Bara melirik sekilas ruang keluarga saat dirinya memasuki rumah orangtuanya. Berkas penting yang hari ini akan dijadikan bahan diskusi tertinggal di meja dalam kamarnya. Terpaksa Bara harus kembali ke rumah. Padahal tadi ia sudah memasuki area kantor, hanya tinggal memarkirkan mobil saja, dan alhasil harus memutar kemudi untuk mengambil berkas tersebut di rumah.
Setelah menemukan apa yang dicarinya, Bara segera melangkah tergesa menuruni anak tangga. Hanya sedikit waktu tersisa untuknya kembali ke kantor sebelum rapat dimulai.
"Eh, Bar, kok balik lagi?" Sapaan Kinan saat muncul dari arah dapur membawa nampan berisi 3 gelas dan satu teko air sirup.
"File rapat ketinggalan, Ma."
Kinan berdecak, "makanya cepetan nikah. Biar ada yang ngurusin kamu kalau kamu lalai begini."
"Nggak ada hubungan file rapat sama istri, Ma."
Kinan menyipit tajam. "Masih aja ngejawab kamu. Udah sana berangkat. Nanti Papa ceramah lagi kalau tahu kamu teledor begini."
Bara terkekeh geli, "suami Mama kan hobinya memang begitu."
Kinan memutar bola mata kesal. "Teman Mama?" Tanya Bara sambil melirik ruang keluarga yang terdengar suara tawa renyah beberapa wanita.
"Iya, ada Tante Willa juga." Jawab Kinan.
"Maminya Iko? Ngapain?"
"Ngapain lagi emang kalo bukan mau ngurus nikahan kamu?" ucap Kinan mendengkus geli. Mata Bara melotot antara kaget dan senang.
"Wah, Mama beneran mau bantuin Bara repot-repot begini?
Kinan berdecih sinis, "menurut kamu? Yakali Mama mau repot ngurus nikahan anak orang!"
Bara tertawa dan merangkul pundak Kinan dengan manja. "Seriusan Mama yang urus semua?" tanya Bara sambil berbisik.
Kinan mengangguk sambil menatap malas anaknya, "lamaran aja belum, tapi kamu udah nyiapin pesta pernikahan. Seyakin itu kamu bakal diterima Cecil?"
Bara berdecak kesal. Kinan ini seperti ibu tiri yang tidak pernah memihak anaknya. Pasti pesimis. Padahal Bara sudah optimis malam ini akan melamar Cecil setelah beberapa waktu belakangan ini keadaan Cecil perlahan membaik.
"Mama doain makanya. Jangan komentar sinis Mulu sama Bara. Mama itu ibu kandung Bara bukan sih?"
Kinan melotot garang. Kalau saja tangannya tidak sedang memegang nampan berisi gelas dan teko, pasti kepala Bara menjadi sasaran pukulannya.
"Maunya kamu itu ditukar aja sama Cecil pas lahir!"
Bara langsung tertawa melihat ekspresi kesal Kinan. "Yaudah, Bara berangkat dulu." Pamit Bara sambil melirik jam tangannya, "astaga, Ma. Udah mulai rapatnya." Dengan tergesa Bara mencium pipi Kinan kemudian berlari pergi. Kinan hanya geleng-geleng kepala saja melihat kelakuan putranya yang sudah berusia 30 tahun itu. Benar-benar sudah matang untuk berkeluarga.
***
Cecil kembali mematut tampilan dirinya dicermin. Malam ini Bara mengajaknya dinner romantis. Kata Bara sih, bukan kata Cecil. Cecil ingin semuanya baik-baik saja sekarang. Bara sudah memperlihatkan perjuangan selama ini. Dan gadis itu tidak ingin egois jika harus membiarkan lelaki baik seperti Bara harus menunggu lama.
"Bu, Yah, doakan selalu aku dan Mas Bara bahagia ya."
Hari ini tepat dua bulan kepergian sang ibu. Cecil sudah menerima segalanya dengan lapang dada. Sekarang dia masih memiliki keluarga baru. Keluarga Kinan yang juga menyayangi nya seperti anak sendiri.
Setelah memastikan penampilannya sudah rapih, Cecil melangkah keluar kamar dan bertepatan dengan Bara yang juga keluar kamar. Meskipun rumah orangtuanya sudah didapatkan kembali, bukan berarti Cecil bisa langsung tinggal di sana. Kinan tentu saja menolak keras. Dan kekeraskepalaan Kinan membuat Cecil pasrah.
Sejenak mata Bara dan Cecil saling menatap dalam diam. Cecil diam di tempat, sedangkan Bara berjalan mendekat. Mengurung tubuh Cecil di depan pintu kamar gadis itu. Tangan Cecil otomatis terangkat menahan dada keras Bara saat dirasanya wajah Bara semakin mengikis jarak diantara mereka.
"Mas..." bisiknya lirih.
"Andai aja malam ini nggak penting, mungkin aku sudah mengurungmu di kamarku."
Cecil berkedip beberapa kali sambil menahan napas. Wangi yang menguar dari tubuh lelaki di depannya ini masih sama dengan setahun lalu. Wangi parfum pemberian Cecil. Dan tidak mungkin parfum dari dirinya belum habis hingga setahun kan? Pasti Bara membelinya kembali dengan aroma yang sama. Entah kenapa memikirkan hal tersebut membuat Cecil mengulum senyum.
"Ayo, sebelum aku hilang kendali." Bisik Bara parau di depan wajah Cecil yang malam ini dihiasi perona pipi.