"Apa yang kamu lakukan, Ivana?!"
Iva terlonjak kaget dan menjatuhkan benda yang dipegangnya. Wajahnya langsung menoleh pada sumber suara. Di sana, di dekat pintu kamar Cecil yang terbuka berdiri Bara dengan wajah yang Iva perkirakan menaruh curiga padanya. Tidak, bukan curiga lagi. Tapi wajah menahan amarah.
"Bar, aku..."
Bara berjalan mendekat dan menarik lengan Iva dengan kasar. Mata Bara berkilat tajam membuat Iva menelan air ludahnya susah payah. Bara menyeret Iva meninggalkan kamar Cecil. Pintunya ditutup Bara dengan sangat pelan, setelahnya Bara kembali menarik Iva menuju ruang tengah di lantai dua.
"Apa lagi rencana kamu kali ini, hah?!"
Iva meringis saat Bara menghempaskan tubuhnya ke atas sofa. Iva mengelus pergelangan tangannya yang tadi diseret Bara. Dalam hati gadis itu mendesis jengkel karena lagi-lagi rencananya gagal untuk melenyapkan Cecil.
'Tunggu aja. Aku nggak akan kehabisan akal untuk menyingkirkan gadis sialan itu.' Batin Iva.
"Kamu tuli, hah?!"
Iva tersentak dan mendongak memandang Bara yang berdiri menjulang di depannya. "Aku cuma lihat Cecil aja, nggak ada niat apa pun, Bara. Kamu jangan berpikiran negatif terus sama aku."
Bara tertawa mengejek. "Jangan berpikiran negatif kamu bilang? Haha... jangan ngelawak, Ivana! Semua yang berhubungan sama kamu itu pasti musibah! Kamu pembawa masalah. Sebaiknya kamu ingat baik-baik apa yang aku katakan malam ini."
Bara menunduk dan mensejajarkan wajahnya pada telinga Iva. "Kamu nggak akan bisa melakukan segala rencana kotormu untuk mencelakai Cecil selama aku ada di rumah ini." Ucap Bara dengan suara rendah yang sangat mengintimidasi. Iva merinding dibuatnya. "Kalau sampai Cecil kenapa-napa, kamu orang pertama yang bakal aku cari sampai ke ujung dunia sekalipun!"
***
Cecil mengucek matanya saat cahaya mentari pagi menggodanya memalui celah jendela. Gorden di kamarnya sudah terbuka lebar. Saat matanya melirik sofa di sudut kamarnya, Cecil tahu siapa pelaku dari semua ini.
"Mas..."
"Aku ganggu ya?" tanya Bara sambil berjalan ke arah ranjang yang ditempati Cecil.
Gadis itu perlahan merubah posisinya menjadi duduk dan bersandar di kepala ranjang. Satu tangannya menutup mulut saat ia menguap. Satu tangannya lagi meraih ponsel yang berada di atas nakas.
"Maaf ya, aku ketiduran semalem dan nyusahin kamu buat gendong aku ke kamar."
Bara mencibir, "nggak aku gendong kok. Kamu jalan sendiri tadi malem masuk ke kamar. Aku bantu selimutin aja."
Cecil tertawa sambil memukul lengan Bara. "Kayaknya aku nggak punya riwayat tidur sambil jalan deh. Ngarang kamu!"
Bara terkekeh dan merapihkan anak rambut Cecil ayng berantakan karena bangun tidur. "Mama ikut Papa ke luar kota. Tadi subuh berangkat." Beritahu Bara yang membuat Cecil mengernyit bingung.
"Dadakan ya..." ucap gadis itu.
"Mama lupa ngasih tau kamu dari kemarin. Tadi mau bangunin kamu tapi kasihan katanya. Kamu tidur nyenyak banget."
Cecil menganguk beberapa kali. "Kamu nggak kerja, Mas?"
Sentilan di keningnya membuat gadis itu mendesis, "kok disentil sih?" tanyanya dengan bibir mengerucut.
"Kamu lupa, ini hari Sabtu. Kantorku libur."
Cecil meringis dan tersenyum lebar karena tidak ingat hari apa sekarang.
"Mandi sana. Aku mau ajak kamu pergi."
"Ke mana?" tanya Cecil sumringah.
"Rahasia. Buruan mandi dan siap-siap. Apa mau aku mandiin?" goda Bara dengan alis yang naik-turun. Cecil mendelik dan mencubit lengan Bara dengan gemas.
"Mesum!"