Chereads / Sweetest Love / Chapter 39 - Bab 39

Chapter 39 - Bab 39

Bara meraih ponselnya kala benda pipih itu berkedip berkali-kali. Nama Kina terpampang di sana. Sambil melirik seisi ruangan rapat, Bara mohon undur diri untuk mengangkat telepon dari nyonya besar kepada sang Papa.

"Halo, Ma?"

["Bara, kamu sekarang ke rumah sakit. Cecil jatuh dari tangga."]

Sambungan terputus dan Bara yang menerima serangan mendadak dari ibunya itu terdiam kaku mencerna ucapan Kinan. Setelah sadar dengan maksud Kinan, barulah Bara bergegas sambil berlari kembali ke ruangannya untuk mengambil kunci mobil. Dalam perjalanan menuju rumah sakit yang telah Kinan kirim alamatnya lewat pesan, Bara mencoba menghubungi Kinan kembali. Namun tidak diangkat. Bara meremas stir mobil dengan gemas bercampur kesal. Seharusnya jam kantor seperti sekarang tidak terlalu macet. Tapi pemandangan di depannya membuat Bara sakit kepala mendadak.

Kecelakaan yang membuat macet panjang.

"Sial!" Makinya sambil menepikan mobil. Kemudian memesan ojek online.

Butuh waktu tiga puluh menit untuk Bara sampai di rumah sakit. Di sana sudah ada Tomi. Dahi Bara berkerut bingung, bagaimana bisa Papanya ada di sini? Tapi dia tidak sempat menanyakan kala dokter keluar dari sebuah ruangan dan kedua orangtuanya menghampiri sang dokter.

"Gimana keadaan anak saya, Dok?" tanya Kinan.

Keadaan wanita itu kacau. Air mata bercucuran bercampur keringat membasahi wajahnya. Tomi merangkul sang istri agar tetap berdiri tegak. Karena sedari tadi istrinya berjalan mondar-mandir seperti orang linglung.

"Keadaannya sudah stabil. Pasien kehilangan banyak darah. Dan bersyukur stok darah golongan B tersedia di rumah sakit kita. Hanya menunggu pasien siuman beberapa saat lagi."

Kinan dan Tomi menghela napas lega. Berbeda dengan Bara yang menahan napas. Masih belum mengerti dengan keadaan yang terjadi.

"Benturan tidak berefek fatal pada tubuh pasien. Mungkin hanya sedikit memar dan lebam saja. Kalau begitu saya permisi dulu." Dokter berlalu setelah Kinan dan Tomi mengucapkan terimakasih.

"Ma, Cecil kenapa?"

Kinan menoleh, "jatuh tergelincir dari tangga atas, Bar." Kinan kembali terisak saat menyaksikan bagaimana Cecil bergelinding dari tangga atas dan berhenti di tengah-tengah anak tangga. Kalau bukan karena Kinan yang menjerit sambil berlarian menaiki tangga menahan tubuh Cecil, mungkin keadaannya entah seperti apa sekarang.

"Kenapa bisa jatuh, Ma?"

Tomi mewakili pertanyaan yang ingin Bara tanyakan. Kinan menggeleng masih dengan air mata yang meluncur deras.

"Sebelumnya Mama, Cecil sama Iva lagi ngobrol di atas sambil nonton tv. Mama turun ke bawah buat ambil cookies yang sisa semalam. Pas Mama mau balik ke atas, Mama liat Cecil tergelincir pas mau turun tangga, Mas. Mama kaget langsung lempar nampan terus ngejar Cecil. Tapi Cecil keburu jatuh. Mama... Mama..."

Tomi mengusap lengan istrinya sambil mencium sayang kening Kinan. "Ssttt, udah. Jangan dilanjutin."

Satu kenyataan yang mereka tidak tahu, bahwa Kinan merahasiakan kalau ia sempat melihat Iva juga ada di tangga atas dan berlalu tanpa menolong Cecil.

"Bara mana?"

Tomi baru menyadari kalau sang putra sudah tidak bersama mereka. "Mungkin di dalam."

***

"Mana yang sakit?"

Cecil menggeleng lemah kala Bara bertanya. Memang dia sudah siuman, namun dokter belum memperbolehkan dia pulang. Keadaannya masih lemah.

"Besok lebih hati-hati lagi, sayang. Jangan bikin aku mendadak serangan jantung kayak gini lagi."

Genggaman Bara pada tangan Cecil mengerat. Cecil tersenyum, dia tahu ketakutan terbesar Bara akan dirinya. Kehilangan.

"Maaf bikin kamu khawatir." Ujarnya dengan satu tangan lagi mengelus lembut rahang tegas Bara.

"Aku sayang kamu." Bara mengarahkan telapak tangan Cecil ke bibirnya dan mengecup berkali-kali.