."

Iva menggantung sendok yang siap masuk ke dalam mulutnya. Dan hatinya seperti di remas-remas saat Cecil kembali melanjutkan kalimatnya, "perempuan yang berpotensi besar untuk menggoda tunanganku."

***

Bara kembali meringis kala cubitan maut Cecil mendarat di lengan berototnya. Jangan salah, Cecil yang notabennya diketahui pembaca sebagai perempuan lemah lembut itu bisa sadis dalam lain waktu.

"Sakit, sayang."

"Makanya stop ketawa. Nggak lucu!"

Bara terkekeh sambil mengacak rambut Cecil. Saat ini keduanya sedang di dalam lift menuju ruangan Bara.

"Kamu nggak liat muka Iva gimana merahnya. Aku udah wanti-wanti loh padahal kalau seandainya kalian bakal berkelahi di sana."

"Jelas dia kalah kalau lawannya ituย  aku."

Bara mendekap Cecil dengan erat dan mengangkatnya. Membuat sang empunya tubuh terpekik kaget. "Ya, jelaslah kalah. Kamu, kan wonder women aku."

Cecil mendengkus, namun tak ayal bibirnya tersenyum geli. "Turunin, malu kalo ada yang ngeliat."

Denting lift menandakan mereka telah sampai di lantai 15. Lebih tepatnya tempat beradanya ruangan-ruangan petinggi perusahaan. Seperti ruangan Bara dan Tomi.

"Kamu mau nungguin aku selesai kerja?"

Cecil tampak berpikir kemudian menggeleng. "Aku ada janji sama Mama kamu mau ke salon."

Keduanya menoleh bersamaan kala pintu ruangan Tomi terbuka dan keluar sosok yang baru saja Cecil sebut. "Nah, ini dia. Ayo, Ce." Ucap Kinan sambil merangkul lengan suaminya.

"Loh? Papa ikut nyalon juga?"

Tomi berdecak kesal mendengar pertanyaan tak bermutu putranya. "Cuma nganter sampai mobil. Mamamu, kan manja."

Bara mengangguk sambil mencibir ke arah Kinan. "Manja," ujarnya dengan ekspresi menyebalkan.

"Udah, nggak usah. Mama bisa turun berdua aja sama calon menantu." Sungut Kinan melepas lengan suaminya. Kemudian berjalan ke arah Cecil dan gantian mengapit lengan Cecil. "Ayo, Ce."

Cecil mengangguk. Keduanya berjalan menjauh menuju lift untuk turun ke bawah.

"Mama merajuk, Pa."

"Gara-gara kamu."

"Lah? Kok aku?"

"Ya, pokoknya salah kamu." Ujar Tomi sambil kembali masuk ke dalam ruangannya meninggalkan Bara yang berdiri dengan kening berkerut.