"Aku sayang kamu." Bara mengarahkan telapak tangan Cecil ke bibirnya dan mengecup berkali-kali.
Cecil tersenyum lebar. "Aku juga sayang kamu."
Lama Bara dan Cecil saling menatap dalam diam. Menikmati tiap detik yang berlalu. Merekam segala hal yang bisa mereka lihat satu sama lain. Hingga bunyi pintu dibuka dan sosok Kinan masuk membuyarkan pandangan mereka.
"Kamu pulang dulu, Bar. Ganti baju, mandi. Bau banget kamu. Enek Mama lama-lama deket kamu. Nanti Cecil makin sakit kalau kelamaan sama kamu. Sana, sana."
Bara berdecak kesal. Pasalnya Kinan tidak berhenti merecokinya dengan kata-kata yang mencerminkan seorang ibu tiri yang membenci anak tirinya.
"Bara nggak mandi dua hari juga wangi, Ma."
Kinan berselonjor di sofa sambil meraih remote tv. "Udah sana pulang. Bersihin diri kamu. Kucel begitu. Untung aja Cecil mau."
Sambil bersungut-sungut Bara berdiri kemudian mencium sayang kening Cecil sebelum menghampiri Kinan.
"Apa?" Tanya Kinan galak sambil melotot saat Bara berjongkok di sampingnya.
Bara tertawa kemudian mencium pipi Kinan dengan gemas, "Bara sayang Mama." Ucapnya sambil berdiri dan berjalan ke pintu. "Nanti Bara ke sini lagi. Titip calon istri Bara, Ma."
"Bocah nakal."
Cecil tertawa melihat Kinan yang mengusap pipinya dengan lengan baju yang dikenakannya.
"Bara sayang banget sama Tante."
Kinan menoleh kala suara Cecil terdengar. Wanita paruh baya itu tersenyum lembut kemudian beranjak mendekati calon menantu.
"Tante tahu. Tante juga sayang sama dia. Dan sayang sama kamu juga, putri Tante."
Mata Cecil berkaca-kaca. "Cecil juga sayang sama Mama."
Kinan memeluk Cecil kala mendengar panggilan Mama yang sudah lama Kinan nanti-nanti keluar dari bibir Cecil.
"Terimakasih sudah mau kasih Bara kesempatan lagi."
Cecil menggeleng, "harusnya Cecil yang harus bilang makasih karena Mama mau nerima Cecil jadi menantu." Ujarnya terisak.
Kinan mencium rambut Cecil berkali-kali. "Maafin Iva ya, Ce. Mama tahu semuanya. Bagaimanapun dia masih keponakan Mama. Mama yang akan ngomong sama dia. Mama yang akan jamin dia nggak akan nyentuh kamu lagi." Kinan juga terisak.
Ingatan tentang Cecil jatuh dan bersimbah darah membuatnya takut. Dan yang tidak dapat dia terima adalah biang dari kejadian itu keponakannya sendiri, Iva.
"Jangan sampai Bara tahu, Ma."
Kinan diam sambil terus menciumi rambut Cecil dengan sayang. Sedangkan di luar ruangan, Tomi mengepalkan tangan menahan diri untuk tidak masuk ke dalam ruangan dan menyela percakapan dua perempuan tersebut. Tomi tidak akan tinggal diam. Baginya perbuatan Iva sudah sangat keterlaluan.
"Iva," desisnya geram.
***
21+
Desahan memenuhi ruangan yang hanya diterangi cahaya sinar rembulan. Iva tersenyum kala pria di atas tubuhnya mengerang nikmat tanda menikmati percintaan mereka.
"Terus, Bar."
Bara seakan kerasukan hewan buas. Dirinya seperti kelaparan akan kenikmatan. Iva yang terengah-engah di bawahnya membuat pria itu semakin bersemangat untuk menghentak semakin dalam.
"Desahkan namaku, Va."
"Ya, ahh, Bar. Terus... Jangan berhenti... Ya, ya seperti itu..."
Iva mengalungkan lengannya ke leher Bara. Sebentar lagi puncak kenikmatan itu akan mereka dapatkan. Bara bergerak semakin liar dan cepat. Iva susah payah menyeimbangi gerakan buas Bara.
"Aku..."
BRAK!
"IVA!"
Iva tersentak dari mimpi erotisnya kala pintu kamarnya dibuka secara kasar. Dan sosok yang selalu menjadi objek liarnya sedang berdiri di sana dengan wajah merah padam dan tangan terkepal.